"Kami berlatih di lapangan sekolah karena stadion kecil klub tersebut telah hancur," kenang Dzeko dinukil dari laman resmi AS Roma.
Singkat cerita, perang berakhir. Bosnia merdeka. Dzeko selamat dari maut. Hidupnya belanjut. Dan tentu, bermain sepak bolanya pun berlanjut. Midhat masih jadi ayah yang sama. Masih selalu mengantar Dzeko berlatih sepak bola.
Suatu ketika pada tahun 2003, penantian Edin Dzeko sejak bergabung dengan Zeljeznicar junior pada 1996 kesampaian. Ia mendapat ganjaran kontrak profesional pertamanya. Dzeko masuk tim utama. Prosesnya, sungguhlah tak disangka.
"Ketika itu, kami tengah berada di pusat perbelanjaan. Lalu, ada telepon dari pelatih bahwa saya akan bermain untuk tim utama besoknya."
"Begitu saya memberi tahu kepada ayah, dia langsung terkejut dan menanyakan kapan, di mana, dan lawan siapa," kenangnya sambil tersenyum haru.
Ia mengingat momen ketika ayahnya menjadi ‘gila’ karena sang anak telah menjadi pemain profesional. Sebagai salah satu kisah terbaik dalam hidupnya. Ia tahu betul kebanggaan sang ayah. Seorang pria yang telah menemaninya di setiap momen sepak bola bahkan kehidupannya itu. Cara Midhat membentuk Dzeko sebagai pesepakbola adalah mahakarya!
"Ayah selalu ada sejak saya melakukan langkah pertama. Setiap latihan usai perang pun, kami ke mana-mana selalu bersama," ujarnya.
"Masa kanak-kanak saya sudah menjadi masa lalu. Itu sangat sulit, tapi saya bukan satu-satunya yang mengalami hal seperti itu.”
“Di Bosnia, perang itu terjadi ketika saya berusia 6 tahun sampai saya berusia 10 tahun. Sangat sulit untuk keluar rumah, melakukan apapun atau menjalani kehidupan normal. Itu saya masih sangat muda. Sekarang sudah berakhir. Saya tak ingin membicarakannya terlalu banyak," kata Dzeko dikutip dari panditfootball.
Memulai dari Gelandang Serang
Zeljeznicar adalah awal mula Dzeko memulai karier sepak bolanya. Namun ternyata, bukan tempat terbaik untuk mengantarkannya menjadi seorang bintang lapangan hijau.
Sebabnya, di klub Bosnia itu, Dzeko –sejak akademi- tidak dijadikan seorang penyerang. Melainkan sebagai gelandang serang. Padahal posturnya sangat tinggi. Kini ia memiliki tinggi 193 sentimeter. Tinggi menjulang itu sudah terjadi sejak remaja. Ia tampak paling tinggi di antara rekan seusianya.
Namun jika idealnya pemain paling tinggi dijadikan penyerang. Karena ada jaminan bisa menyundul bola dengan mudah. Dzeko malah mendapati hal sebaliknya. Tak sekalipun ia dijadikan penyerang tengah.
"Saya bukan pemain besar yang disuruh untuk menyundul bola. Di awal karier saya, saya bermain di belakang penyerang dan di tengah.”
“Saya bisa bermain di sayap kiri dan kanan, bahkan sedikit lebih ke belakang (wing-back). Semua terserah pelatih. Saya tahu kemampuan saya, dan saya tahu apa yang bisa saya lakukan," ujar Dzeko seperti yang dikutip Mirror.
Babak barunya sebagai penyerang handal akhirnya didapati setelah ia merantau ke Ceko. Untuk membela Teplice, pada usia 19 tahun. Di sana, Dzeko mulai ditempatkan sebagai penyerang.
Menjalani peran berbeda namun sesuai passion-nya, Dzeko mengukir 45 penampilan dengan raihan 16 gol dan 3 asis untuk Teplice. Ketajamannya kian menanjak ketika membela Wolfsburg. Dari 142 penampilan di seluruh ajang untuk klub Jerman tersebut. Dzeko mencetak 85 gol dan 35 asis. Wow!