Berinovasi dengan Kain Batik Lukis

Rabu 21-10-2020,12:02 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Seorang nenek berusia 58 tahun tetap semangat dengan berinovasi di masa pandemi COVID-19. Sri Sunarti (58), tak kenal lelah dengan kesibukan yang dimilikinya.

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Walau usianya tak muda lagi. Ia tetap produktif. Semangat untuk belajar melakukan pengalaman baru membuatnya terus berinovasi. Pada 2017, ia mencoba belajar membatik tulis dengan canting. Setiap kegiatan pelatihan membatik selalu diikuti. “Dimana pun ada pelatihan saya ikut. Di PKK, kemudian di Samarinda ada pelatihan membatik saya ikut. Ternyata mencanting dan melukis enak juga ya,” kata Sri Sunarti saat dijumpai Senin (19/10). Melalui pelajaran membatik yang diikuti berbagai kegiatan, akhirnya dari bawah mencoba berusaha. “Saya tidak bisa menjahit. Tapi saya bisa mencanting dan melukis batik. Kemudian dengan modal terbatas saya beli kain dan saya lukis menjadi batik tulis,” jelasnya didampingi putri pertamanya Yuni Rachmawaty. Dengan bermodalkan kain dasar yang dimiliki. Karya batik tulis dengan motif khas Balikpapan atau Kalimantan bisa menjadi satu lembar. Satu lembar kain batik sepanjang 2 - 2,5 meter. “Setelah menjadi kain batik Kalimantan khas Balikpapan. Kemudian hasilnya belum berani saya jual. Tapi saya berikan dulu ke teman atau dinas,” terang Sri Sunarti. Kemudian setelah memperoleh testimoni ia pun memberanikan untuk menjual produk batik buatannya di jual. Adapun jenis batik tulisnya berbagai macam. Yaitu karangmunting, lengkungan Kaltim, cemara dan lainnya. “Kain yang digunakan kain primax. Kemudian dicanting sendiri bersama dua karyawan,” ujarnya. Usaha batik yang digeluti diberikan nama Toko Iwatik. Dalam pembuatan batiknya, pihaknya dibantu satu karyawan disabilitas dan seorang ibu yang juga usianya tidak muda juga. Selain dibantu dua karyawan. Sri Sunarti juga dibantu juga dibantu anaknya. Produk batik tulis dibanderol dengan harga Rp 600 ribu untuk 2 meter. Kemudian batik printing Rp 75 ribu. Sampai 2018, usaha Iwatik semakin memperlihatkan hasil. Kemudian ia pun mencoba memajukan usahanya dengan mencari suntikan modal. Modal diperolehnya dengan melakukan pinjaman ke Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dimiliki perbankan. Setelah melunasi KUR di BRI. Kemudian usahanya terus berkembang, dan kembali mencari suntikan modal untuk meningkatkan usaha batiknya. Sri Sunarti mengatakan kembali melakukan pinjaman modal melalui KUR di BNI. “Dengan usaha yang dijalani bisa menghasilkan omzet Rp 8 juta per bulannya. Alhamdulillah bisa buat bayar pinjaman dan bagi hasil dengan karyawan,” ujarnya dengan ramah. Selanjutnya, untuk menambah pengembangan usahanya. Ia pun mendapatkan pinjaman modal usaha dari Pertamina. Dengan menjadi mitra binaan usaha, Iwatik memperoleh bantuan mesin jahit. “Alhamdulilah bisa berkembang terus sampai sekarang. Menjadi mitra binaan Pertamina juga diajak untuk ikut expo,” kata dia lagi. Bahkan sampai kini, pihak Pertamina melakukan pendampingan terhadap usaha yang dijalaninya. Dari pelatihan hingga membantu pemasaran. “Dari expo yang diikuti membantu pemasaran penjualan batiknya,” tukasnya. Kemudian pada awal-awal pandemi pesanan batik berkurang. Tapi tetap bersemangat untuk berinovasi. Dan beralih menjahit masker. Baik dari kain polos maupun batik. “Alhamdulillah 500 pcs masker bisa diperoleh setiap bulannya. Harganya juga tidak mahal, yang penting bisa sesuai modal dan bagi hasil bersama karyawan,” tukasnya. Pemasaran yang dilakukan juga belum menggunakan digital. Mengingat usianya yang tak muda lagi maka kesulitan untuk menggunakan pemasaran dengan digital. Sehingga pemasaran dilakukan dari pertemanan grup WhatsApp yang dimiliki. Bahkan kini, pihaknya juga mempersiapkan jenis masker kain tiga lapis yang dianjurkan Dinas Kesehatan. Dan rencananya juga ikut bersaing dengan produk lainnya untuk membuat masker anti air. Agar produknya juga bisa dipesan oleh pemerintah dan lainnya. Tidak hanya berinovasi dengan pembuatan masker kain batik. Tetapi pihaknya bersama anaknya mencoba membuat masker kain lukis. “Maskernya setelah dijahit. Kemudian dilukis menggunakan bahan garlic,” ucapnya. Selain membatik dan membuat masker. Inovasi lainnya adalah membuat produk makanan. Yaitu sambal dari ikan dan cumi-cumi. Ia kemas dengan sederhana dalam tempat botol. Yang dibanderol Rp 30 ribu. Dia berharap dengan inovasi yang dilakukan selama pandemi akan mampu bertahan di tengah persaingan semakin ketat. Keyakinannya itu karena pihaknya memiliki pembeli yang tak hanya dari Balikpapan. “Walau persaingan semakin banyak. Yang penting harus ada inovasi dengan produk-produk yang dihasilkan,” tutup Sri Sunarti. (fey/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait