PENAJAM, nomorsatukaltim.com – Sampai sehari menjelang batas akhir penetapan APBD tahun 2022, eksekutif dan legislatif, belum satu suara. Namun demikian, titik terang mulai terlihat, setelah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar) melanjutkan pembahasan. Hasilnya, kemungkinan besar sejumlah program pemerintah tak bisa dijalankan tahun depan. Hal ini terlihat dari postur RAPBD yang sedang dibahas, hanya difokuskan untuk belanja rutin. Sementara untuk pembangunan fisik, hampir nol. Ketua TAPD, Muliadi menyebutkan pembahasan sudah mulai mengerucut. Kedua belah pihak sudah mau menurunkan tensi. "Pada intinya, semakin mengerucut. Saya sangat senang, karena kita berdua negarawan," ujarnya. Soal alasan terlambat pengesahan itu, disebutkan Plt Sekretaris Kabupaten PPU ini, sebagai hal biasa. Masing-masing pihak ingin agar programnya diprioritaskan. Padahal proyeksi APBD hanya Rp 1,16 triliun. “Poin utamanya adalah kepentingan masyarakat. Kami hanya berbeda pendapat, mana yang lebih dulu. Ini soal biasa. Ada tarik menarik. Biasalah itu," ujarnya. Muliadi membuka kemungkinan terjadi kesepakatan final pada hari terakhir penetapan APBD. Setelah itu, TAPD tinggal menunggu arahan dewan untuk bisa dilakukan pengesahan lewat paripurna. "Teman-teman di DPRD, ketua dan anggota Banggar, juga TAPD. Sikap kenegarawanannya naik, itu hebat. Jadi PPU itu hebat. Jangan dianggap PPU tidak hebat," sebutnya. Sementara, Wakil Ketua 1 DPRD PPU, Raup Muin menjelaskan parlemen masih mencermati hasil penjabaran TAPD. Yang menjadi poin ialah, pengalokasian yang ditunjukkan tidak bertentangan dan melanggar aturan. "Kami optimistis untuk menyelesaikan. Segala sesuatu dalam pembahasan sudah tidak ada masalah," katanya. Sejumlah komponen masuk dalam skema APBD 2022. Yaitu beban utang 2020, sebanyak Rp 34 miliar. Kemudian belanja seragam gratis untuk siswa baru, Rp 15 miliar. Dan alokasi honor THL Rp 145 miliar. Sementara untuk alokasi penanganan COVID-19, belum sama sekali ada kepastiannya. Karena saat ini, masih berfokus ke belanja inti. Dengan anggaran yang ada itu, sudah dapat dipastikan tidak ada program pembangunan infrastruktur. Kalaupun ada, itu hanya bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Bantuan Keuangan (Bankeu). "Jadi tahun depan itu, APBD digunakan untuk belanja rutin. Pembangunan tower, anjungan dan penyertaan modal itu tidak ada. Dari postur APBD yang ada, kelanjutan pembangunan rumah jabatan juga tidak ada," urainya. Kemudian, yang termasuk belum terakomodir juga ialah pengalokasian kemungkinan utang 2021. Karena menurut prediksi, saat ini telah ada beban utang yang disebabkan defisit sekitar Rp 290 miliar. "Kami sudah pertanyakan, tapi tidak ada kejelasan sumber uangnya dari mana. Maka jika benar defisit itu Rp 290 miliar, itu akan jadi masalah lagi di 2022," sebut Raup. Termasuk pengalokasian ke pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD PPU. Dipastikan tak masuk dalam skema RAPBD 2022. Menanggapi itu, DPRD PPU mengerti. Karena memang situasi dan kondisinya sudah tidak memungkinkan. "Mengingat angka itu, jauh dari harapan. Jadi kita harus saling memahaminya lah. Mereka melihat yang paling penting pemerintahan harus berjalan. Tak bisa lagi memaksakan diri. "Karena kalau mau dipaksakan, imbasnya tetap ke masyarakat. Kami di DPRD tidak mau itu terjadi," imbuhnya. Dengan keadaan ini, optimis pengesahan bisa dilakukan segera. Dan paripurna bisa dilaksanakan dalam pekan ini. Bupati PPU Abdul Gafur Mas’ud (AGM) awal pekan ini percaya diri APBD bisa disahkan. “APBD memang molor terus. Tapi insyaallah akan tetap berjalan. Semua akan berjalan sesuai peraturan perundang-undangan dan peraturan presiden,” jelasnya. Ia membuka kemungkinan pengesahan APBD dilakukan menggunakan peraturan kepala daerah (Perkada). Namun AGM tidak menginginkan itu terjadi. “Insyaallah (disahkan lewat perkada), kalau tidak bisa disahkan secara paripurna. Karena kita akan lakukan (untuk) pembangunan. Karena pembangunan tidak boleh berhenti,” bebernya. Ketua DPRD PPU, Jhon Kenedi menjelaskan, pengesahan APBD tinggal menunggu kesepakatan alokasi anggaran. “Nah, mungkin pemerintah masih banyak yang diatur untuk alokasi tahun depan. Kalau itu sudah selesai, ya paripurna sudah,” tegasnya. Secara teknis, DPRD PPU mengakui ada beberapa hal yang menjadi hambatan. Salah satunya ialah soal pengalokasian anggaran yang harus menggunakan aplikasi sistem informasi pembangunan daerah (SIPD). “Karena menyusun pembahasan juga harus membuka aplikasi SIPD. Jadi agak rumit. Karena kegiatan enggak bisa masuk nyelonong. Harus lewat rencana setahun sebelumnya,” kata Jhon. Satu hal yang disebut kerap mempersulit pengesahan ialah adanya tarik-menarik kepentingan anggaran. Yaitu dana aspirasi dalam bentuk pokok-pokok pikiran (pokir). Satu sisi, daerah masih terbebani utang pekerjaan 2020 dan 2021 akibat defisit. Tapi itu disanggah Jhon. Menurutnya, kepentingan pokir itu belum sama sekali dibahas. Karena pengalokasiannya masih memerlukan penjabarannya dari TAPD. “Pokir itu membantu pemerintah dengan kegiatan di wilayah-wilayah yang belum tersorot. Itu juga harus terencana setahun sebelumnya. Tidak bisa hari ini, langsung masuk. Karena juga masuk SIPD,” jelasnya Sama seperti Pemkab PPU, meski dalam serba keterlantaran, DPRD PPU masih yakin APBD 2022 bisa disahkan secara paripurna melalui peraturan daerah (perda). “Insyaallah segera selesai. Jadi tinggal revisi-revisi aja lagi,” pungkasnya. (*)
APBD PPU Ditentukan Hari Ini, Kesepakatan Belum Tercapai
Rabu 15-12-2021,12:02 WIB
Editor : Yoyok Setiyono
Kategori :