Bupati PPU: Saya Ajak Seluruh Kepala Daerah Tak Urusi Covid

Rabu 30-06-2021,03:14 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Lebih lanjut, secara langsung Bupati yang aktif bermedsos ini meminta media massa mem-viral-kan penyataan itu. Ia menegaskan kejengahannya.

"Mau dia statusnya warna hitam, mau ungu sekalian, saya selaku Bupati yang diperiksa dan dipermasalahkan karena corona, pengadaan dan lain-lainnya ini, saya tidak mau ngurusin. Langsung saja pemerintah pusat yang urusin," bebernya.

Karena itulah secara terbuka, Abdul Gafur Mas’ud menyatakan “akan menarik diri untuk mengurusi yang namanya Corona. Mulai dari pengadaan, penanganan serta lain-lain. Saya menarik diri,” ucapnya.

Pernyataan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 PPU diucapkan usai menghadiri Rapat Paripurna Penyampaian Raperda Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2020, Selasa, (29/6).

Respon Akademisi

Tak ayal, beragam respon khalayak segera bermunculan. Redaksi mengumpulkan pendapat pengamat bidang hukum dan analis sosial budaya untuk Pak Bupati.

Hardiansyah Hamzah, pengajar hukum dari Universitas Mulawarman, menilai bahwa Bupati AGM telah memperlihatkan sikap yang sebenarnya tidak patut untuk dipertontonkan oleh seorang kepala daerah.

Pendapat dia itu, juga dapat diartikan sebagai bentuk pembangkangan kepada Menteri Dalam Negeri. Pengamat yang kerap disapa Castro, menilai bahwa Bupati PPU layak diberi sanksi teguran.

Karena bagaimanapun, menurutnya, kendali utama penanganan pandemi di PPU ada di tangan kepala daerah. Bahkan dalam surat edaran menteri dalam negeri, secara eksplisit disebutkan; ketua satuan tugas (Satgas) COVID-19 adalah kepala daerah.

"Itu ex-officio dijabat oleh kepala daerah, dan tidak boleh didelegasikan kepada pejabat lain," kata Castro, berbicara kepada media ini secara daring, Selasa (29/6).

Menurutnya, kalau kepala daerah menyerah dan menyatakan mundur dari urusan publik maha penting itu, maka hal tersebut dapat dimaknai dalam dua hal.

Pertama, kepala daerah bersangkutan gagal melindungi warganya. Dan Kedua, kepala daerah membangkan kepada atasannya, dalam hal ini menteri dalam negeri.

"Harusnya kepala daerah ini dipanggil dan diberi sanksi berupa teguran oleh mendagri. DPRD juga harusnya menjalankan fungsi pengawasannya dengan menggunakan hak interpelasi atau hak angket kepada bupati. Dengan argumentasi melabrak SE Mendagri dan menyerah gagal menangani pandemi COVID-19," tutur akademikus yang terkenal kritis.

Di samping analisis hukum tadi, Castro juga beranggapan bahwa alasan yang melatarbelakangi aksi Bupati PPU itu tak bisa diterima nalar sehat publik.

Mana ada pejabat publik marah dan kecewa karena diperiksa, katanya. Seharusnya, kalau kepala daerah itu merasa tidak ada yang bermasalah, tidak perlu risih.

Malah, "kalau disebut pendanaan COVID-19 itu urgen (mendesak) jadi perlu diberikan kelonggaran, itu justru logikanya terbalik. Justru karena dana COVID-19 ini rawan disalahgunakan oleh penumpang gelap, makanya harus diawasi ketat. Itu logikanya!!" tutup Castro.

Tags :
Kategori :

Terkait