Jakarta, nomorsatukaltim.com - Jumlah bakal calon tunggal Pilkada 2020 membeludak. Lebih banyak dibandingkan pemilihan tahun-tahun sebelumnya. Merujuk data Komisi Pemilihan Umum (KPU), maksimal akan ada 28 pasangan yang bakal melawan kotak kosong.
Golkar menjadi partai yang paling banyak mengusung pasangan calon (paslon) tunggal. Jumlahnya 27 calon. Kemudian PDIP sebanyak 26 calon, PKS 18 calon, PPP dan Hanura masing-masing mengusung 16 calon tunggal. Jumlahnya lebih banyak ketimbang kandidat karena partai-partai ini berkoalisi.
Sebagai pembanding, tahun 2018 ada 13 paslon tunggal. Setahun sebelumnya 9 paslon dan 2015 bahkan hanya 4 paslon tunggal. Dalam negara demokratis seperti Indonesia, bertambah banyaknya paslon tunggal adalah ironi.
Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana mengatakan, pemilu dalam negara demokrasi adalah kompetisi gagasan antara minimal 2 kandidat. Diharapkan, yang terbaiklah yang bakal menang dan memimpin.
“Ketika itu tidak terjadi, ya tidak ada kompetisi, dan itu enggak baik untuk demokrasi kita,” kata Aditya, Kamis (10/9).
Menurut Aditya, salah satu penyebab semakin banyaknya calon tunggal adalah sikap pragmatis partai. Alih-alih bertaruh mengajukan jagoan sendiri, mereka justru memilih bergabung dengan koalisi pengusung calon yang diperkirakan memiliki elektabilitas tinggi dan akan menang meski visi dan program kurang baik.
“Mereka punya problem sangat serius terhadap kelembagaan partai. Tidak percaya diri untuk memunculkan kader-kader sendiri untuk bertarung. Sehingga punya preferensi calon-calon yang sudah matang untuk bisa dipilih,” kata Aditya.
Ini membuktikan proses kaderisasi di partai kurang berjalan. Politik biaya tinggi memperburuk situasi. Ada kemungkinan partai tidak memiliki cukup uang untuk mengusung calon sendiri.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera juga menyebut calon tunggal adalah musibah. “Demokrasi itu kontestasi karya dan gagasan. Bukan lawan kotak kosong,” kata Mardani, Rabu (9/9).
Biang keladi dari kondisi itu adalah beratnya syarat pencalonan. UU Pilkada mensyaratkan calon kepala daerah harus diusung partai/gabungan partai dengan 20 persen kursi DPRD atau 15 persen suara dalam pemilihan legislatif.
Syarat tersebut pula yang membuat PKS mengusung 18 bakal calon tunggal di daerah-daerah. Di mana mereka tidak mendominasi di DPRD.
Peneliti politik dari CSIS, Arya Fernandez mengatakan, faktor eksternal lain yang membuat tahun ini calon tunggal semakin marak adalah pandemi COVID-19. Dalam situasi ini, Peraturan KPU 10/2020 memberikan syarat kampanye hanya bisa dihadiri 100 orang dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Artinya, kandidat harus beralih bergerak secara door to door. Hal itu memakan biaya lebih besar. Perubahan jadwal pilkada juga mengakibatkan rentang waktu kampanye menjadi semakin lebar. Dengan begitu, uang yang harus disiapkan semakin banyak pula.
Dalam kondisi tersebut, hanya ada dua kandidat yang paling siap: petahana dan pengusaha. Faktanya, dari 28 calon tunggal, 23 di antaranya adalah petahana.
Investor politik pun, karena usahanya terpukul pandemi, cenderung pilah pilih dalam mendukung kandidat. Tidak lagi seperti kebiasaan mereka sebelumnya yang mensponsori semua calon.