Dianggap Kerasukan Genderuwo, Aisyah, Bocah 7 Tahun Diruwat hingga Tewas

Selasa 18-05-2021,22:41 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

Temanggung, nomorsatukaltim.com – Dianggap kerasukan genderuwo, seorang bocah perempuan bernama Aisyah di Temanggung, Jawa Tengah, tewas karena diruwat. Jasadnya ditemukan tinggal kerangka ditutupi kulit, yang berbungkus kain. Layaknya mumi.

Kasus ini tidak hanya mengegerkan warga  Dusun Paponan, Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Masyarakat di berbagai daerah di Indonesia ikut bersuara melalui media sosial. Nama Aisyah, korban tewas, menghuni puncak topik jagat Twitter.  Warganet mengecam para pelaku yang terlibat dalam kematian bocah 7 tahun itu. Kematian Aisyah diduga terkait dengan rencana kedua orang tuanya, Marsidi (42) dan Suwarthinah (38) yang akan “mengobati” kenakalan Aisyah. Mereka meminta bantuan Haryono (56) dan Budiono (43) tetangga di dusun itu. Dua orang ini dikenal sebagai ‘orang pintar’. Istilah lain untuk dukun. Informasi yang diperoleh   Polres Temanggung menyebut, kedua ‘orang pintar’ ini menyebut kenakalan Aisyah karena kerasukan sosok genderuwo. Untuk mengobatinya, maka Aisyah harus diruwat. Caranya dengan  dengan cara menenggelamkan bocah itu ke dalam bak mandi. Akibat proses ruwat itulah, Aisyah diduga meninggal dunia. Kepada Marsidi dan Suwartinah, kedua dukun itu menyatakan Aisyah sedang tidak sadar. Itu dikarenakan Aisyah masih dalam pengaruh genderuwo yang selama ini merasuki tubuh bocah perempuan tersebut. Karena itu, sang dukun berpesan agar menidurkan Aisyah di tempat tidur. Nantinya, Aisyah akan bangun dengan sendirinya jika memang genderuwo yang merasuki Aisyah sudah benar-benar pergi. Pesan itu lantas dituruti Marsidi dan Suwarthinah dengan menidurkan anaknya di tempat tidur. Yang cukup mencengangkan adalah, keduanya tetap membiarkan jenazah Aisyah membusuk hingga tinggal kerangka dan kulit saja. Diduga, Aisyah sudah meninggal empat bulan lalu. Awal Mula Terbongkar Peristiwa ini terbongkar pada lebaran lalu. Saat itu, seluruh keluarga berkumpul di rumah kakek korban, di Dusun Selingkung, Desa Congkrangan. Ketika keluarga berkumpul, budhe korban, Suratini, menanyakan keberadaan keponakannya kepada sang kakek. Sang kakek menyatakan, bocah itu sudah empat bulan ini sakit dan sudah tak pernah bertandang. Itu didasarkan informasi yang diberikan Marsidi dan Suwarthinah. Atas dasar itu, Suratini mengajak seluruh keluarga untuk menjenguk Aisyah. Saat mendatangi rumah Marsidi dan Suwarthinah, seluruh keluarga mendapati Aisyah sudah tidak lagi bernyawa. Bukan itu saja, jenazah bocah malang itu bahkan terbaring tinggal kerangka dan kulit seperti mumi. Aisyah ditemukan terbaring di tempat tidur dengan posisi terlentang di kamar. Akan tetapi, kedua orangtuanya bersikukuh sang buah hati tidak meninggal. Setelah didesak seluruh keluarga, keduanya akhirnya menceritakan ihwal kejadian yang menimpa anak perempuannya. Hal itu kemudian dilaporkan keluarga ke kepolisian setempat. Penyelidikan Polisi Kapolres Temanggung, AKBP Benny Setyowadi mengatakan, hasil interogasi terhadap 4 orang saksi mengarah pada adanya ritual khusus yang dilakukan sebelum akhirnya bocah malang itu meregang  nyawa. Petunjuk awal ini didapat dari pengakuan keempat orang yang terdiri dari kedua orang tua seorang dukun dan pengikutnya. "Sampai saat ini kita baru melakukan pemeriksaan kepada 4 orang, atas nama M yang merupakan ayah kandung korban, kemudian S ibu kandung korban, kemudian H dan B. Itu masih kita kejar terus pemeriksaannya." "Sementara ini dugaannya memang ada ritual atas bujuk rayu dari saudara H yang merupakan seorang dukun, juga atas saran B di mana melihat kondisi anak nakal dan kena pengaruh ghaib," kata Benny Setyowadi, Selasa (18/5/2021). Dukun H kemudian menyarankan bahwa melihat kondisi anak yang nakal dan ada keturunan genderuwo maka harus diruwat. Ritual yang dilakukan dengan membenamkan kepala korban kedalam bak mandi berkali-kali hingga korban tak sadarkan diri. Setelah itu korban di bawa ke kamar hingga akhirnya meninggal dunia. Namun dukun H meyakinkan kedua orang tua AHL bahwa anaknya nanti akan hidup lagi. Selain itu, pengaruh dari dunia lain akan hilang dan si anak akan bisa hidup normal. Jasad korban diduga telah disimpan di dalam kamar rumah orang tuanya selama 4 bulan. Kondisi terakhir hanya tersisa tulang belulang dan kulit kering. "Jadi kata dukunnya korban itu anak genderuwo, maka untuk menghilangkan pengaruhnya ya harus ritual. Sampai saati ini penyidik kami juga masih di Bejen untuk lanjutan olah TKP, mudah-mudahan ada perkembangan lebih lanjut lagi. Jadi melihat ritual itu indikasinya ada KDRT," katanya. (*)     sumber: Fajar, Kumparan
Tags :
Kategori :

Terkait