Berau Dijatah 130 Ribu

Sabtu 14-11-2020,09:28 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

Kabar gembira itu akhirnya datang juga, Berau Dijatah 130 Ribu Imunisasi COVID-19 . Sepucuk surat dari Kementerian Kesehatan RI mampir di meja Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Padilah Mante Runa. Dokumen bernomor SR.02.06/II/0950/2020 tertanggal 19 Oktober 2020 itu berisi Pemberitahuan Rencana Pelaksanaan Pemberian Imunisasi COVID-19.

Dalam surat itu dijelaskan warga Banua Etam sudah mendapat alokasi vaksin dari pemerintah pusat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjanjikan akhir Desember tahun ini, imunisasi akan dilakukan kepada dua juta warga. "Alokasi dan rincian sasaran yang ditetapkan oleh pusat sebanyak 2.256.506 sasaran penerima vaksin," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, Andi Muhammad Ishak, Kamis (12/11). Jatah 2,2 juta itu diberikan untuk sasaran usia 18 hingga 59 tahun. Dan diprioritaskan untuk tenaga kesehatan, TNI, Polri, anggota BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI), petugas pelayanan publik, dan kelompok masyarakat pelaku ekonomi. Penyaluran vaksin akan dikirimkan secara bertahap. Dan diharapkan, imunisasi bisa mulai dilakukan akhir Desember tahun ini. Atau awal tahun 2021 mendatang. Dari jatah tersebut, sekira 130 ribu vaksin untuk Bumi Batiwakkal-sebutan Kabupaten Berau. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Berau, Iswahyudi. “Untuk di Kalimantan Timur (Kaltim) itu memang sekira 2 juta vaksin yang akan diterima,” ujarnya kepada Disway Berau, Jumat (13/11). Walaupun telah menerima informasi jumlah vaksin yang bakal diterima, pihaknya tidak tahu kapan vaksin tiba. Pasalnya, belum mendapat informasi lebih jelas terkait hal itu. “Sepertinya masih lama. Tapi ada isu itu akan datang di Minggu ke-3 Desember nanti,” katanya. Selain itu, dirinya pun belum mengetahui vaksin jenis apa yang akan datang. Dan dari mana asal vaksinnya. “Kemungkinan, Desember baru ada kejelasannya,” ungkapnya. Lanjut Iswahyudi, vaksin memang diprioritaskan bagi tenaga kesehatan. Karena, memiliki potensi besar terjadi penularan. Apalagi, saat ini banyak orang yang terpapar dan tidak diketahui sumber penularannya. “Itu kita khawatirkan, jadi nakes dulu yang harus diperhatikan,” jelasnya. Selain itu, TNI-Polri pun menjadi bagian yang harus mendapat vaksin. Di mana, mereka bertugas menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat dan memiliki cakupan yang luas.“Mereka pun harus bebas COVID-19,” tegasnya. Terkhusus, kelompok rentan. Saat ini yang harus diperhatikan adalah orang yang memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Biasanya, kelompok lanjut usia (Lansia).  “Jadi nanti Lansia juga akan divaksin,” tandasnya. Jika vaksin tersebut telah tiba di Berau. Nantinya, akan langsung diberikan ke setiap puskesmas. ANGKA PENYEBARAN BELUM MELANDAI Sementara itu data terbaru menunjukkan, angka penyebaran kasus COVID-19 belum melandai. Pada Rabu (11/11) terjadi lonjakan kasus. Sebanyak 345 orang terkonfirmasi positif baru. Mereka didominasi dari 3 wilayah, Kabupaten Kutai Timur, Kota Samarinda, dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Diskes Kaltim, Setyo Budi Basuki mengatakan. Lonjakan kasus di Kutai Timur berasal dari klaster perusahaan. "Ada pemeriksaan kepada seluruh pegawai di salah satu perusahaan di sana. Di swab, dan hasilnya banyak positif," jelas Basuki. Peningkatan kasus pekan ini, juga imbas dari efek libur panjang 2 pekan lalu. Basuki menyebut, selama libur cuti bersama akhir Oktober lalu. Banyak masyarakat yang melakukan liburan dan bepergian ke luar daerah. Setelah kembali, banyak yang positif. Demikian kata Basuki. Diprediksi, lonjakan kasus masih akan terjadi dalam pekan ini. Karena semakin banyak jumlah kasus positif baru. Maka akan semakin banyak pula proses tracing yang akan dilakukan. Pihak Diskes pun akan melakukan strategi penanganan dengan memperketat pelaksanaan tracing. Agar penemuan kasus positif lainnya bisa segera ditemukan. Dan cepat dilakukan proses karantina. Agar tidak semakin menyebar. "Kuncinya tentu saja dengan pendisiplinan masyarakat. Sementara, selama obat dan vaksin belum kita terima," tandas Basuki. PAKAI YANG MANA? Berdasarkan data Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), kandidat vaksin di Indonesia sedang dalam tahap pengembangan dan uji klinis. Untuk mendapatkan yang terbaik, pengembangan vaksin dilakukan secara mandiri dan kolaborasi, dengan pendampingan dari BPOM. Kandidat vaksin Merah Putih dikembangkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional serta Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Ada pula kandidat vaksin kolaborasi Bio Farma dengan Sinovac dari Tiongkok, Kimia Farma dengan G42 dari Uni Emirat Arab, dan Kalbe Farma dengan Genexine dari Korea Selatan. Namun belakangan raksasa farmasi Pfizer dan BioNTech baru saja mengumumkan hasil vaksin yang mereka kembangkan. Perusahaan mengumumkan telah melakukan uji coba fase 3 terhadap 43.538 relawan. Mereka mengklaim efektivitas mencapai 90 persen. Artinya, dari ribuan relawan yang disuntik vaksin, hanya 94 orang terinfeksi corona. Dengan keberhasilan itu, BioNTech berencana memberi harga rejimen dua suntikan vaksin di bawah harga pasar dan akan membedakan harga antar negara atau wilayah. Pemerintah pusat sampai saat ini belum memastikan akan menggunakan vaksin mana. Sementara Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono dilansir situs berita Akurat.co mengaku pesimistis dengan rencana pemerintah memproduksi vaksin merah putih. Vaksin yang dikembangkan Kementerian Riset dan Tekhnologi (Ristek) itu dianggap masih sangat lama. Pasalnya hingga kini vaksin itu belum ada titik terang. " Belum tentu jadi. Baru bibit. Belum ada titik terang. Masih jauh. Kemampuan kita masih terlalu jauh," kata Pandu akhir Oktober. Dia mengatakan, rencana itu disambut baik masyarakat karena pemerintah seringkali menciptakan opini seolah-olah pengembangan vaksin itu sangat dibutuhkan. Padahal, belum ada bukti langkah-langkah kongkret pemerintah. "Tapi lebih sering dimitoskan. Supaya ada tumbuh rasa nasionalisme. Kalau saya realistis. Kalau ada vaksin yang bagus dari luar, boleh saja. Tapi benar-benar terbukti secara saintifik," katanya. Sebagai epidemiolog, dia mengaku takut dengan vaksin yang akan diberikan pemerintah. Alasannya, vaksin tersebut belum teruji. Baik keamanan dan efektivitasnya belum teruji. Karenanya, dia khawatir vaksinasi justru membahayakan masyarakat. "Saya takut kalau di vaksin pakai emergensi autorisasi. Karena aman nggak, nggak tau. Virus loh yang dimasukin. Walaupun udah mati. Kedua, efektif nggak. Kalau udah disuntik vaksin terus tidak lagi terapkan Prokes, nggak pakai masker, terus terinfeksi," ungkapnya. Dia menambahkan, meskipun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi penentu program vaksinasi, masalahnya hingga kini BPOM juga belum memegang data soal keberhasilan program vaksinasi di seluruh dunia. krv/*fst/yos/app
Tags :
Kategori :

Terkait