Kawasan Nondemokrasi

Rabu 03-02-2021,07:26 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Isi lain konstitusi adalah: seseorang tidak bisa dipilih sebagai presiden mana kala punya suami atau anak warga negara asing.

Tujuan pasal itu jelas: agar Suu Kyi tidak bisa jadi presiden –biar pun partainyi menang. Kewarganegaraan ganda anaknyi memang sudah ”diselesaikan” lebih dulu: pemerintahan militer sudah mencabut dua paspor Myanmar anak Suu Kyi.

Ada lagi: tiga jabatan menteri harus di tangan militer. Yakni menteri pertahanan, menteri perbatasan, dan menteri dalam negeri.

Dengan konstitusi seperti itu militer bisa menerima kemenangan partainya Suu Kyi.  Apa boleh buat.

Suu Kyi pun tidak bisa menjadi presiden. Jabatan formal Suu Kyi adalah menteri luar negeri. Lalu diciptakan jabatan konselor atau penasihat negara untuk dia. Presidennya sendiri hanyalah petugas partai. Semua harus tunduk kepada menteri luar negeri –ketua umum partai.

Rakyat pun semakin bersemangat. Untuk membuat kemenangan lebih besar lagi di Pemilu kedua tahun lalu. Agar  konstitusi seperti itu bisa dirombak. Berhasil. Menang 83 persen.

Rupanya militer merasa terancam. Hasil Pemilu itu ditolak. Dengan alasan Pemilunya tidak jujur. Banyak golongan minoritas tidak mendapat hak suara. Di kawasan Rohingya saja terdapat 1,5 juta pemilik suara tidak bisa mencoblos.

KPU Myanmar ngotot Pemilu sah. Tidak ada kecurangan yang akan menghasilkan perubahan perolehan suara.

Tentara merasa tidak mendapat jalan konstitusi.

Maka jalan tentara yang akhirnya ditempuh: kudeta. Jam 4 pagi.

Sejak Senin pagi kemarin kepemimpinan negara dipegang Panglima Militer: Jendral Min Aung Hlaing. Yang tahun ini harus pensiun. Umurnya 65 tahun.

Min Aung Hlaing menegaskan hanya akan memegang kekuasaan selama satu tahun. Setelah itu akan dilaksanakan Pemilu. Tapi siapa yang percaya lidah tanpa tulang  seperti itu.

Mungkin saja janji tersebut akhirnya akan dipenuhi. Kelak. Kapan-kapan. Setelah militer merasa aman –bahwa partai yang mereka dukung yang akan menang. Apa pun caranya. Seperti yang terjadi di Thailand sekarang.

Senin pagi itu banyak penduduk tidak tahu apa yang terjadi. Orang-orang tetap ramai pergi ke pasar. Hanya mereka lihat banyak mobil tentara di jalan-jalan raya.

Saya jadi ingin ke Myanmar lagi. Apakah benar ekonominya tidak semenggeliat Kamboja. Waktu saya ke sana tujuh tahun lalu, terlihat di jalan-jalan sudah banyak mobil Jepang. Saya sempatkan naik kereta apinya yang sangat kumuh. Tapi pinggiran sungai di tengah kota sudah mulai ada tamannya. Banyak yang senam di situ. Saya pun ikut gabung mereka bersenam ria.

Selama 7 tahun berdemokrasi Myanmar tidak terlalu menarik perhatian dunia. Ekonominya juga biasa-biasa saja. Bahkan empat proyek raksasa di bidang ekonomi tidak jalan.

Tags :
Kategori :

Terkait