Jakarta, nomorsatukaltim.com - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menyebut, Pilkada Surabaya menjadi pertaruhan besar bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Di Kota Pahlawan ini, PDIP sudah memenangi tiga kali pemilihan wali kota.
“Surabaya ini salah satu pilkada yang menjadi target dan harga mati yang harus dimenangkan PDIP,” kata Adi, Ahad (30/8).
Adi mengatakan, bagi PDIP, Kota Surabaya adalah simbol tempat lahirnya pemimpin yang memiliki peluang ke kancah perpolitikan nasional. Risma menjadi salah satu contohnya.
Adapun bagi Risma, kata Adi, Pilkada Surabaya juga menjadi pertaruhan legitimasinya selama dua periode menjadi wali kota. “Ini sekaligus pertaruhan legacy (warisan) dan legitimasi Risma. Apakah Risma berhasil membangun basis yang kuat atau tidak?” ujarnya.
Jika kinerja Risma dianggap memuaskan, maka siapa pun calon yang diusung PDIP akan dipilih masyarakat. Maka dari itu, Adi menilai Risma cukup serius memikirkan calon penggantinya di Surabaya.
“Bukan karena dia enggak nyalon lagi lalu selesai. Justru teman-teman PDIP di pusat akan melihat sejauh mana kesuksesan Risma di Surabaya meyakinkan bahwa yang diusung PDIP dan Risma akan menang,” ujarnya.
Di Pilkada Surabaya mendatang, calon dari PDIP akan berhadapan dengan mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Inspektur Jenderal Machfud Arifin yang disokong koalisi gemuk delapan partai politik. Menurut Adi, Machfud bukanlah lawan yang ringan bagi calon yang diusung PDIP.
Adi juga mengatakan, latar belakang Machfud membuatnya memiliki kedekatan dengan pejabat di Jawa Timur. Termasuk Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa. Selama ini, Khofifah dan Risma dianggap memiliki rivalitas buntut hasil Pilkada Jatim 2018.
“Posisi dia mantan Kapolda tentu punya irisan. Kedekatan dengan pejabat dan penguasa di Jatim. Yang jelas dukungan mayoritas partai menunjukkan Machfud ini punya magnet elektoral yang enggak main-main,” ujar Adi.
Hingga saat ini, PDIP belum juga mengumumkan pasangan calon yang bakal diusung di Pilkada Surabaya. Adi berpendapat, ada dua alasan yang melandasi sikap partai banteng ini.
Pertama, Adi menilai sikap tersebut merupakan bagian dari strategi politik PDIP supaya pemenangan mereka tak terlampau mudah dibaca oleh lawan. Dengan menunda pengumuman, lawan akan cenderung meraba-raba kekuatan dan kelemahan calon PDIP.
Kedua, PDIP masih berhitung siapa calon yang paling mungkin menang melawan Machfud. “Dua hal itu yang saya kira membuat PDIP cukup berhati-hati memperhitungkan calon yang diusung,” ucap Adi. (tmp/qn)