Udang Windu Kaltim Primadona Ekspor Indonesia

Senin 02-11-2020,11:15 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Udang windu Kaltim telah menjadi ikon budi daya perikanan yang diekspor ke banyak negara. Seperti Jepang, Uni Eropa, ASEAN, Taiwan dan Amerika Serikat.

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Selain komoditas perkebunan dan batu bara yang selama ini diandalkan Kaltim. Produk perikanan dan kelautan tak kalah bersaing. Sebagai komoditas unggulan ekspor. Salah satunya, adalah komoditi udang windu. Kepala Bidang (Kabid) Perikanan, Budi Daya, dan Penguatan Daya Saing Produk, Dinas Kelauatan dan Perikanan (DKP) Kaltim, Farid Wajdi Rahim mengatakan, potensi udang windu Kaltim sangat besar. Bahkan menjadi salah satu primadona ekspor Indonesia. Kaltim dan Kaltara, adalah daerah pengekspor udang air payau ini. Farid menjelaskan, budi daya udang windu di wilayah Kaltim, sudah ada sejak tahun 1980-an. Dan bertahan sampai sekarang. Pola pemeliharaan secara organik pun terus dipertahankan. Untuk menjaga kualitas udang windu. Meskipun, secara produktivitas rendah. Pola pemeliharaan secara organik terbukti mampu bertahan dari serangan penyakit. "Bahkan dari buyer, memilih udang windu Kaltim karena organik. Makanya mahal harganya," jelas Farid kepada Disway Kaltim. Masa pemeliharaan udang windu dari pembenihan hingga masa panen adalah 180 hari. Sebaran terbesar, ada di wilayah pesisir Kutai Kartanegara, Paser, Penajam Paser Utara, Balikpapan, Kutai Timur dan Berau. Namun Farid mengakui, dalam beberapa tahun terakhir. Produktivitas udang windu stagnan. Ada kenaikan. Tapi tak seberapa. Belum lagi, selama pandemi COVID-19. Ekspor udang windu turut terdampak. Aktivitas ekspor sempat macet karena beberapa negara melakukan lock down. Dan harga jual relatif menurun. Dari Rp 250 ribu per kilo gram. Menjadi Rp 150 ribu per kilo gram. "Tahun ini ada tren menurun. Tapi pembudidaya tetap bertahan. Sampai harga stabil," ungkap Farid. Pihaknya pun terus berupaya dalam meningkatkan produktivitas udang windu di Kaltim. Salah satunya, dengan upaya pemenuhan benur atau bibit benih udang. Farid mengatakan, Kaltim masih kekurangan produksi benur udang windu. Selama ini, kebutuhan benur masih didatangkan dari Jawa. Ia menyebut, kebutuhan benur kurang lebih sebanyak 2 miliar benih per tahun. Sementara, Kaltim baru mampu memproduksi kurang dari 1 miliar benur. Sehingga, terpaksa sisanya dipasok dari luar daerah. "Tempat pembenihan sebenarnya banyak, baik yang milik pemerintah dan swasta. Tapi tambak kita kan memang luas. Jadi kebutuhannya, juga banyak," keluhnya. Upaya lain yang dilakukan dengan membentuk panti pembenihan skala rumah tangga di daerah pesisir. Untuk para nelayan tambak dengan memberikan bantuan benih. Bantuan ini rutin dilakukan setiap tahun. Dari data DKP Kaltim, pada 2019 produksi udang windu mencapai 11.936 ton. Menurun dari tahun 2018, sebanyak 12.378 ton. Sementara rekapitulasi ekspor udang windu per Juli 2020 baru mencapai 1.200 ton. Dengan nilai USD 12,6 juta.   Terpisah, Gusti GN, nelayan tambak udang windu di Desa Muara Pantauan, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara mengatakan, prospek udang windu sangat menjanjikan. Karena pangsanya adalah pasar luar negeri. Bukan pasar lokal. Meski pun kini pandemi telah menghantam sektor ini. Yang sudah berlangsung selama lebih 6 bulan. Pemuda ini meneruskan usaha orang tuanya. Mengelola tambak udang windu seluas 8 hektare. Dari luasan itu, ia mampu menghasilkan 50 hingga 100 kilo gram udang windu. Itu dalam sekali panen. Hanya yang menjadi kendala, kata dia, belum ada tempat pembenihan udang windu (archeri) di sekitar tempat tinggalnya. Sehingga ia harus membeli benur ke Samboja, Balikpapan, atau bahkan langsung dari Surabaya. Produktivitas hasil panen yang masih rendah juga menghambat pengembangan produksi udang windu. Gusti menyebut, dari 200 ribu ekor benur yang dibudidaya. Tingkat keberhasilannya hanya 10 persen. Padahal idealnya, tingkat keberhasilan bisa mencapai 50 persen. "Dari 200 ribu ekor, paling jadi 10 persennya aja. 20 ribu ekor. Padahal kalau bisa di atas itu. Ibaratnya, bisa kaya semua ini nelayan," ungkapnya. Selain itu, virus yang menyebabkan penyakit pada udang, dan cuaca yang tidak menentu. Juga mempengaruhi kualitas dan produktivitas hasil panen. Ia berharap pemerintah, dalam hal ini DKP Kukar memberikan perhatian khusus pada pengembangan potensi udang windu. Mengingat udang windu adalah komoditas dengan orientasi ekspor. Yang dapat meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan nelayan. "Karena budidaya udang windu di Delta Mahakam sejak tahun 80-an kan masih begini-begini saja," keluhnya. Minimal, kata dia, ada tim riset meneliti bagaimana budi daya yang baik. Untuk meningkatkan produktivitas hasil panen. Ia menyebut, selama ini perhatian pemerintah masih sedikit. Ada bantuan benih, tapi tak cukup membantu. Karena bantuan benih, tak menjamin peningkatan produksi. Yang penting, kata dia, adalah bantuan manajemen pengelolaan budi daya. "Kalau dikelola dangan baik bisa berkembang. Harusnya bantuan pemerintah mengarah ke sana," pungkasnya. (krv/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait