Dewan Nilai Kinerja Pemkab Menurun

Rabu 05-05-2021,16:07 WIB
Reporter : Y Samuel Laurens
Editor : Y Samuel Laurens

PPU, Nomorsatukaltim.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PPU menggelar Rapat Paripurna Penyampaian Rekomendasi DPRD. Terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Tahun Anggaran 2020 Kabupaten PPU.

Rekomendasi itu dibacakan Wakil Ketua Pansus LKPJ Zainal Arifin. Beberapa catatan ini diberikan untuk mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah sejalan dengan upaya menciptakan pemerintah yang bersih dan bertanggung jawab. Serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif, efisien sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang baik. "Bagi pemerintah daerah, rekomendasi LKPJ dapat dijadikan salah satu bahan evaluasi untuk keperluan pembinaan terhadap pemerintah daerah," ujarnya, Jumat (30/4) lalu. Adapun laporan dimulai dengan membuka pengelolaan pendapatan daerah. Target pendapatan daerah PPU tahun 2020 sebagaimana tertuang di dalam APBD 2020 sebesar Rp 1.548.725.560.847. Dan dapat direalisasikan sebesar Rp 1.329.210.020.255,99 atau mencapai 85,83 persen dari target yang telah ditetapkan. Jika dibandingkan dengan APBD tahun 2019 untuk pendapatan terjadi penurunan sebesar 1,5 persen. Target PAD tahun 2020 sebesar Rp 101.309.011.509 dan direalisasikan sebesar R.88.135.007.244,26, atau mencapai 87,00 persen dari target yang direncanakan. Jika dibandingkan dengan PAD tahun 2019 untuk target pendapatan terjadi penurunan sebesar 0.94 persen. Target dana perimbangan Rp 1.132.301.287.582 dan dapat direalisasikan sebesar Rp 927.945.150.804, terealisasi sebesar 81,95 persen. Jika dibandingkan dengan dana perimbangan tahun 2019 terjadi penurunan sebesar 0,78 persen. "Dari data ini, di tahun 2020 Kabupaten Penajam Paser Utara masih sangat bergantung kepada dukungan keuangan dari Pemerintah Pusat," tambahnya. Meskipun PAD Kabupaten PPU mencapai 87 persen dari yang ditargetkan, capaian tahun 2020 ini jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian tahun 2019 yakni terjadi penurunan sebesar 1,5 persen. Capaian ini terjadi penurunan terutama pada sektor dana bagi hasil sumber daya alam terjadi penurunan sebesar 69.55 persen. Jika dibandingkan tahun 2019 terjadi penurunan sebesar 63 persen, pajak daerah 93.47 persen dan retribusi daerah 77.47 persen. Secara rinci, pendapatan daerah yang dapat menjadi gambaran terhadap pengelolaan pendapatan dan keuangan daerah dijabarkan. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pajak daerah yang dapat dipungut oleh daerah ada 16 meliputi 5 jenis yang dapat dipungut oleh provinsi dan 11 jenis yang dipungut oleh kabupaten. Dari 11 jenis retribusi daerah yang dikutip, hanya 5 jenis yang melebihi target, dan 1 yang pas sesuai target, selebihnya tidak memenuhi target yang ditetapkan, ke 6 jenis yang mencapai target tersebut adalah : pajak restoran 150,72 persen. Pajak reklame 111,83 persen, pajak penerangan jalan 111.46 persen, pajak mineral bukan logam dan batuan 125.16 persen persen, pajak hiburan 100 persen, BPHTB 101.13 persen. Alasan ketidaktercapainya target-target dimaksud dari tahun ketahun memiliki argumentasi yang sama. Yakni tidak adanya tambahan wajib pajak, rendahnya kesadaran wajib pajak, penerapan sanksi terhadap wajib pajak belum maksimal. Lalu sumber daya yang dimiliki masih terbatas, sarana dan prasarana pendukung untuk pengoptimalan peningkatan pajak daerah belum tersedia dan berfungsi maksimal. "Alasan-alasan tersebut semakin sulit diterima, mana kala pencapaian tersebut kita bandingkan dengan alokasi anggaran yang dialokasikan untuk program peningkatan pendapatan asli daerah yang setiap tahun semakin bertambah," jelas Zainal. Untuk retribusi daerah, pendapatan retribusi daerah tahun anggaran 2020 direncanakan Rp 13.832.494.020,00, terealisasi Rp 10.716.581.515,60 atau 77,47 persen. Angka ini di bawah capaian retribusi daerah tahun 2019 yakni sebesar 142,41 persen atau Rp 9.150.885.925,25. Sementara pendapatan asli daerah yang sah tahun anggaran 2020 direncanakan Rp 58.798.455.295 dan terealisasi Rp 52.291.990.314,26 atau 88,93 persen. Dalam hal dana perimbangan, tahun 2020 pencapaian pada sektor ini sebesar Rp 1.132.301.287.582 dan realisasi sebesar Rp 927.945.150.804 atau 81,95 persen. Dengan rincian penerimaan dari bagi hasil pajak atau bagi hasil bukan pajak sebesar Rp 745.022.408.983 dan realisasinya sebesar Rp 546.298.177.702 atau 73,33 persen. Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 277.611.967.000 dan realisasi sebesar Rp 275.868.751.000 atau 99.37 persen, Dana Alokasi Khusus (DAK) rencana Rp 109.666.911.599 dan realisasi sebesar Rp 43.214.328.612 atau 39.4 persen. Pada sektor lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, rencana Rp 315.115.261.756 pencapaiannya sebesar Rp 313.129.862.207,73 atau 99,37 persen. Secara umum pendapatan pada sektor ini jauh lebih rendah dari perolehan tahun 2019 yaitu 95.34 persen. Namun secara persentase pencapaian dari sektor dana penyesuaian dan otonomi khusus rencana sebesar Rp 63.730.714.000 dan realisasi sebesarRp 63.730.714.000,00 atau 100 persen. Laju pertumbuhan ekonomi dibandingkan tahun 2019 sebesar 2.52 persen. Untuk tahun 2020 menurun menjadi -2.34 persen. Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5 persen, laju pertumbuhan ekonomi PPU sangat menurun. "Jika hal ini tidak segera ditangani maka akan berakibat meningkatnya jumlah pengangguran, standar kehidupan masyarakat yang sulit, dan utang pemerintah semakin meningkat," ucapnya. Penurunan di bidang peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan standar yang dikeluarkan United Nations Development Programme (UNDP) yaitu berupa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan angka IPM Kabupaten PPU mengalami penurunan. Pada tahun 2019 IPM PPU 71.64 persen dan tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 71.41 persen. Indikator IPM adalah Angka Harapan Hidup, Harapan Lama Sekolah, Rata-rata Lama Sekolah, dan Pengeluaran per Kapita. "Ke semua itu untuk di PPU masih menyisakan banyak masalah, angka-angka yang ditampilkan belum memberikan kontribusi riil dalam kehidupan nyata masyarakat PPU. Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah harus lebih intensif dalam mengupayakan tercapainya IPM dengan langkah nyata agar tidak mengalami penurunan di tahun yang akan datang," bebernya. Jumlah penduduk miskin di kabupaten PPU mengalami perubahan yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Tahun 2020 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Penajam Paser Utara sebesar 11.930 jiwa atau 7,36 persen. Mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2019, di mana pada tahun 2019 jumlah penduduk miskin sebesar 11.520 jiwa atau 7,18 persen. Ini merupakan salah satu indikator kurang berhasilnya pembangunan yaitu meningkatnya jumlah penduduk miskin di PPU. "Untuk itu diharapkan kepada pemerintah memberikan program-program pelatihan serta bansos agar masyarakat bisa membuka usaha yang dapat mewujudkan masyarakat yang sejahtera," ungkapnya. Kemudian soal pengelolaan belanja daerah. Belanja daerah pemerintah Kabupaten PPU pada tahun anggaran 2020 dianggarkan dalam APBD sebesar Rp 1.590.603.214.655,00. Terealisasi Rp 1.387.350.959.181,71 atau 87,22 persen. Realisasi ini lebih kecil dibandingkan pencapaian realisasi belanja daerah pada tahun 2019 yakni 92,33 persen. Pada belanja tidak langsung, anggaran Rp 676.649.935.158 dan realisasi sebesar Rp 624.422.027.503 atau 92,28 persen. Untuk belanja pegawai 95.02 persen, belanja bunga 99.46 persen, belanja hibah 87,82 persen, belanja bantuan sosial 10.05 persen, belanja bantuan keuangan kepada provinsi kab/kota dan pemerintahan desa 99,67 persen dan belanja tidak terduga 77,83 persen. Pada belanja langsung secara keseluruhan realisasi belanja 83,48 persen. Untuk belanja pegawai 90,90 persen, belanja barang dan jasa 87,9 persen dan belanja modal 85,11 persen. Dari data yang ada dapat digambarkan bahwa serapan anggaran pada tahun 2020 sebesar 87,22 persen. Besarnya pencapaian serapan anggaran pada belanja tidak langsung 92,28 persen yang lebih besar dibanding pencapaian serapan anggaran pada belanja langsung 83,48 persen. "Dari data ini juga tergambar adanya kegiatan pembangunan yang tidak terealisasi, dan hal itu merupakan indikator bahwa para SKPD belum maksimal didalam merealisasikan program dan kegiatan yang telah tertuang didalam APBD 2020. Hal ini dikarenakan kelemahan pada perencanaan dan juga dikarenakan lemahnya pengawasan pelaksanaan kegiatan yang berdampak pada keterlambatan pelaksanaan dan penyelesaian program atau kegiatan itu sendiri," pungkas Zainal. (adv/rsy/boy)
Tags :
Kategori :

Terkait