Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) memang merupakan agenda pusat. Tapi mengingat lokasi pemindahannya ke Kaltim. Keterlibatan putra putri terbaik Benua Etam di Badan Otorita mulai didengungkan.
NUR ROBBI SYAI’AN, RYAN AMANTA
EMPAT sosok yang akan memimpin Badan Otorita IKN telah disebutkan Presiden Joko Widodo sejak Maret 2021. Kemudian dipertegas lagi oleh presiden beberapa hari lalu. Yang rupanya, berhasil menimbulkan beragam respons dari publik Kaltim.
Akademisi Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menyebut bahwa kualitas SDM Kaltim sebenarnya tidak kalah baik. Dari mereka yang sudah berkarier di pusat. Namun begitu, ia tak mau terjun pada pembahasan apakah perlu presiden mengangkat orang Kaltim menjadi pemimpin IKN.
“Ini kan bukan memilih kepala daerah. Jadi dari manapun enggak ada masalah.”
“Apalagi penentuan kepala Badan Otorita itu memang ada di tangan presiden. Jadi tentu saja sangat ditentukan oleh selera subjektif presiden.”
“SDM Kaltim enggak kalah, sih, dengan daerah lainnya. (Tapi) mainnya kurang jauh, kurang kencang, dan kurang merepresentasikan problem pokok warga Kaltim aja,” ujarnya, 24 Oktober lalu.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi telah membocorkan calon pemimpin IKN. Yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Bambang Brodjonegoro, Azwar Anas, dan Tumiyana.
Dipilihnya 4 sosok tersebut, kemudian memantik tanggapan dari Kalimantan Timur Development Forum (KDF). Mereka beranggapan bahwa penentuan itu tidak berbasis kearifan lokal. Sehingga rentan memunculkan konflik.
"Presiden harus memperhatikan aspirasi Masyarakat Kaltim yang menghendaki munculnya figur kepala Badan Otorita IKN merupakan tokoh lokal," kata Sekretaris KDF, Sunarto Sastrowardojo, baru-baru ini.
"Bukan saya tidak percaya kepada intelektual Jakarta yang sarat pengalaman, di bidang sosial, politik, dan ekonomi. Tapi ada kearifan budaya lokal yang harus diperhatian agar tidak terjadi jurang budaya," tegasnya.
Menurutnya, keberadaan tokoh lokal menjadi sangat penting. Mulai dari persiapan, hingga IKN benar-benar pindah. Dalam rancangan pembangunan harus tetap mencerminkan nilai-nilai budaya Kaltim. Lebih spesifik Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
Mereka nantinya akan lebih komprehensif dalam perancangan pembangunan IKN baru. Dengan melibatkan nilai-nilai budaya. Yang tak hanya sekadar dari segi arsitektur dan struktur bangunan saja.
Kombinasi teknologi dan nilai budaya lokal itu, kata Sunarto, mutlak harus dirancang. Karena hal sekecil apapun akan menjadi sejarah peradaban baru di Indonesia.
"Misalnya simbol-simbol budaya dan peradaban Kutai dan Paser yang tergeser oleh egodesain," kata Narto, sapaannya.
Contoh saja salah satu rancangan istana negara baru berbentuk burung garuda. Yang baru juga desain, sudah mendapatkan protes dari banyak kalangan. Akhirnya juga mesti direvisi.