Nomorsatukaltim.com - Pileg 2024 masih jauh. Tapi partai-partai politik di Kalimantan Timur mulai bersolek mempersiapkan gelaran lima tahunan. Selain menebar pesona ke kalangan konstituen, penggeseran kader juga dilakukan. Saling transfer dan rekrut kader mulai terjadi.
DI Kabupaten Kutai Kartanegara, PDIP resmi mengangkat Edi Damansyah sebagai pucuk pimpinan Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Bupati Kukar itu terpilih dalam Rapat Konsolidasi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Kaltim bersama DPC dan PAC PDIP di Kukar, akhir pekan lalu.
Edi Damansyah secara resmi menggantikan posisi Solikin di sisa masa jabatan 2019-2024. Penggeseran Solikin tertuang dalam Surat Keputusan Pembebastugasan dan Penetapan Sebagai Ketua DPC yang baru per tanggal 15 November 2021.
Edi Damansyah mendapat tugas memenangkan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 dengan target 15 kursi. Banteng merah juga mengincar pucuk pimpinan DPRD Kukar 2024-2029 mendatang.
Asal tahu saja, selama puluhan tahun, Ketua DPRD Kukar dan Bupati, mengakar kuat di bawah ‘beringin’.
Terkait tugas itu, Edi Damansyah mengaku optimistis dapat memenuhi target. "Tidak ada pekerjaan yang tidak tercapai, jika selalu bersatu dan kerja bersama, dan mengedepankan kepentingan PDIP di Kukar," kata bekas Sekretaris Daerah itu.
Mantan birokrat itu bertekat meningkatkan soliditas pengurus di seluruh struktur partai. Termasuk legislatif, pimpinan anak cabang, para kader dan simpatisan.
Strategi itu diakui Edi sudah dibahas dalam Rapat Koordinasi di tingkat DPC dalam persiapan berlaga di Pileg. Soal strategi banteng menguasai legislatif, Edi meminta lawan politiknya mengamati apa yang mereka lakukan jelang Pileg 2024.
Sementara itu, Bendahara DPD PDIP Kaltim, Muhammad Samsun, menjelaskan jika pergantian kepemimpinan pada struktur partai dianggapnya sudah sangat biasa. Sesuai mekanisme yang ditetapkan partai.
Dengan pergantian kepemimpinan ini, dijelaskan Samsun dapat mempertajam target yang diusung partai. Yakni memenangkan Pileg, Pilkada dan Pilpres. Dan diyakini bisa direngkuh di Kukar.
"Harapannya tentu ini untuk penyegaran organisasi dan mempertajam target yang diusung," pungkasnya. Samsun tak menjelaskan posisi Solikin yang ‘dibuang’ usai turut memenangkan Edi Damansyah di Pilkada tahun lalu.
PINDAH KAPAL
Selain PDIP yang merekrut tokoh di luar kader sebagai pimpinan partai, Nasional Demokrat (NasDem) Penajam Paser Utara (PPU) sudah ‘membajak’ kader partai lain.
Salah satu kader senior Partai Golkar PPU, Nanang Ali, memilih kapal baru menuju Pileg 2024. Politikus senior di calon ibu kota negara baru menjadi nakhoda partai yang dipimpin Surya Paloh.
“Rumah baru, semangat baru,” ucap pria yang pernah menjabat sebagai Ketua DPRD PPU tiga periode ini. Nanang Ali mengaku ingin mencari suasana baru supaya leluasa melakukan kegiatan politik.
Secara terbuka, Nanang Ali mengaku akan berlaga di Pileg yang akan berlangsung kurang 3 tahun lagi. Pada tahap awal, Nanang Ali berencana memperbaiki infrastruktur partai.
Dimulai dengan melaksanakan konsolidasi, pemantapan pengurus kecamatan sampai ke tingkat kelurahan/desa “Sebagai ujung tombak, tingkat ranting akan menjadi titik utama untuk meraih suara partai. Kita akan seriusi di situ,” sebut Nanang dilansir Disway Kaltim, September lalu.
Kemudian juga melakukan pengkaderan. Targetnya ialah 2.900 kartu tanda anggota (KTA) Nasdem dibuat. Adapun saat ini anggota yang sudah terhimpun sekira 770 orang.
Selain struktur, yang akan dihidupkan juga sayap-sayap partai Nasdem. Akan dibenahi untuk dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan masyarakat. “Pelan-pelan kita benahi. Targetnya akhir tahun ini sudah selesai semua,” ucapnya. Soal semangat yang ia sebutkan di awal tadi, ialah semangat restorasi. Nanang mengibaratkan itu dengan mengahdirkan perubahan. Soal pembangunan dan pengayoman. Khususnya di PPU.
“Kalau saya lihat pemerintahan saat ini, sudah bagus. Tinggal butuh kecermatan saja dalam menentukan mana yang prioritas. Khususnya soal infrastruktur dasar, pertanian dan transportasi,” katanya.
Selain Nanang Ali, tokoh lain yang lompat ke NasDem ialah Isran Noor. Gubernur Kaltim yang dicalonkan oleh Gerindra dan PKS itu, resmi menjadi Ketua DPW NasDem Kaltim menggantikan posisi Harbiansyah Hanafiah.
Sebelum masuk partai besutan Surya Paloh, bekas Bupati Kutai Timur pernah menjadi menjadi pengurus Demokrat. Lalu pindah ke Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) pimpinan Hendropriyono.
Sementara sang wakil, Hadi Mulyadi, mengikuti jejak mantan Ketua Umum PKS, Anis Matta. Hadi menakhodai Gelora Kaltim pada 2020.
Sementara mantan Ketua DPRD Balikpapan, Burhanuddin Solong yang sempat memimpin Partai Berkarya Kaltim, kembali lagi ke beringin setelah gagal dalam Pileg 2019.
SALING MENGUNTUNGKAN
Pengamat Politik Sony Sudiar menilai cara parpol merekrut pengurus di luar kader, sah-sah saja. Pengajar ilmu politik di Universitas Mulawarman Samarinda itu menyebut proses rekrutmen secara instan melihat latar belakang orang yang direkrut.
“Memang, rekrutmen politik model seperti ini, parpol mencari kader yang bonafit dan memiliki nilai yang tinggi untuk mendongkrak popularitas para perekrut di daerah. Ini sah – sah saja,” terang Sony Sudiar Senin (22/11).
Parpol melakukan jalan pintas lantaran mengkader seorang simpatisan dari nol jauh lebih susah, dibandingkan memperoleh ‘barang’ yang sudah jadi.
Parpol hanya tinggal mendoktrin kader baru tentang platform politiknya. Hal ini karena orang yang memang sudah punya background parpol pasti mempunyai basis konstituen.
Apalagi kalau melihat latar belakang kader baru tersebut memiliki massa pendukung yang banyak. Pasti, massa tersebut akan mengikuti figur ke manapun. Figur itu pindah parpol, massa pun nunut.
Terkait figur Edy Damansyah, Sony melihat PDIP ingin menegasikan bahwa pihaknya mempunyai kader yang menjadi kepala daerah. Hal ini menjadi hubungan simbiosis mutualisme.
“Dengan bergabung Pak Edi di PDIP muncul hubungan simbiosis. PDIP butuh Pak Edi, Pak Edi butuh rumah untuk dia singgah untuk meningkatkan popularitas dia dan partainya.”
“Itu dapat membuat strategi parpol untuk merenggut banyak massa lebih besar. Dengan menjadi kepala daerah, popularitasnya semakin jauh meningkat, bersamaan dengan juga meningkatkan popularitas parpolnya,” papar Sony.
Rekrutmen kader ini, menurut Sony, menandakan parpol memahami manajemen pengelolaan interaksi kader. Lantaran keputusan merekrut kader instan bisa memunculkan konflik internal.
“Di parpol kan ada simpatisan kader yang berkarir dari bawah. Ini kan rasa kepemilikan partai itu jauh lebih kuat dibanding yang baru. Bisa jadi.”
“Parpol punya pertimbangan lain, merekrut orang – orang yang sudah jadi dan punya pengalaman dan professional, jauh lebih mendongkrak popularitas dan suara partai pada saat pemilu. Ketimbang orang – orang yang sudah ada,” imbuhnya.
Secara umum, kaderisasi parpol terjadi antara, kader yang dilamar. Dan ada pula kader yang melamar. Parpol merekrut dari luar karena dinilai menguntungkan. *MRF/LID