MotoGP Ditinggal Rossi, LaLiga Ditinggal Messi

Sabtu 07-08-2021,23:16 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

Gelaran balapan dunia sepeda motor tak akan lagi sama mulai musim depan. Terlepas betapa hebatnya Marc Marquez dan mulai munculnya bakat-bakat besar dalam diri Quartararo, Zarco, hingga Mir. Rasanya tentu akan berbeda jika tanpa Valentino Rossi. Hal yang tak jauh berbeda akan dialami LaLiga, mulai musim ini. Sebabnya, Lionel Messi tak akan berseragam Barcelona lagi. Federasi sepak bola Spanyol saat ini patut ketar-ketir. Karena akan lebih sulit menjual pamor LaLiga tanpa kehadiran Messi, yang sudah didahului dengan kepergian, Cristiano Ronaldo.Sang rival abadi.

Nomorsatukaltim.com - JAGAD olahraga di Eropa menjadi gaduh pada Kamis (5/8) malam waktu setempat. Paling tidak, ada tiga hal besar terjadi berdekatan. Pertama, resminya Jack Grealish menjadi rekrutan Manchester City dengan mahar 100 juta paun atau sekitar Rp 2 T. Bukan … Rp 2 T yang prank itu ya. Kedua, pengumuman pensiunnya Valentino Rossi dari MotoGP mulai musim depan. Terakhir dan yang paling menghebohkan. Sampai pemberitaan soal Grealish dan Rossi nyaris tenggelam, adalah perpisahan Lionel Messi dengan Barcelona. Mengenai Grealish, ya, sudahlah. Pandangan tentang betapa over price-nya gelandang nasional Inggris itu memang jadi perdebatan. Tapi menengok tren dalam 2 tahun terakhir. Di mana harga pemain lokal di Liga Inggris jadi tidak ‘lokal’ lagi. Pembelian tetangga berisiknya Manchester United itu bisa dimaklumi. Hal yang lebih menarik untuk diulas, ya, soal Rossi dan Messi. Tentang dampak apa yang akan mereka tinggalkan untuk kejuaraan masing-masing. MotoGP dan LaLiga. Valentino Rossi mulai mengabdikan dirinya pada ajang balap sepeda motor dunia pada tahun 1996 silam. Membawa bakat besarnya, pria kelahiran Urbino, Italia itu langsung menyabet juara di kelas 125 cc di tahun keduanya. Gelar berikutnya didapat pada 1999 dengan menjadi juara di kelas 250 cc. Tak butuh waktu lama baginya untuk mendapat perhatian dunia. Pada tahun berikutnya, Rossi secara resmi mengenyam debut di kelas utama (saat itu bernama GP500). Naik podium sebanyak 10 kali di musim perdana, dengan 2 kali di antaranya keluar sebagai juara. Rossi dianggap sebagai ancaman besar. Walau pada musim 2000 itu, Rossi urung mendapat titel karena kalah dari Kenny Robert Jr. Rossi kemudian balas dendam di musim 2001. Ia memenangkan 11 balapan. Dominan! Gelar juara dunia di kelas utama pun jatuh ke tangannya. Gelar itu kemudian menjadi pembuka untuk gelar-gelar selanjutnya. Karena setelah itu, Rossi kembali jadi juara pada musim 2002, 2003, 2004, dan 2005. Rentetan dominasinya sempat diputus oleh Nicky Haiden (2006) dan Casey Stoner (2007). Dua musim beruntun berikutnya, Rossi mengambil mahkotanya lagi. Juara pada tahun 2009 itu kemudian menjadi akhir dari dominasi Sang Doktor. Karena 11 musim selanjutnya, Rossi gagal mempertahankan kejayaannya. Catatan kegagalannya tampak akan bertambah 1 musim, tahun ini. Selain faktor usia, juga karena kehebatan Stoner, Lorenzo, hingga Marc Marques bergiliran tak bisa dibendung lagi. Bahkan dengan segala pengalaman Rossi di lintasan balap. Tapi tahukah? Seberapa pun hebatnya nama-nama di atas. Bahkan jika Marquez kelak melampaui rekor Rossi (yang tentu rekor sebagai juara 125 cc, 250 cc, GP500, dan MotoGP tak akan bisa dipecahkan). Mereka semua tak akan bisa melampui The Doctor dalam satu hal; pamor. Dalam sejarah MotoGP, tak ada nama yang lebih besar dari Valentino Rossi. Bahkan di senjakala karienya, hasil balapan Rossi yang kerap di urutan buntut. Tetap menjadi berita utama media. Judul-judul seperti; Marquez Menang di Jerez, Rossi Urutan Ke-15, Lorenzo Menangkan Seri Catalunya, Rossi Gagal Finis, atau judul serupa mudah sekali ditemui. Intinya, Rossi akan selalu ada dalam setiap langkah MotoGP. Itu. Ayah Valentino Rossi, Graziano, pada Februari tahun lalu pernah bilang. Bahwa atmosfer balapan MotoGP akan berubah ketika putranya sudah tak lagi membalap. "Saya pikir MotoGP kurang lebih akan sama dalam persaingan di lintasan, tetapi tribun penonton tidak," kata sang ayah, dilansir dari Motorsport. "Sampai sekarang, penggemar berat tribun kuning neon dan nomor 46 masih terlihat dominan," lanjutnya. Yang dikatakan Graziano Rossi memang benar adanya. Di sirkuit mana pun MotoGP digelar, pendukung Rossi selalu jadi yang paling mencolok. Dari segi warna maupun kebisingan yang diciptakan. Dan apa yang terjadi di lintasan, adalah representasi dari apa yang terjadi di luaran. Pendukung layar kaca Rossi begitu banyak, di berbagai belahan dunia. Eksistensi MotoGP untuk jadi ajang balap paling populer, bahkan mengalahkan F1. Tak lain karena keberadaan Rossi. Karena dalam hal eksposur, segala hal yang berkaitan dengan Rossi akan mendapat insight tinggi. Dan dalam dunia pasar, makin sering produk (MotoGP) muncul di hadapan publik, makin besar juga peluang mendapat perhatian dan sponsorship. Tanpa Rossi, m memang akan tetap kompetitif dan atraktif. Terlebih beberapa pembalap muda mulai menunjukkan taringnya. Sementara Si Bayi Alien, Marc Marquez juga dipercaya bisa tampil optimal lagi pasca cedera panjangnya. Soal persaingan, tak akan jadi soal. Kehilangan Rossi tak akan menghilangkan kualitas MotoGP. Namun tanpa Rossi, MotoGP akan kehilangan separuh pamornya. Ini akan berdampak pada banyak hal ke depannya. Paling sederhana saja, penonton Rossi tak akan memadati sirkuit lagi. Rating televisi juga bisa anjlok karena tak ada yang bisa memaksa fan Rossi tetap menonton aksi pembalap lainnya. "Valentino selalu bertubuh besar, baik secara positif maupun negatif. Dia akan tetap di tengah panggung (disorot) apakah dia menang atau tidak menang," kata Dovi mengutip Tuttomotoriweb, Januari 2020 lalu. Ketika ditanya soal kemungkinan pensiunnya Rossi. Pernyataan Dovi selanjutnya juga sama. Katanya, diakui atau tidak Rossi merupakan salah satu pembalap yang membawa MotoGP jadi lebih besar dan dikenal banyak pihak seperti sekarang. "Jika berhenti, saya pikir itu akan membawa perubahan besar bagi semua orang, tetapi saya benar-benar berpikir dia akan melakukan segalanya untuk tidak berhenti," katanya. Walau pada akhirnya, kekhawatiran ini masih lah asumsi. Namun tetap saja, MotoGP tak akan lagi sama, mulai musim depan. * Para petinggi PSSI-nya Spanyol rasanya sedang harap-harap cemas saat ini. Kejayaan LaLiga di pentas Eropa yang mulai memuncak di era Los Galacticos jilid duanya Real Madrid dan generasi emas La Masia-nya Barcelona. Kini berada di ambang keterpurukan. Pasalnya, 2 megabintang yang berkaitan dalam membawa kedigdayaan LaLiga itu; Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Secara resmi tak akan lagi bermain di Tanah Spanyol. Ditambah dengan salah strateginya LaLiga untuk menembus pasar dunia. Begini … begini. Sejak medio 2008, LaLiga mulai meruntuhkan dominasi Liga Primer Inggris di pasar dunia. Walau belum mampu mengalahkan dari sisi penjualan hak siar. Namun secara prestasi, tim-tim LaLiga begitu menonjol. Kedigdayaan LaLiga memang melibatkan banyak nama besar. Dari Real Madrid misalnya, ada nama Cristiano Ronaldo, Xabi Alonso, Sergio Ramos, Pepe, Casillas, Benzema, Bale, dan masih banyak lagi. Termasuk sang pelatih, Jose Mourinho. Dari kubu rival, Barcelona memiliki Lionel Messi, Xavi Hernandes, Iniesta, Puyol, Abidal, Valdes, Busquets, David Villa, dan ya … banyak. Termasuk di dalamnya pelatih Pep Guardiola. Kemegahan skuat Barca dan Real, ditambah berondongan prestasi mereka di kompetisi Eropa. Membuat LaLiga lebih dikenal oleh penggemar sepak bola dari seantreo bumi. Pertumbuhan fan dari kedua klub sangat meroket. Yang sebenar-benarnya meroket, ya. Ditambah, citra dari dua sosok megabintang mereka; Ronaldo dan Messi. Membuat pertandingan kedua klub sangat dinantikan. Apalagi El Classico. Di medio 2010-an, pertandingan Barca kontra Madrid begitu dinanti-nanti. Bahkan oleh mereka yang sama sekali tak mendukung kedua klub tersebut. Aksi para bintang, tensi panas pertandingan, menjadikan laga El Classico menjadi laga paling laris. Gemanya bahkan bisa mengalahkan laga final Liga Champions atau malah Piala Dunia. Di tengah meroketnya pamor LaLiga, otomatis pendanaan yang masuk jadi lebih besar pula. Perusahaan raksasa dunia berbondong-bondong menopang klub Spanyol. Karena eksposurnya tinggi. Namun di saat-saat indah itu. Pengelola LaLiga seolah abai. Mereka terbuai oleh dampak magis dua klub; Barcelona dan Real Madrid. Beserta rivalitas unik Messi dan Ronaldo. Mereka abai untuk memperkuat finansial 18 klub peserta liga lainnya. Pembagian hak siar hanya dipusatkan pada Barca dan Real saja. Sementara kedua klub itu terus tumbuh berkat gelontoran dana besar. Klub-klub lainnya malah berjalan ke arah sebaliknya. Jika pada akhirnya Atletico Madrid masih sesekali menembus dominasi dua klub ‘pemilik LaLiga’. Ya, itu murni karena kehebatan manajemennya saja. LaLiga juga terlalu asyik mengembangkan ekspansi pasar dengan hanya menjual Barcelona dan Real Madrid saja. Keterbuaian yang ternyata adalah cara terbaik petinggi LaLiga dan federasi sepak bola Spanyol untuk menggali lubang kubur mereka sendiri. Bencana bagi LaLiga kemudian hadir pada 2018. Ronaldo hengkang ke Juventus. Meninggalkan LaLiga yang telah tanpa Xavi, Iniesta, Puyol, Abidal, Pepe, Casillas, Xabi, dan bintang senior lainnya. Satu kaki LaLiga patah. Tanpa Ronaldo, antusiasme penggemar sepak bola pada LaLiga mulai menurun. Penggemar berat Ronaldo banyak yang sudah setengah hati mendukung Madrid. El Classico mulai tak seru. Lionel Messi tanpa rivalitas langsung dari Ronaldo juga tak sangar lagi. Ia bermain lebih santai, namun tetap elegan dan produktif. Matanya tak berapi lagi. Messi seperti kehilangan semangatnya. Ditambah masalah internal klub yang tak kunjung berakhir. Hanya uang besar yang mampu menahan Messi tetap di Barcelona dan Liga Spanyol. Momen-momen buruk kemudian bergantian hadir. Terpaan pandemi COVID-19 membuat keuangan Real Madrid carut marut. Tak ada bintang besar lagi yang mampu mereka datangkan. Eden Hazard, well, lihat apa yang mampu pemain Belgia itu berikan. Tak ada seujung kukunya Ronaldo dalam hal memberi dampak bagi Madrid. Sementara Barcelona, masih cukup cerdik mendatangkan sejumlah nama mahal. Namun kemudian mereka tersandung masalah gaji. Beban upah pemain tak lagi relevan dengan kondisi keuangan saat ini. Buntutnya, mereka harus kehilangan sang pemegang mahkota; Lionel Messi. Jika kehilangan Ronaldo saja LaLiga sudah kelimpungan, mari kita lihat apa LaLiga bisa tetap beken tanpa Ronaldo dan Messi? Apalagi, di masa kejayaan mereka, LaLiga belum mampu mengambil alih pasar Asia dari Premiere League. Semoga Mbah Javier Tebas sehat selalu. *AVA/YOS        
Tags :
Kategori :

Terkait