Kutim Harusnya Punya 1 Penyuluh Pertanian Per Desa

Rabu 11-11-2020,20:39 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Kutim, nomorsatukaltim.com – Pjs Bupati Kutai Timur (Kutim) Jauhar Efendi heran. Kenapa dengan potensi besar di bidang pertanian dan secara khusus tanaman holtikultura. Jumlah penyuluh pertanian di Kutim sangat minim. Padahal peran penyuluh sangat vital. Bisa menjadi perpanjangan tangan pemkab di lapangan. Untuk membina petani serta menyerap informasi lebih cepat jika ada permasalahan.

Tahun 2017 lalu bisa menjadi contoh. Petani padi sawah di Desa Bangun Jaya, Kecamatan Kaliorang harus gigit jari sejak awal. Karena benih padi yang baru ditancap. Belum sampai sebulan, sudah mati.

Petani yang sebenarnya sudah tahu seluk-beluk tanaman padi. Bahkan tidak tahu apa penyebabnya. Hama dan gulma dipastikan bukan jadi penyebabnya. Karena seganas-ganasnya hama, pastilah ada jejaknya.

Saat itu, tiba-tiba tanaman padi mati karena akarnya membusuk. Tidak mati serempak memang, tapi jumlah padi yang mati sebelum besar sangat banyak. Sehingga membuat petani merugi.

Lebih menjadi masalah karena saat itu mereka tidak tahu harus mengadu kemana. Jika harus ke Dinas Pertanian di Sangatta. Kejauhan.

“Dan belum tentu juga dapat bantuan dari pemerintah,” ucap Isworo, petani yang padinya banyak mati saat itu.

Di saat-saat seperti itulah penyuluh seharusnya hadir di tengah-tengah petani.

Menurut Jauhar, idealnya setiap desa memiliki satu penyuluh pertanian. Itu jika Kutim ingin sektor pertanian maju pesat. Jika di Kutim terdapat 139 desa dan 2 kelurahan. Maka jumlah penyuluh pertanian harusnya ada 141 orang.

"Dulu setiap desa pasti ada penyuluh pertanian. Nah sekarang tidak begitu lagi. Hanya beberapa desa yang ada penyuluhnya," ucap Jauhar.

Menurut Jauhar, Kutim masih sangat bergantung pada hasil Sumber Daya Alam (SDA), terutama batu bara. Sehingga pendapatan daerah sangat mengharapkan dana bagi hasil dari pemerintah pusat. Sementara dirinya melihat ada potensi di bidang tanaman holtikultura.

"Buah-buahan di sini bahkan ada yang kualitas ekspor. Itu sangat bisa dikembangkan," bebernya.

Hal itu didapati Jauhar usai berkeliling ke beberapa kecamatan. Agendanya untuk menjalankan pelatihan aparatur desa. Tetapi ia melihat ada beberapa potensi yang bisa dikembangkan.

"Jadi mungkin bisa nantinya Kutim memacu petani untuk mengembangkan tanaman hortikultura, untuk kebutuhan masyarakat ke depan,” katanya.

Ia mencontohkan, hasil buah dari tanaman holtikultura seperti Durian Musangking. Kini sudah jadi komoditas ekspor yang sangat berharga. Satu kilogram harganya dipatok mencapai Rp250 ribu.

“Kalau masyarakat menanam durian ini dua hektare saja,  hasilnya akan sangat besar,” sebutnya.

Bahkan, buah seperti alpukat dan kelengkeng juga tidak kalah nilainya. Maka ia menilai yang harus jadi titik tekan adalah cara budidaya dengan baik. Agar ketersediaan tetap ada tanpa harus bergantung pasokan dari daerah lain.

Tags :
Kategori :

Terkait