Hadapi Resesi, Kaltim Harus Ubah Cara Pandang Sumber Perekonomian

Senin 28-09-2020,21:49 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Inilah tantangan terbesar bagi tumpuan ekonomi Kaltim, ketika pasar komoditas hasil ekstrasi bahan alam semakin sempit. Di satu sisi, di tengah kesulitan ini pemerintah coba mendorong membuka pasar lokal. Yaitu meningkatkan pola konsumsi. Memberikan bantuan langsung ke masyarakat. Sehingga dunia usaha dan sektor-sektor produksi bisa tetap jalan.

Tapi masalahnya, kata Haerul lagi, pada saat yang sama belum ada tanda-tanda wabah corona akan reda. Perusahaan, industri dan sektor-sektor usaha kesulitan untuk bisa jalan. Malah memerlukan tambahan operasional yang juga besar.

Akibatnya suplai juga bermasalah. "Kalau suplai bermasalah, akhirnya orang beli barang ke impor. Ini jadi masalah lagi karena duit ketarik keluar. Ya tambah merem melek ekonomi."

Maka terjadilah resesi. Yang artinya masyarakat susah untuk mencari pendapatan, kata Haerul. Akibatnya konsumsi menurun. Usaha ikut mandek. "Nah, kalau kena dua-duanya ditambah ekspor kita juga mandek. Yang bisa kita harapkan cuma APBN. Masalahnya APBN juga dikumpulkan dari pajak. Sementara sektor penyumbang pajak juga sedang lesu," jelasnya.

Dari sisi investasi juga menemui adangan. Investor akan cenderung menahan diri, sebab seluruh dunia sedang mengalami kesulitan yang sama. Lalu bagaimana strateginya untuk Kaltim?

Kaltim Harus Apa?

Ketergantungan sumber perekonomian Kaltim pada industri yang berbasis pada sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sudah terjadi sejak awal. Dalam catatan Haerul Anwar, pada era 1800-an Kaltim sudah melakukan eksplorasi besar-besaran pada sektor ini.

Ia mengungkapkan, bahwa sejak 1800-an barang yang tercatat keluar melalui pelabuhan di Samarinda nyaris tidak ada perubahan. Yakni hasil hutan. Mulai dari rotan, damar, kayu, karet dan sebagainya. Lalu, sekarang Kaltim cuma merubahnya menjadi batu bara. "Apa bedanya dengan hasil alam sebelumnya?. So, nothing change dari yang tercatat pada 1835 sampai sekarang," terangnya.

Lanjut dia, sejak medio 2000-an para ahli ekonomi sudah menyarankan untuk melakukan transformasi sumber perekonomian itu. Dari ekstraktif ke sumber-sumber yang berkelanjutan dan tidak rentan pada situasi global. "Sebetulnya ini kan sudah nyanyian lama. Saya dari tahun 2000-an sudah "bernyanyi" untuk mentransformasi perekonomian Kaltim."

Tetapi, katanya, hampir tidak ada perubahan sama sekali. Dan sekarang upaya itu tidak lagi bisa dilakukan. "Sekarang upayanya harus mengakselerasi," sambungnya.

Cara-cara normal berbisnis di Kaltim sudah tidak cocok lagi. Pemerintah daerah harus mencari jalan baru pemenuhan sumber ekonomi. Harus melihat lagi potensi yang dipunyai.

Sebagai gambaran dari Haerul, Kaltim saat ini hanya memiliki tanah yang seluas-luasnya. Lahan itu jika hanya diberikan kepada swasta besar, akan percuma. "Apalagi untuk batu bara." Batu bara belum cukup mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menurutnya.

Sebaiknya pemda merubah cara pandangnya terhadap sumber perekonomian. Dari yang ekspor luar negeri menjadi perdagangan antarpulau.

Haerul menuturkan, sebagai contoh, industri-industri besar yang terdekat ada di Pulau Jawa. Terutama Jawa Timur. Industri tersebut, katanya, jelas memerlukan bahan baku dalam jumlah besar. Yang tidak akan mampu dipenuhi sendiri.

Berdasarkan data yang ia peroleh, keperluan jagung kering untuk pabrik makanan ringan di Jatim, mencapai tiga juta ton per tahun. Padahal mereka cuma mampu memenuhi 30 persennya. Sisanya impor dari luar negeri. Karena mereka tidak memiliki lahan lagi. "Sementara lahan kita luas. Dan posisinya dekat. Kenapa kita tidak bisa menanam jagung dan menjualnya ke sana,"

"Kenapa tidak melihat peluang itu. Itu bukan hal yang susah untuk dilakukan. Bahkan kita bisa menyuplai ke pabrik-pabrik di wilayah lain. Taruh lah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jakarta. Kemudian yang terdekat ada juga Sulsel," tuturnya.

Lalu, tambahnya, perusda yang diminta menyediakan fasilitas pengangkutan. Termasuk lewat laut. Supaya proses pengangkutan hasil panen produk pertanian dan perkebunan jadi lebih hemat, terintegrasi dan efisien. Selain juga mampu bersaing secara harga.

Tags :
Kategori :

Terkait