Jangan Fitnah

Rabu 13-01-2021,09:40 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

TANJUNG REDEB, DISWAY – Sudah ribuan orang terkonfirmasi COVID-19 di Berau. Sayang, masih ada yang tak percaya virus tersebut, bahkan menganggap tenaga kesehatan (nakes) meng-COVID-kan orang. Sejumlah tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak penanganan COVI-19 Berau, pun “curhat” dengan mengadakan jumpa pers, Selasa (12/1) kemarin.

Surveilans Dinas Kesehatan Berau, Tuti Handayani, mengakui masih banyak yang tak percaya COVID-19. Padahal, hingga (12/1) kemarin, total terkonfirmasi positif sudah mencapai 1.652 orang dalam periode April 2020-Januari 2021. Jumlah itu berdasarkan pemeriksaan spesimen sebanyak 21.807, dan yang negatif 20.155. (selengkapnya lihat grafis) Yang menjalani perawatan di fasilitas kesehatan sebanyak 148 orang, dan yang isolasi mandiri 375 orang. “20 orang meninggal dunia,” katanya. Lanjut Tuti, masyarakat harus berperan aktif untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Apalagi, menurutnya masyarakat sekarang terlihat acuh tak acuh, bahkan banyak yang tak percaya COVID-19 itu nyata. Dirinya tak mempersoalkan banyak yang tak percaya. Namun, Ia meminta agar masyarakat tidak beranggapan negatif atau pun memfitnah, bahwa Satgas COVID-19 bermain untuk mencari keuntungan semata. “Kami bekerja secara profesional. Kami juga tidak mungkin sembarangan menyatakan seseorang positif COVID-19. Kalau kami bermain, kami tidak akan memilih teman-teman sejawat kami untuk positif COVID-19, karena kenyataannya kami kekurangan nakes,” ucapnya sambil mengusap air matanya. Dongkol terhadap selentingan masyarakat yang mengatakan COVID-19 adalah bohong. Kapolres Berau, AKBP Edy Setyanto Erning Wibowo, menjanjikan hadiah kepada masyarakat yang tak percaya, jika berani masuk ke ruang isolasi tanpa menggunakan masker ataupun Alat Pelindung Diri (APD). "Kalau perlu cium tangan dengan pasien COVID-19, akan saya kasih hadiah," ujarnya dalam jumpa perse tersebut. Itu diutarakan Kapolres, karena kekesalannya terhadap pandangan negatif masyarakat kepada tenaga kesehatan yang melakukan penanganan COVID-19. "Saya serius. Akan kasih hadiah untuk mereka yang tidak percaya COVID-19, asalkan mereka berani masuk ke ruang isolasi dan bercengkerama dengan pasien COVID-19," tegasnya. Ditegaskannya, setelah itu jika memiliki gejala, jangan minta pengobatan COVID-19. Dan tidak akan menuntut tenaga kesehatan untuk memberikan penanganan khusus."Buat pernyataan bermaterai, dan tanda tangani itu," bebernya. Sebagai penyitas COVID-19, Edy mengaku, tak seharusnya masyarakat berpikiran bahwa tenaga kesehatan di Berau hanya sembarang menyatakan bahwa seseorang terpapar COVID-19. Dan hanya ingin meraup keuntungan semata. "Mungkin karena mereka belum tahu bagaimana rasanya menjadi pasien COVID-19," ungkapnya. Tantangan itu, ditujukan khusus kepada orang-orang yang berteriak bahwa COVID-19 itu bohong dan akal-akalan pemerintah. "Kalau memang tidak berani, ya jangan ngomong sembarangan," tegasnya. Sementara itu, Dokter Spesialis Paru RSUD dr Abdul Rivai Tanjung Redeb, Robert Christian Naiborhu mengatakan, bagi masyarakat yang mengaku berani terhadap COVID-19, dirinya membuka peluang untuk relawan COVID-19 yang hendak membantu dirinya bekerja di ruang isolasi. “Kalau memang bernyali, bisa mendaftarkan diri untuk jadi relawan. Dari pada koar-koar tidak percaya COVID-19,” katanya. Dirinya memastikan, kalau ada masyarakat yang nekat mencoba masuk ke ruang isolasi tanpa menggunakan APD pasti akan terpapar COVID-19. “Saya berani jamin, pasti keluar dari situ langsung bergejala,” tuturnya. Robert menyebutkan, saat ini ada 4 orang yang kondisinya cukup berat. “1 di ICU dan 3 lainnya dirawat di ruang biasa, tapi dibantu dengan alat pernapasan,” katanya. Robert menyebut, sekira 63 pasien sedang menjalani perawatan di ruang isolasi RSUD dr Abdul Rivai. Pasien dengan gejala sedang dan berat, akan dirawat di ruang isolasi Teratai. Sementara untuk pasien dengan gejala ringan, akan dirawat di ruang Dahlia dan Cantika Swara. Ditegaskannya, semua pasien yang menjalani perawatan di ruang isolasi memiliki gejala. Jika tidak memiliki gejala, maka pasien akan disarankan untuk karantina mandiri. “Secara umum, semua pasien mengalami demam. Bahkan karena demam, pasien tidak bisa makan,” tegasnya. Orang Tanpa Gejala (OTG), kemungkinan telah tertular dari orang yang terkonfirmasi COVID-19. Di mana OTG memiliki kaitan erat dengan kasus konfirmasi atau pasien positif COVID-19. Sementara itu, gejala COVID-19 yang kerap muncul seperti batuk, demam bahkan sesak napas, masih diyakini para ahli sebagai gejala utama. Namun, tak sedikit pasien Corona mengalami gejala ringan. Gejala COVID-19 ringan, umumnya membuat pasien sulit mengenali tanda awal terinfeksi. Sebab, hingga saat ini gejala khas COVID-19 masih berdasarkan pada tiga gejala utama seperti batuk, demam, dan sesak napas. Para peneliti menyebut gejala COVID-19 ringan ini perlu diwaspadai. Kondisi gejala COVID-19 ringan bisa memburuk jika tak segera diatasi. Sakit perut. Beberapa pasien COVID-19 mengidap sakit perut sebelum akhirnya mengeluhkan tiga gejala utama COVID-19 lainnya. Seperti yang dimuat dalam American Journal of Gastroenterology, penelitian menyebut ada 48,5 persen pasien COVID-19 mengalami gangguan di perut. Studi menyebut masalah di perut akibat infeksi COVID-19 bisa menyebabkan diare. Hal ini berdasarkan analisis data 204 pasien COVID-19 di Tiongkok. Selain diare, pasien COVID-19 dilaporkan mengalami muntah-muntah. "Namun, diare telah dilaporkan sebagai gejala awal pada pasien yang kemudian dinyatakan positif COVID-19," jelasnya. Infeksi mata. Selain masalah di perut, dokter mengingatkan kemungkinan infeksi mata menjadi tanda awal terinfeksi COVID-19. Menurut laporan American Academy of Ophthalmology, ada sekitar 1 hingga 3 persen yang mengalami kondisi ini berkaitan dengan COVID-19. "Mata merah adalah tanda 'paling penting' bahwa pasien mengidap COVID-19," ucapnya. "Mereka memiliki, seperti mata alergi. Bagian mata yang putih bukan merah. Ini lebih seperti mereka memiliki perona mata merah di bagian luar mata mereka," lanjutnya. Namun, bukan berarti setiap orang khawatir berlebihan dengan munculnya infeksi mata berkaitan dengan COVID-19. Sebab, ada banyak faktor yang bisa mendasari kondisi mata seperti itu. "Jika Anda melihat seseorang dengan mata merah, jangan panik. Bukan berarti orang tersebut terinfeksi virus Corona," jelas studi American Academy of Ophthalmology. Surveilans RSUD dr Abdul Rivai, Dani Apriat Maja juga ikut berkomentar. Sejak awal munculnya COVID-19, pihaknya bersama tenaga kesehatan lain tidak pernah bercanda menangani pasien COVID-19. Bahkan, sebelum Presiden Joko Widodo menginformasikan, tenaga kesehatan bakal dapat insentif, pihaknya tetap bekerja. “Ya karena itu adalah tugas kami. Dokter sudah disumpah, dan kami juga sudah siap membantu para dokter,” tegasnya. Dani pun mengaku kecewa terhadap pemikiran negatif masyarakat yang menganggap kelompoknya berusaha mencari keuntungan dari adanya pandemik ini. “Kami tidak pernah berpikir untuk memperkaya diri. Kami di sini untuk mengabdi,” ucapnya. Lanjutnya, dokter Robert adalah satu-satunya dokter spesialis paru yang dimiliki Berau. Istirahat hanya empat jam dalam satu hari. Bahkan, dirinya pun mempertanyakan waktu kebersamaan dokter Robert dengan keluarganya. “Selama saya bekerja, dokter Robert mungkin hanya sesekali bercengkerama dengan keluarganya. Mayoritas waktunya untuk menangani pasien COVID-19,” jelasnya. */fst/app
Tags :
Kategori :

Terkait