Selain itu, masih ada yang mengganjal di hati Bambang mendekati senjakala kariernya. Di Kaltim ini, pembinaan atlet biliar belum terlalu serius. Bukan menyalahkan ini dan itu. Karena kelalaian pembinaan itu terbentuk oleh sistem.
Seperti misalnya kebiasaan atlet dengan handicap bawah. Sebagian besar atlet tidak serius mengejar handicap untuk bisa bermain di ajang yang lebih tinggi.
Untuk diketahui, handicap adalah sebuah pemeringkatan di biliar. Untuk meraih handicap yang lebih tinggi, atlet harus sering turun di turnamen. Baik itu open atau sesuai kategori. Poin yang mereka kumpulkan dari turnamen ke turnamen lain itu bakal diakumulasikan. Jika memenuhi syarat poin maksimal, atlet tersebut bisa naik ke handicap yang lebih tinggi.
Tapi yang Bambang lihat. Saat atlet handicap bawah sudah nyaris memenuhi poin maksimal. Yang dikumpulkan 1 tahun kalender. Malah enggan bermain. Sehingga di tahun berikutnya atlet tersebut tidak bisa naik level. Keengganan itu disinyalir adalah faktor kesengajaan. Karena semakin tinggi handicap, semakin sulit mencari turnamen di lokal. Terkecuali open.
Gegara itu, perkembangan biliar di Kaltim agak terhambat menurut Bambang. Maka katanya pembinaan harus mulai diluruskan. Lebih diseriusi. Agar prestasi Kaltim ke depan semakin moncer.
“Selain itu, kejuaraan yang diselenggarakan di rumah biliar ini, dengan aturan peringkat atas memberikan foor, memberi peluang kemenangan bagi peringkat bawah. Itu benar. Tapi, kurang mendidik bagi mereka, yang nanti akhirnya mereka tidak mau naik peringkat,” ujarnya.
“Nah, dua hal ini adalah PR kita bersama, untuk mendidik pemain sejak dini, tanggung jawab pemain harus ada di situ,” pintanya antusias.
Sementara itu, salah satu pengurus Pengkot POBSI Samarinda bidang pembinaan, Asmaraman. Menanggapi hal itu sebagai masukan. Bahwa sebenarnya soal poin itu sudah ada aturannya sendiri di tubuh pengkot. Artinya, biarkan saja pemain yang demikian itu. Karena toh untuk agenda kejuaraan setingkat Porprov misalnya, tetap melalui seleksi ketat. Dan mengacu dari hasil pantauan tim di pengkot POBSI.
“Itu sudah kami antisipasi, memang beberapa orang ada yang bermental demikian, biarkan saja. Kesempatanmu untuk naik level tidak ada. Jangan berharap untuk dapat mengikuti even kejuaraan yang lebih tinggi,” ungkap Untung -sapaannya. Kamis 10 Desember 2020.
“Kita pastikan tidak pakai orang yang demikian mentalnya. Lagian setiap even lokal itu kami pantau, apalagi kejuaraan yang ada rekomendasi pemkot. Pasti kami catat nilai poinya. Dan pada waktunya juga kita update perolehanya,” tambahnya.
Memang sudah sejak awal, cabang olahraga yang satu ini cukup menarik minat banyak kalangan. Selain sekedar mencari hiburan, berkumpul dengan teman, juga sambil mengasah pikiran. Berbagai hal dari hal remeh temeh sampai pekerjaan dibicarakan sembari bermain biliar.
“Jadi, yang kita data adalah turnamen resmi yang ada rekom dari pengkot. Bukan yang fun-game, itu strategi rumah biliar dalam berbisnis, murni hak mereka. Jangan sampai kita mengganggu bisnis mereka,” jelas Untung.
Ditanya soal aturan main yang berlaku di Samarinda, Untung menjawab jujur. Rata-rata pada setiap even acuan yang digunakan belum sepenuhnya mengacu pada aturan nasional. Ada beberapa penyesuaian, beberapa hal menjadi patut dipertimbangkan, baik itu dari sisi pemain biliar maupun penyelenggara even itu sendiri.
“Pada bola 10 misalnya, turnamen lokal belum menggunakan aturan standar nasional. Masih mengikuti aturan main bola 9. Karena setiap masukan bola harus tunjuk lubang pada permainan bola 10 itu,” tandasnya.
Aturan itu telah menjadi kesepakatan dari banyak unsur pecinta olahraga biliar. artinya memang, dalam memutuskan segala sesuatunya, harus melewati banyak pertimbangan dan masukan-masukan. Tentunya solusi terbaik yang menjadi pilihan bersama nantinya.
“Kenapa hal itu dilakukan, alasan utamanya efisiensi anggaran. Coba kalau kita kaku harus pakai aturan resmi, maka harus sediakan wasit, EO harus menyediakan biaya kan. Akhirnya boros biaya, turnamen tak tergelar, pembinaan tidak berjalan,” ia menegaskan. (frd/ava)