Dinilai Ambigu, Antardaerah Beda Implementasi

Senin 08-02-2021,10:06 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

KRITIK dan evaluasi terhadap kebijakan Kaltim Senyap akhir pekan, meluncur dari DPRD Kaltim. Ketika Instruksi Gubernur itu baru berjalan setengah hari. Perintah "Semedi" pada hari Sabtu dan Minggu dianggap dewan tidak berjalan efektif. Malah menimbulkan ambiguitas di tengah-tengah masyarakat.

Menurut ketua komisi yang membidangi urusan kesejahteraan masyarakat termasuk kesehatan itu, Instruksi Gubernur (Ingub) tidak diimplementasikan secara merata oleh setiap daerah di Kaltim. Pasalnya, pemprov terlalu terburu-buru menetapkan. Berdasarkan telaah dia terhadap Ingub, kewenangan melaksanakan aturan tersebut memang tugas pemerintah kabupaten/kota. Namun karena waktu penyiapan terlalu singkat. Maka antar daerah di Kaltim berbeda pula mengimplementasikannya. Dia melihat di Samarinda. Pemerintah Kota tidak mengeluarkan kebijakan teknis untuk menjalankan instruksi gubernur. Yang dilakukan hanya memberi imbauan. Akhirnya masyarakat menjadi bingung. Ada yang patuh, ada yang tidak. "Karena apa? Ya karena yang namanya imbauan, boleh diikuti boleh tidak kan. Tapi di lapangan tidak begitu implementasi. Akhirnya kita lihat hari ini masyarakat kebingungan," ucap Rusman, dalam jumpa media secara daring, pada Sabtu (6/2). Berbeda dengan Samarinda, Rusman melihat Balikpapan justru lebih ketat menerapkan titah perintah gubernur. Menurutnya Balikpapan sudah menerapkan kebijakan seperti lockdown atau karantina. "Karena mungkin masyarakatnya yang lebih taat dan Pemerintah Kota Balikpapan lebih konsisten," sebutnya. Namun dia melihat ada risiko persoalan yang akan muncul. "Misalnya, Balikpapan ketat. Lantas Samarinda tidak. Ya kasian yang ketat. Padahal ini kan persoalannya bagaimana relasi sosial berjalan kan," katanya. Hal itu menurutnya berpotensi mengurangi tingkat kepatuhan publik. Karena masyarakat yang sudah berusaha taat, merasa tidak dihormati ketaatannya. Sementara yang tidak taat, bisa kian menjadi-jadi. Karena merasa tidak kena sanksi. "Akhirnya yang timbul, masyarakat yang punya kesadaran jadi ogah-ogahan. Karena melihat masih ada orang yang bisa ke sana kemari di saat mereka sudah berusaha berdiam diri," sambungnya. Sehingga menurut Rusman, strategi ini masih cukup tumpul untuk memutus rantai penularan virus bernama COVID-19 di Kaltim. Malah bisa berefek pada, pemerintah kehilangan wibawa di mata publik. "Kalau masih seperti ini penerapannya. Maka menurut saya tidak efektif. Karena kebijakan ini hanya memunculkan ambiguitas pada publik. Justru juga bisa membenturkan masyarakat dengan aparat di lapangan," ungkap Rusman. Lebih jauh, Rusman Yaqub berkesimpulan bahwa kebijakan Pemprov Kaltim ini masih setengah-setengah. Tidak menyeluruh. Ia mendorong pemprov untuk menyusun konsensus bersama. Tidak lagi menyerahkan kewenangan membuat kebijakan teknis kepada pemerintah kabupaten/kota. Sebab, hal itulah yang memunculkan kebingungan (ambiguitas) publik terhadap pemerintah. Rusman berkata, jika memang strategi pemprov memutus rantai penularan COVID-19 dengan memberlakukan lockdown atau karantina, tetapkan sekalian. Jika tidak, tidak ingin karantina, maka jangan buat kebijakan yang menurutnya ambigu. Setengah-setengah. Agar rakyat tidak dibingungkan. Dan ditimpakan risikonya. "Kapan kita bisa memutus rantai penyebaran virus corona ini kalau kebijakan kita selalu setengah hati," imbuhnya. Evaluasinya kemudian, bahwa semestinya kebijakan seperti ini, disosialisasikan terlebih dahulu. Jauh hari sebelumnya. Supaya tidak menimbulkan kepanikan publik. "Kasian juga masyarakat di ambang kebingungan. Apalagi tidak ada ketegasan aturan," katanya Ia mengatakan, untuk menindaklanjuti evaluasinya terhadap kebijakan Pemprov Kaltim ini, ia akan mengundang Satgas COVID-19 Kaltim. Termasuk Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim. Komisi IV mengagendakannya pada hari Selasa atau Rabu mendatang. Untuk mendiskusikan kebijakan tersebut. "Ini harus dievaluasi total. Kemudian harus ada waktu untuk menjelaskan secara detail teknisnya kepada publik. Jangan hari ini diputus, besok sudah dilaksanakan," sebutnya. Ia mengatakan, jika instruksi gubernur itu mau dilanjutkan. Maka pemprov sebaiknya mengevaluasi dan merubah intruksi model kebijakan itu. "Ingub itu kan tidak tajam. Karena tetap dikembalikan kepada kabupaten kota.Kalau hari ini antara kabupaten/kota hari ini situasinya berbeda ya wajar. Instruksi nya seperti itu. Itu Menunjukkan bahwa koordinasi masih lemah." Secara strategi, kata dia, ini mungkin sudah bagus. Tetapi cara implementasinya yang kurang baik. Harus dievaluasi. Contohnya sosialisasinya. Yang menimbulkan kebingungan di masyarakat. Menurutnya, pertaruhannya adalah wibawa pemerintah. "Karena saat ini memang tantangan terberatnya adalah bagaimana kita meyakinkan publik. Orang mau patuh itu kalau dia paham betul kepentingan dibalik instruksi itu." "Bagaimana masyarakat mau paham kalau tidak pernah dijelaskan dan diedukasi dengan baik," tuntasnya. DAS/APP
Tags :
Kategori :

Terkait