Aparat kepolisian menghentikan tindakan intimidatif terhadap jurnalis dalam melaksanakan proses peliputan. Baik itu mengancam, merusak fasilitas jurnalis hingga melakukan tindakan kekerasan.
Menghargai jurnalis sebagai seorang profesi yang dilindungi oleh Undang-Undang. Sama halnya dengan Polri, kendati memiliki fungsi dan tanggungjawab yang bebeda.
Kepolisian Daerah Kalimantan Timur untuk menindak pelaku kekerasan terhadap jurnalis di lapangan. Karena itu bagian dari pembungkaman terhadap sistem demokrasi. Dan juga merusak citra Polri.
Menyampaikan permohonan maaf dan menanggung semua beban kerugian jurnalis yang diintimidasi, baik moril maupun materil.
Demikian, pernyataan sikap ini. Semoga menjad perhatian bersama.
Tertanda:
Koordinator Bidang Advokasi Fariz Fadhillah
Mengetahui:
Ketua AJI Balikpapan Devi Alamsyah
Sekretaris Teddy Rumengan
KRONOLOGI KEJADIAN (8 Oktober 2020)
# Sekitar pukul 22.00, dua orang wartawan Samuel Gading (wartawan Lensa Borneo.id) dan Yuda Almerio (wartawan IDN Times.com) berangkat meliput adanya isu penahanan 12 peserta aksi Tolak Omnibus Law yang dilaksanakan Aliansi Kaltim Menggugat.
# Tiba di lokasi, yakni di Kantor Polresta Samarinda. Keduanya bertemu dengan Faishal Alwan Yasir (Koran Kaltim) dan Kiky (Kalimantan Tv), yang terlebih dahulu sudah berada di tempat itu. Tujuannya sama. Meliput penangkapan 12 peserta aksi.
# Beberapa saat kemudian, sekitar pukul 22.11 Wita, tiba-tiba terjadi keributan di depan kantor Polresta Samarinda. Massa aksi dari Aliansi Kaltim Menggugat yang meminta ke-12 temannya dibebaskan, adu mulut dengan beberapa oknum kepolisian yang baru datang. Beberapa jurnalis kemudian spontan merekam kejadian tersebut.
# Satu oknum polisi tersulut emosinya hingga mengejar seorang massa aksi dan terjadilah pemukulan.
#Melihat peristiwa tersebut, jurnalis yang berada di dalam ikut keluar menyaksikan keributan itu. Termasuk Yuda, Samuel dan Faishal. Sebegai seorang jurnalis, mereka pun mengambil gambar dari peristiwa itu.