Merdeka atau Belum, Tergantung Sudut Pandangmu

Jumat 20-08-2021,19:34 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Merdeka atau belum adalah kalimat yang selalu diperdebatkan saban perayaan hari kemerdekaan. Ada yang menganggap bangsa ini sudah mutlak merdeka. Namun ada yang merasa masih banyak sektor yang jauh dari kata merdeka. Pada akhirnya, perspektif individu dalam memahami konteks kemerdekaan, adalah jawaban apakah Indonesia sudah merdeka atau sebaliknya.

OLEH: AHMAD AGUS ARIFIN

INI adalah Ngopi Sore episode ke-32. Program besutan Diskominfo Kaltim dan nomorsatukaltim yang tayang secara langsung pada Kamis 19 Agustus sore ini mengambil tema ‘Kemerdekaan yang Hakiki’. Sebagai narasumber, Kadis Kominfo Kaltim Muhammad Faisal dan tim mendapuk dua sosok muda, Fareis Althalets dan Celni Pita Sari.

Fareis adalah seorang dosen di Prodi Administrasi Bisnis, Unmul. Pengusaha tour and travel, juga pengurus cabang olahraga basket Kaltim. Sementara Celni, adalah legislator debutan di DPRD Samarinda, dari Partai NaSdem. Di olahraga, Celni adalah manajer Timnas Futsal Indonesia U-20. Gokil.

Produser baru saja menyerukan untuk take segmen pertama, dan pemandu acara Nichita langsung memanaskan dialog dengan pertanyaan, “Apakah Indonesia sudah merdeka?”

Celni yang mendapat kesempatan pertama, langsung menjawab dengan, “Menurut saya, belum.” Jawaban lugas seperti ini tentu sudah diprediksi keluar dari mulutnya. Namanya juga masih muda, kadar idealisnya masih tinggi tentunya.

“Kemerdekaan yang hakiki itu ya kita bebas berekspresi. Bebas merdeka dalam bentuk fisik dan pikiran. Kita belum sepenuhnya merdeka, khususnya buat wanita, ya. Masih ada gap soal kesetaraan gender. Hak mengemukakan pendapat masih banyak dibelenggu,” Celni menjelaskan alasannya. Sebagai perwakilan wanita di parlemen, dia merasakan betul masih ada kesenjangan seperti yang dimaksud.

Sorot kamera kemudian terarah ke Fareis. Sosok dosen muda itu punya jawaban yang sedikit unik. Bahwa dari sudut pandangnya sebagai akademisi, kemerdekaan itu adalah kata sifat. Kapan Indonesia merdeka dan kapan masyarakat Indonesia merasakan kemerdekaan itu adalah hal berbeda. Kemerdekaan itu, tergantung dari aspek-aspek yang dimiliki tiap individu.

“Tergantung sudut pandang siapa yang menilai. Anak kuliah yang skripsi mereka belum merdeka,” ujarnya memberi contoh.

Namun secara umum, Fareis sepakat bahwa masih ada cukup banyak aspek yang belum merdeka atau mungkin dimerdekakan. Yang paling kentara adalah kemerdekaan finansial masyarakat Indonesia. Pemerintah atau pun kalangan profesional, menurut Fareis, punya kewajiban untuk memerdekakan kaum lemah finansial.

Namun itu adalah pekerjaan panjang dan memerlukan tahapan yang perlu terus diremajakan. Sederhananya, Fareis bilang Indonesia butuh lebih banyak calon pemimpin berkarakter. Butuh lebih banyak pengusaha sukses untuk membuka lapangan pekerjaan.

Untuk sampai ke sana, Fareis memandang bahwa anak muda saat ini perlu mempelajari sejarah Republik Indonesia. Tidak harus sampai sedetail sejarawan. Paling tidak, mereka mendapatkan poin bahwa kemerdekaan NKRI bukan lah give away. Banyak tumpahan darah di sana.

Sejarah bangsa yang lebih banyak kelamnya itu, akan memotivasi anak muda untuk memerdekakan dirinya sendiri. Mencapai kesuksesan dan kesejahteraanya sendiri. “Kita harus berjuang memerdekakan diri sendiri baru merdekakan bangsa (masyarakat) Indonesia (lainnya),” tegasnya.

Kemerdekaan yang hakiki bagi Fareis, bukan melulu soal pencapaian saja. Tapi bagaimana seorang pemuda bisa mencapai puncak kehidupan, bersama etika yang tertanam pada dirinya. Perkara etika dan moralitas ini belakangan menjadi masalah pelik. Kemajuan teknologi dan media sosial turut menghadirkan kemunduran. Cara berperilaku milenials dan kaum generasi Z saat ini lebih mencontoh sosok idola yang tak jarang toxic. Ketimbang mengamalkan ilmu etika dari pelajaran budi pekerti dan kewarganegaraan.

“Saya sih berharap pelajaran soal budi pekerti itu disamakan porsinya dengan mata pelajaran lain. Dan terus ada dari tingkat SD sampai perkuliahan,” harap Fareis.

Soal kemunduran yang dihadirkan kemajuan itu, Celni juga sepakat. Dia merasakan sendiri bagaimana era sudah bergeser terlalu jauh. Dari segi pertemanan, kebiasaan, cara belajar, dan cara hidup dikatakannya sudah berbeda sekali.

Tags :
Kategori :

Terkait