Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Merosot

Jumat 03-02-2023,20:37 WIB
Reporter : Rudi Agung
Editor : Rudi Agung

Nomorsatukaltim.com – Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia pada tahun 2022 melorot empat poin, dari 38 poin pada tahun 2021, menjadi 34 poin di tahun 2022. Bahkan posisi Indonesia juga turun, jadi peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Posisi ini melorot 14 tangga dari tahun 2021 yang mencapai ranking 96. Hasil ini mengacu rilis Transparency International Indonesia (TII). Deputi TII, Wawan Suyatmiko, dalam keterangan persnya mencontohkan, sebagai ilustrasi, skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih. TII merilis IPK Indonesia tahun 2022 mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori. Menurut Wawan, Corruption Perception Index atau CPI Indonesia pada 2022 berada pada skor 34 dari skala 100 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. “Skor ini turun empat poin dari tahun 2021 dan menjadi penurunan paling drastis sejak 1995," ungkap Wawan, Selasa (31/1/2023). Di Asia Tenggara, Singapura menjadi negara yang dipersepsikan paling tidak korup (skor 83), lalu Malaysia (47), Timor Leste (42), Vietnam (42), Thailand (36), Indonesia (34), Filipina (33), Laos (31), Kamboja (24), dan Myanmar (23). Di tingkat global, Denmark menduduki peringkat pertama dengan IPK 90, diikuti Finlandia dan Selandia Baru (87), Norwegia (84), Singapura dan Swedia (83) serta Swiss (82). Sementara posisi terendah ada Somalia dengan skor 12, Suriah dan Sudan Selatan (13), serta Venezuela (14). "Dalam indeks kami tampak negara dengan demokrasi yang baik rata-rata skor IPK 70 dibanding negara yang cenderung otoriter maka tingkat korupsinya rata-rata 26," bebernya. Ia menyampaikan, ada tiga data yang mendorong penurunan skor IPK Indonesia, yaitu Political Risk Service International Country Risk Guide atau korupsi dalam sistem politik, pembayaran khusus dan suap ekspor impor dan hubungan mencurigakan antara politikus dan pebisnis turun menjadi 35 dari 48 pada 2021. Berikutnya, World Competitiveness Yearbook atau suap dan korupsi dalam sistem politik, turun lima poin dari 44 menjadi 39, serta indeks Political and Economic Risk Consultancy Asia Risk Guide turun menjadi 29 dari 32. Sedangkan tiga indeks yang stagnan, Global Insight Country Risk Ratings atau risiko individu/perusahaan dalam menghadapi praktik korupsi dan suap untuk menjalankan bisnis pada angka 47. Bertelsmann Foundation Transformation Index alias pemberian hukuman pada pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangan dan pemerintah mengendalikan korupsi pada skor 33 dan Economist Intelligence Unit Country Ratings atau prosedur yang jelas dan akuntabilitas dana publik, penyalahgunaan pada sumber daya publik, profesionalisme aparatur sipil, audit independen tetap pada skor 37. Di sisi lain justru dua indeks naik, yaitu World Justice Project – Rule of Law Index alias pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, kepolisian, dan militer menggunakan kewenangannya untuk keuntungan pribadi  skornya naik satu menjadi 24 dari 23. Begitu pun Varieties of Democracy atau kedalaman korupsi politik, korupsi politik di eksekutif, legislatif dan yudikatif, korupsi di birokrasi, korupsi besar dan kecil yang memengaruhi kebijakan publik, naik dua poin menjadi 24 dari 22. "Indeks yang naik satu atau dua poin berpengaruh tidak besar banding dengan Political Risk Service yang turun 13 poin sehingga turut menyumbang penurunan CPI dari 38 ke 34," jelasnya. Berdasarkan analisis TII, indikator ekonomi mengalami tantangan besar antara profesionalitas perusahaan dalam menerapkan sistem antikorupsi dengan kebijakan negara yang melonggarkan kemudahan berinvestasi. (*/ TII)

Tags :
Kategori :

Terkait