Poros Maritim Rasa Horor Maritim

Senin 11-07-2022,18:15 WIB
Oleh: Iklan Marketing

Oleh: Dwiyono Soeyono. – Perwira Pelayaran Niaga   Pada saat penangkapan MV Mathu Bhum yang diawaki oleh 29 Orang termasuk Nakhoda (24 Warga Negara Thailand dan 5 Warga Negara Malaysia) yang mengangkut ratusan Kontainer, dimana 34 Kontainer diantaranya berisi RBD palm olien. Sehingga Komandan KRI Karotang yang dikomandani Mayor Laut (P) Andromeda mengawal MV Mathu Bhum kembali ke Belawan guna dilakukan penyelidikan lanjutan di Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal I) Belawan. “Intensitas operasi laut yang dilakukan TNI AL dalam hal ini Komando Armada RI yang menindaklanjuti laporan intelijen membuahkan hasil. Salah satunya dengan menangkap MV Mathu Bhum yang dalam pemeriksaan awal ditemukan pelanggaran dengan mengangkut muatan ekspor minyak goreng. Selain itu 3 nomor seri kontainer yang berisi minyak goreng tidak sesuai dengan nomor seri yang tertulis di PEB," jelas Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) Republik Indonesia LaksdyaTNI Agung Prasetiawan. "Selain itu, tanggal perkiraan ekspor sesuai tercantum di PEB berbeda dengan riil pelaksanaan ekspor. Di PEB tertulis tanggal perkiraan ekspor 29 April, 1 Mei, 2 Mei, 3 Mei. Sedangkan pelaksanaan ekspor riil 4 Mei," lanjutnya. (https://hukum.rmol.id/read/2022/05/06/532718/diduga-selundupkan-minyak-goreng-kapal-mv-mathu-bhum-diamankan-tni-al-di-belawan) Digadang-gadang dakwaan ditemukan pelanggaran dengan mengangkut muatan ekspor minyak goreng, apa lacur dari putusan dakwaan yang ada dan apakah dengan alasan pidana penyelundupankah? Bukan! Simak sepenggal isi Surat Dakwaan Nomor : REG. PERKARA PDM- 45/Rp.9/Eku.2/07/2022 : “ Nakhoda yang melayarkan kapalnya sedangkan yang bersangkutan mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) perbuatan mana dilakukan terdakwa dengan cara antara lain sebagai berikut: Rafi dan Azman bin Yusof yang tidak memiliki Seaman Book (buka pelaut). Namun hanya memiliki Seaman Card. Bahwa dengan tidak lengkapnya dokumen terhadap 2 (dua) orang awak kapal yang hanya memiliki Seaman Card, perbuatan terdakwa selaku Nakhoda Kapal MV. Mathu Bhum GT.11.079 memenuhi kualifikasi sebagai orang yang mempekerjakan awak kapal tanpa memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan Internasional. Pasal 1 angka 33 UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengatakan: “Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu” Jelas tidak ada unsur pidana penyelundupan dalam dakwaan, tapi kelaik lautan kapal adalah alasan yang muncul. Ada 4 pihak yang terlibat dalam drama proses terjadinya dakwaan:

  1. Pelaut (korban)
  2. Syahbandar, yang diangkat Menhub (Administration IMO) – Penerbit Surat Persetujuan Berlayar
  3. TNI-AL – Penangkap kapal niaga.
  4. Kejaksaan Negeri Belawan – Yang memutuskan dakwaan.
Di mana Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP)? Nah ini yang menarik untuk coba dikupas tuntas. Coba kita amati bersama tupoksi masing-masing, antara lain: Tugas Syahbandar antara lain termaktub dalam UU No 17/2008 Tentang Pelayaran: Pasal 208 (1) Dalam melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (1) Syahbandar mempunyai tugas:
  1. Mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
Pasal 80 (1) Kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 meliputi: a. Pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan; b. Keselamatan dan keamanan pelayaran; dan/atau c. Kepabeanan; d. Keimigrasian; e. Kekarantinaan. (4) Fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Syahbandar. Fungsi kepabeanan, keimigrasian, dan kekarantinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Baca juga ulasan : (https://www.emaritim.com/2022/05/ikppni-kedaulatan-ciqp-sebagai-standar.html) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 82 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar : Pasal 1
  1. Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar adalah suatu kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Syahbandar terhadap kapal yang akan berlayar berdasarkan surat pernyataan Nakhoda.
  2. Surat Persetujuan Berlayar adalah dokumen negara yang dikeluarkan oleh Syahbandar kepada setiap kapal yang akan berlayar.
Apakah Syahbandar sudah melakukan tugasnya melepas MV Mathu Bhum dengan kodisi laik laut dan menerbitkan SPB sebagai dokumen negara? Sudah. Dan diserahkan pada nakhoda untuk ijin berlayar di mana tentunya 3 dokumen-dokumen negara lainnya yaitu kepabeanan, keimigrasian, kekarantinaan termasuk di dalamnya. Bayangkan, 4 dokumen negara! Apakah dokumen negara yang sah ini diakui oleh aparat yang berbeda seragam? Wallahualam Bissawab (Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya). Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok sebagaimana dimaksud dilakukan dengan: operasi militer selain perang, yaitu untuk: Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyelundupan. ( https://koarmada2.tnial.mil.id/peran-fungsi-dan-tugas-tni/ ) Apakah TNI-AL sudah menjalankan fungsinya dalam membantu pemerintah terkait pengamanan pelayaran akan penyelundupan? Sudah, dan kapal berikut awaknya ditahan. Sesuai judul dalam berita-berita di media online, pasal dakwaannya memang penyelundupan. Dan dalam proses, dokumen-dokumen sah negara dari 4 instansi pemerintah (Khususnya Syahbandar dan Pabean) juga sepertinya tidak diakui keabsahannya. Kok bisa? Tugas dan Fungsi Kejaksaan, yaitu: Melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan tugas lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan serta mengawasi jalannya penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan di bidang hukum. ( http://kejari-bandungkota.go.id/index.php/main/tupoksi ) Apakah Kejaksaan Negeri sudah menjalankan tugas negara untuk melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan lain-lain di bidang hukum? Sudah, dan dakwaan sudah terbit. Namun, apakah dasar-dasar dakwaan adalah penyelundupan sesuai berita-berita yang tersebar di media tentang ditemukan pelanggaran dengan mengangkut muatan ekspor minyak goreng? Bukan! Bila keabsahan Kelaiklautan Kapal berkenaan keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal dengan bukti SPB ditangan nakhoda dinyatakan tetap tidak berlaku, lalu bagaimana nasib Syahbandar di mata pengadilan sebagai pejabat yang mewakili menteri terkait? Tugas Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi serta evaluasi dan pelaporan di bidang patroli dan pengamanan, penegakan hukum dan advokasi, tertib pelayaran, penanggulangan musibah dan pekerjaan bawah air, sarana dan prasarana. (https://hubla.dephub.go.id/home/page/unit-kerja/direktorat-kesatuan-penjagaan-laut-dan-pantai) Lalu dimana sebenarnya tugas KPLP dengan fungsi patroli, gakkum dan advokasi serta tertib pelayaran? Mengulang lagi ketegasan isi UUD NKRI Tahun 1945 Pasal 28G ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan berdasarkan Hukum Positif untuk menegakkan keadilan dalam hukum sesuai dengan realitas masyarakat yang menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita hukum (Rechtsidee) dalam negara hukum (Rechtsstaat). Bukan negara kekuasaan (Machtsstaat). Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, penegakkan hukum harus memperhatikan 4 unsur:
  1. Kepastian hukum (Rechtssicherheit);
  2. Kemanfaat hukum (Zeweckmassigheit);
  3. Keadilan hukum (Gerechtigheit);
  4. Jaminan hukum (Doelmatigheit)
Penjelasan UUD NKRI 1945 yang selaras dengan isi dari Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) nampaknya belum tercermin dengan kasus yang menimpa seorang nakhoda kapal niaga. Kepastian hukum tidak pasti, kemanfaatan hukum tidak manfaat, keadilan hukum jauh dari keadilan, jaminan hukum tidak terjadi. Asas geen straaf zoner schuld juga dipertanyakan (tiada pidana tanpa kesalahan), di mana dasar dakwaan kasus penyelundupan hilang tanpa kesan dalam proses pengadilan. Lalu apakah kasus yang menimpa seorang Nakhoda kapal MV Mathu Bhum dapat diduga sebagai pelanggaran Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM)? Bisa saja diduga demikian terjadi. Coba kita simak isi pasal-pasal DUHAM antara lain: Dalam mukadimah: Menimbang, bahwa pembangunan hubungan persahabatan di antara negara-negara perlu ditingkatkan, Menimbang, bahwa bangsa-bangsa dari Perserikatan Bangsa-Bangsa di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menegaskan kembali kepercayaan mereka pada hak-hak dasar dari manusia, akan martabat dan nilai seseorang manusia dan akan hak-hak yang sama dari laki-laki maupun perempuan, dan telah memutuskan akan mendorong kemajuan sosial dan tingkat hidup yang lebih baik dalam kemerdekaan yang lebih luas. Menimbang, bahwa negara-negara Anggota telah berjanji untuk mencapai kemajuan dalam penghargaan dan penghormatan umum terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan yang asasi, dalam kerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pasal 9 Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang. Pasal 10 Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas peradilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya. Pasal 11 (1) Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang perlukan untuk pembelaannya. (2) Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan tindak pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu tindak pidana menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukum yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran pidana itu dilakukan. Solusi kekusutan gakkum industri pelayaran niaga dalam negara hukum NKRI ini mungkin salah satu harapan dari seluruh pemangku kepentingan, terutama para Pelaut Niaga dan para pengusaha kapal-kapal niaga. Adalah pemangku kebijakan tertinggi negara harus segera unjuk gigi menggigit para oknum-oknum yang merusak reputasi program poros maritim. Karena kondisi di atas bila tidak segera menjadi prioritas penanganan, dapat merusak citra reputasi pelayaran niaga secara internasional dan sangat kotra produktif. Entahlah kategori drama nakhoda di atas termasuk momok, humor, atau horor maritim. Lagi-lagi ini merupakan puzzle Wallahualam Bissawab bagi poros maritim dari aspek hukum.(*)
Tags :
Kategori :

Terkait