Sayuran Hidroponik Punya Pasar Tetap, Sudah Dipesan sebelum Panen

Senin 02-11-2020,15:03 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Balikpapan, nomorsatukaltim.com  - Berawal dari hobi bercocok tanam. Dengan memanfaatkan lahan kosong di rumah. Hanya dengan luas kurang lebih 7x15 meter. Kini ia tengah mengembangkan bercocok tanam dengan sistem hidroponik.

Hidroponik merupakan budi daya menanam dengan memanfaatkan media air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Metode ini sangat popular di Jepang pada era 1950-an. Itu setelah tanahnya tandus akibat bom atom. Dan di Timur Tengah yang bersuhu ekstrim serta gurun pasir yang luas. “Iseng-iseng pertamanya, terus akhirnya dapat informasi dari temen kalo BLK (Balai Latihan Kerja) mau buka pelatihan tentang Hidroponik, jadi akhirnya ikut,” ungkap Ninu, selaku pemilik Cahaya Hidroponik. Sebelum mengikuti pelatihan tersebut awalnya ia telah rajin mencoba berbagai media tanam dengan memanfaatkan botol, galon, sterofoam buah serta pot dengan saringan. Setelah mendapatkan pelatihan tersebut, ia lantas mencoba menerapkan serta membuat sistem hidroponik sendiri yang dibantu keluarga. “Ketika mau mulai dulu, awalnya ragu soalnya kelihatannya mahal, tapi setelah dijalanin asal kita mau ternyata banyak jalan,” ucapnya. Saat ini usaha hidroponiknya telah menghasilkan berbagai macam sayuran. Yakni seperti selada, sawi, bayam, dan kangkung. Waktu yang dibutuhkan dalam setiap panen pun beragam. Selada membutuhkan kurang lebih 45 hari, sawi perlu 30 sampai 35 hari, kangkung dan bayam sekitar 20 hari. “Bisa kita lihat juga secara visual, jika dirasa sudah layak untuk panen ya panen, tidak mesti harus terpatok dengan harinya,”  jelasnya. Kini setiap panen hidroponiknya tidak hanya dijual ke tetangga dan orang terdekat. Ia juga memasarkannya di grup serta komunitas hidroponik Balikpapan. Bahkan kini sebelum panen pun sudah ada beberapa langganan yang memesan duluan. Kalau untuk kendala yang sering dihadapi, ia mengatakan, karena ia menggunakan tekhnik NFT (Nutrient Film Technique) maka listrik tidak boleh mati. Alasannya karena air diharuskan untuk terus disirkulasi. “Kalau pompa air mati dalam waktu yang lama, tanaman akan layu dan mati,” tambahnya. Sementara itu, pada hidroponik dikenal juga DFT (Deep Flow Technique) konsepnya sama seperti NFT namun berbeda pada kedalaman air, “Kalau DFT airnya menggenang sedangkan NFT airnya selalu mengalir,” kata Ninu. Ia menambahkan, dalam proses penanamannya harus rutin mengecek nutrisi dan kondisi air pada bak penampungan. Jika ada serangga atau hama yang masuk ke dalam pastikan segera membuangnya agar daun sayuran tidak bolong-bolong. Ke depannya, ia ingin mencoba menanam buah dengan metode hidroponik. Walau dari segi perawatan buah memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran. Menurutnya secara efektivitas buah juga membutuhkan waktu yang lebih lama dan dalam satu pohon buahnya tidak bisa terlalu banyak. “Jadi kalo diperhitungkan secara nilai ekonomi masih mepet-mepet lah, masih perlu mempelajari lebih dalam lagi,” ujar Ninu. Cahaya Hidroponik milik Ninu terletak di Blok HA, Perumahan Polda, Jalan Soekarno Hatta Kilometer 6,5. Usaha rumahan yang dirintisnya bersama keluarga ini langsung terlihat ketika kita baru memasuki area perumahan tersebut. Peminat sayuran hidroponik semakin meningkat karena bebas dari residu pestisida. Serta memiliki warna yang lebih tajam dan mulus. Oleh sebabnya banyak masyarakat yang kini beralih ke sayuran hidroponik. Walau harganya lebih tinggi jika dibandingkan dengan sayuran dengan tanah sebagai media tanamnya. Permintaan pasar yang besar dengan usaha hidroponik yang masih sedikit, tentu menjadikan peluang dalam usaha ini masih terbuka lebar. (ers/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait