Perang Dagang Amerika dengan China Gagal Total

Jumat 30-10-2020,06:29 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Washington, nomorsatukaltim.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, didukung oleh sebagian besar kepemimpinan AS, kian memperdalam serangan pemerintah terhadap ekonomi China. “Perang dagang” tampaknya diterima dengan baik di kalangan basis pendukung politik Trump. Mereka entah bagaimana berharap serangan ekonomi terhadap China akan secara ajaib menciptakan kemakmuran ekonomi AS.

Pada 2018, Trump memberlakukan tarif terhadap berbagai barang China senilai lebih dari US$ 200 miliar. Selanjutnya, pemerintahan Trump mengejar perusahaan teknologi tinggi China. Seperti Huawei, ZTE, ByteDance (pemilik TikTok), dan WeChat.

Semua upaya itu tidak berhasil dengan baik. Trump menghadapi penilaian hukum negatif tentang “perang dagang” dan ekonomi Amerika tergelincir ke wilayah negatif. Namun, ini bukan hanya kesalahan Trump. Partai Republik maupun Partai Demokrat sama-sama berkomitmen pada kebijakan yang tidak akan menyebabkan China menyerah pada ambisi AS.

Menurut analisis Vijay Prashad dan John Ross di Asia Times, masih belum pasti apakah AS dapat mundur dari orientasi kebijakan ini atau tidak dan segera memulai dialog dengan China. Perkembangan ini tentu saja sangat diinginkan banyak pihak.

KEMUNDURAN LEGAL

Gugatan hukum di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan di Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Utara California bertentangan dengan pemerintahan Trump. Ini merupakan kemunduran bagi orientasi kebijakan pemerintah AS.

Setelah Trump mengumumkan tarif terhadap berbagai macam impor China, Pemerintah China secara resmi menangani masalah tersebut. Melalui mekanisme sengketa WTO. Setelah cukup penyelidikan, WTO pun memberikan putusan.

Pada 15 September 2020, panel WTO yang Beranggotakan tiga orang menemukan bahwa AS telah melanggar ketentuan Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT) 1994. Perjanjian yang membentuk WTO. Itu merupakan kekalahan serius bagi AS. Pemerintahan Trump diberi waktu 60 hari untuk mengajukan banding.

Pemerintah Amerika tidak mau kalah. Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer merilis pernyataan yang mengecam keputusan tersebut. “Laporan panel ini,” menurut Lighthizer, “menegaskan apa yang telah dikatakan oleh pemerintahan Trump selama empat tahun: WTO sama sekali tidak memadai untuk menghentikan praktik teknologi berbahaya China.”

AS telah melumpuhkan kemampuan WTO untuk menjatuhkan putusan yang mengikat, menurut analisis Vijay Prashad dan John Ross di Asia Times, karena pengadilan banding WTO saat ini tidak lagi berfungsi berkat penolakan AS menerima anggota baru.

Pada 1994, AS mendorong pembentukan WTO, menulis banyak aturannya, dan membawa China ke dalam organisasi tersebut pada 2001. AS merasa menguasai dunia. Sementara WTO dipandang bekerja untuk memajukan kepentingannya. Kini, setelah ekonomi China tumbuh kuat, AS menganggap aturan WTO memberatkan.

Perdagangan bebas hanya berguna bagi pemerintah seperti Amerika jika bermanfaat bagi perusahaan mereka. Sebaliknya, prinsip perdagangan bebas dapat dengan mudah ditolak.

Bahkan di AS, terdapat keraguan tentang kebijakan Trump. Seorang hakim menandatangani perintah untuk menghentikan upaya Trump. Untuk mencegah penduduk AS menggunakan WeChat sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan orang-orang di China. Tekanan terhadap TikTok juga dapat mereda setelah Pilpres AS 2020 pada November kelak.

PERBEDAAN EKONOMI

Analis senior di Federal Reserve Bank St Louis mengatakan, dampak ekonomi dari “kekacauan” penguncian wilayah di AS akan menciptakan gangguan besar. Setidaknya untuk satu generasi. Menurutnya, AS tidak mungkin dapat “pulih dengan mudah”. Ketika ditanya tentang pemulihan China, dia mengatakan, sejauh ini semuanya terlihat jauh lebih baik. Namun, ketergantungan China yang terus-menerus pada pasar AS akan berdampak negatif pada pertumbuhan China.

Pada dasarnya China telah memutus rantai infeksi COVID-19. Meskipun pihak berwenang tetap waspada terhadap wabah baru. Di AS, sulit untuk membicarakan gelombang kedua. Karena gelombang pertama belum mencapai puncaknya.

Artinya, pada kuartal II-2020, Produk Domestik Bruto (PDB) China naik menjadi 3,2 persen di atas level tahun sebelumnya. Sementara itu, PDB AS turun 9 persen di bawah level tahun lalu. China sudah dalam proses pemulihan. Sementara AS bahkan tidak tahu pasti apakah infeksi COVID-19 telah memuncak atau belum.

AS dan China menerbitkan ukuran output industri yang agak berbeda. Tetapi perbedaannya begitu mencolok. Sehingga tren relatifnya tidak diragukan lagi. China mempublikasikan data total nilai tambah oleh perusahaan industri, yang pada Agustus 2020 lebih tinggi 5,6 persen dari tahun sebelumnya. Sebaliknya, output industri AS untuk Agustus 2020 lebih rendah 7,7 persen dari tahun sebelumnya. Tingkat produksi industri China lebih tinggi dari tahun sebelumnya, sedangkan Amerika Serikat jauh di bawahnya.

Sebagai hasil dari pemulihan ekonomi China yang jauh lebih dinamis, perdagangannya pulih jauh lebih cepat daripada di AS. Hal ini jelas untuk impor, yang bagi negara lain merupakan ekspor mereka.

Pada Juli 2020, bulan terakhir di mana terdapat data untuk AS dan China, impor China hampir mencapai tingkat pra-pandemi. Hanya sekitar 1 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya. Sebaliknya, impor AS masih sekitar 11 persen di bawah tahun sebelumnya.

Tags :
Kategori :

Terkait