Mengikuti Pelayaran Tongkang Batu Bara (2): Menanti Panggilan Dekat Muara Kaman

Selasa 23-02-2021,15:33 WIB
Reporter : Devi Alamsyah
Editor : Devi Alamsyah

Yang paling mengkhawatirkan memasuki anak Sungai Mahakam adalah banyaknya ativitas penduduk. Jalurnya sempit dan meliuk-liuk.  Apalagi menarik tongkang kosong. Pantangannya banyak. Selain kabut, juga angin kencang. Kondisi tongkang bisa terombang-ambing menimpa rumah warga. Pilihan aman masuk pada saat malam hari.  

Pewarta: Darul Asmawan

APA yang dikhawatirkan kapten Jumardin tidak terjadi. Hanya ada kabut tipis di beberapa titik. Yang masih bisa ditolerir. Jumardin mengambil keputusan Kapal Lintas Samudera (Lisa) 53 yang menarik tongkang batu bara kosong berlayar sepanjang malam. Dari Tanjung Batu Kukar menuju Desa Senyiur, Kecamatan Muara Ancalong. Berjalan pelan dan tambat pada Sabtu (13/2) pukul 07.30 Wita di dekat Muara Kaman.

"Kabut semalam itu tidak terlalu parah. Jadi kita masih bisa jalan pelan. Sambil berkoordinasi dengan kapal di depan," ujar Jumardin di ruang kendali kapal.

Sebelum tambat itu, tongkang yang ditarik Lisa 53 hampir saja menabrak sebuah perahu mesin tempel di pinggir sungai. Milik warga. Itu salah satu risiko berlayar malam hari. Pandangan terbatas. Belum lagi kabut yang tak bisa diprediksi. Biasanya kabut tebal muncul sekitar pukul 00.00 hingga pagi.

Keuntungan berlayar malam karena tidak banyak aktifitas masyarakat di Sungai Mahakam. Kecuali tongkang yang hilir mudik selama 24 jam.

Berita Terkait:

Tegang Berpapasan dengan Kapal Lawan Arah

"Kalau kita senggol sedikit saja perahu warga tadi malam, ganti rugi kita. Nominalnya tidak sedikit itu. Kadang ganti sama mesin. Padahal tidak ada mesinnya di situ".

Kejadian semacam itu sudah sering. Apalagi cerita tentang tongkang terbalik. Atau tongkang yang menabrak sisi daratan atau rumah-rumah dan bangunan lain di sisi sungai. Selain kabut, juga bisa pengaruh angin kencang.

Sore itu, Jumardin baru saja menyelesaikan istirahatnya. Dan menyeduh segelas kopi. Lalu menuju dek atas, melanjutkan bercerita. Jumardin adalah orang yang penuh cerita. Tak pernah kehabisan bahan. Selalu antusias menceritakan apa saja. Terutama soal politik.

Sambil menyeruput kopinya, ia mengatakan, hal yang paling ditakutinya beroperasi di mahakam ialah cuaca. Menarik tongkang kosong bukan tanpa risiko. Selain kabut, angin kencang bisa menyeret kapal ke daratan. Apalagi jika melawan arus. Salah-salah menabrak pemukiman atau perahu warga yang lalu lalang. 

"Kadang kalau sudah angin kencang, malah tugboat ini yang ditarik oleh tongkang," sebutnya.

Sejumlah tongkang batu bara tambat di pinggir Sungai Mahakam. Sekitar 3 km dari Muara Kaman, Kukar. Mereka menunggu panggilan masuk ke Sungai Senyiur--anak Sungai Mahakam untuk mengangkut batu bara.

Tetapi ayah dua anak ini yakin dengan kekuatan tugboat Lisa 53. Dianggap super power dan lihai bermanuver. Menurutnya terbaik dari sekian puluh kapal yang pernah dicicipinya selama 12 tahun berkarier sebagai pelaut. Meski hanya bermodal mesin 1.200 PS, Jumardin berani menyandingkannya dengan tugboat yang berbekal mesin 2.000 PS.

Ukuran bodi, kapasitas mesin dan baling-baling Lisa 53 dianggap sangat ideal. Sehingga membuatnya lebih tangguh dan cepat. Termasuk ketika dipergunakan untuk menarik tongkang ukuran 270 (feet) jumbo.

Tags :
Kategori :

Terkait