Sidang Tipikor Proyek Fiktif PT MGRM, Iwan Ratman Bantah Dakwaan Jaksa
Rabu 30-06-2021,08:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
Persidangan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang menjerat eks Direktur Utama PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM), Iwan Ratman kembali bergulir. Dalam agenda sidang eksepsi, kuasa hukum menilai dakwaan jaksa tak sesuai dengan perbuatan terdakwa.
nomorsatukaltim.com - Sidang kasus tindak rasuah proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal bahan bakar minyak (BBM) di tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT MGRM, kembali menghadirkan Iwan Ratman. Saat ini ia tengah menjalani masa penahanannya, di Rumah Tahanan (Rutan) Mapolresta Samarinda. Iwan bergabung melalui sambungan virtual, dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Samarinda, Selasa (29/6/2021) siang.
Seperti diberitakan sebelumnya, bekas pimpinan Perusda milik Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) ini, didakwa melakukan tindak pidana korupsi. Di dalam pengerjaan proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal BBM, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 50 miliar.
Proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM itu rencananya dibangun di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Namun pekerjaan itu tak kunjung terlaksana. Iwan Ratman lantas dituduh telah menilap uang proyek sebesar Rp 50 miliar, dengan cara dialirkan ke perusahaan swasta miliknya.
Persidangan yang dipimpin oleh Hasanuddin selaku ketua majelis hakim, dengan didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai hakim anggota, kini telah memasuki agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa, yang diwakili oleh Kuasa Hukumnya bernama Sudjanto.
“Sidang dengan nomor perkara 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr, dengan ini kembali dibuka secara umum,” ucap Hasanuddin ketika membuka persidangan, ditandai dengan ketukan palu.
Setelah persidangan kembali dibuka oleh majelis hakim, Kuasa Hukum Iwan Ratman langsung dipersilakan untuk membacakan sanggahannya. Atas dakwaan yang sebelumnya disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Emanuel Ahmad.
Singkat cerita, Kuasa Hukum Iwan Ratman menyampaikan tiga poin eksepsi di dalam persidangan.
"Yang pertama, ini terkait sengketa perdata. PI (Participating Interest) itu, bukan berasal dari uang negara. PI itu uang kontraktor swasta, yang diberikan kepada persero. Jadi banyak orang yang salah paham di sini," ungkap Sudjanto ketika dikonfirmasi usai persidangan.
Disampaikan di dalam dakwaan JPU pada persidangan sebelumnya. Bahwa asal usul anggaran yang digunakan PT MGRM untuk proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM itu, berasal dari dividen Pertamina Hulu Mahakam (PHM) sebesar 10 persen. Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim.
Dana hasil migas sebesar Rp 70 miliar yang diterima oleh Pemkab Kukar ini, kemudian dikelola oleh PT MGRM. Dari Rp 70 milar ini, Rp 50 miliar di antaranya untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon.
Atas dasar itu, kuasa hukum terdakwa menyebut, anggaran yang dikelola oleh PT MGRM, bukanlah uang negara. Melainkan pemasukan dividen dari persero kepada Pemkab Kukar melalui Pemprov Kaltim.
"Jadi kalau disebut uang negara, kenapa PI ini tidak dikasih masuk ke Pemkab? Karena PI itu tidak boleh dikasih masuk ke Pemkab. Itu akan batal dan akan ditarik ke pemilik perusahaan kontraktor, dan uang itu bukan masuk ke PT MGRM, tapi masuknya ke tingkat provinsi. Dari provinsi, 10 persen dibagi dua. Untuk 60 sekian persen masuk ke Provinsi. 33 persen masuk ke Pemkab," jelasnya.
Dari anggaran yang diterima PT MGRM untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, rupanya sebesar Rp 50 miliar ini dialirkan ke PT Petro TNC Internasional. Yang tak lain, merupakan perusahaan bentukan terdakwa bersama keponakannya. Dana sebesar itu dialirkan ke PT Petro TNC Internasional dalam rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama proyek pembangunan.
"Kemudian yang kedua. Menurut kami jaksanya harus cermat. Apakah ini dia sendiri mengaku, di situ ditulisnya perdata perjanjian. Kalau perdata perjanjian kenapa masuk ke ranah tindak pidana?" terangnya.
Hemat Sudjanto, alasan di balik sanggahannya, dakwaan yang diberikan kepada terdakwa tidaklah sesuai dengan apa yang telah dilakukan terdakwa.
"Ketika tindakan itu dilakukan, di situlah akan dia didakwa. Misalnya mengambil uang orang, atau transfer orang. Kenapa ini larinya (didakwakan) ke sini," tegasnya.
"Kalau dia mengambilnya (didakwakan) ke sini, berarti menurut undang-undang 40 tahun 2007. Karena itu kan persero. Nah kalau persero berartikan perdata. Sekira itu saja yang saya sampaikan," tandasnya.
Setelah mendengarkan bacaan eksepsi dari kuasa hukum terdakwa. Ketua Majelis Hakim Hasanuddin kemudian meminta kepada JPU Emanuel Ahmad, untuk mempersiapkan tanggapannya atas eksepsi yang telah disampaikan terdakwa melalui kuasa hukumnya.
"Persidangan akan kembali dilangsungkan Selasa (6/7/2021) depan. Dengan agenda tanggapan eksepsi dari penuntut umum. Sidang ditunda," tutup Hasanuddin sembari mengetuk palu persidangan.
Disampaikan di dalam fakta persidangan sebelumnya. Terdakwa Iwan Ratman Bin Mansyur Yusuf, diangkat sebagai pimpinan di Perusda milik Pemkab Kukar yang bergerak di bidang minyak dan gas tersebut, berdasarkan Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 304/SK-BUP/HK/2018 pertanggal 7 September 2018.
Kala itu, JPU Emanuel menyampaikan, sandungan perkara yang kini menjerat terdakwa berlandaskan penyalahgunaan jabatan. Di mana dengan posisinya sebagai pucuk pimpinan di PT MGRM, terdakwa secara leluasa telah mengalihkan dana sebesar Rp 50 miliar ke PT Petro TNC Internasional.
Dalam rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama dalam proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Disebutkan anggaran yang yang digunakan untuk proyek pembangunan tangki timbun di tiga daerah berasal dari dividen Pertamina Hulu Mahakam sebesar 10 persen.
Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim. Dana hasil migas sebesar Rp 70 miliar yang diterima oleh Pemkab Kukar ini, kemudian dikelola oleh MGRM. Dari Rp 70 miliar ini, Rp 50 miliar di antaranya untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon.
Namun sampai saat ini pembangunan itu tidak pernah ada. Alih-alih hendak dilaksanakan, uang sebesar Rp 50 miliar itu justru dialihkan ke perusahaan yang tak lain merupakan bentukan Iwan bersama keponakannya. Pria yang pernah dinobatkan sebagai TOP CEO BUMD tersebut, merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro T&C International.
Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman akan menilap uang puluhan miliar tersebut. Kerugian negara sebesar Rp 50 miliar tersebut, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur dengan Nomor LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 2021.
Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 SAyat (1) Ke-1 KUHPidana.
Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (aaa/zul)
Tags :
Kategori :