Samarinda, NomorSatuKaltim.com - Empat pelaku yang ditahan terkait pengerukan lahan di Jalan Cipto Mangunkusumo dipulangkan polisi. Alasannya, aktivitas itu tidak memenuhi unsur penambangan ilegal.
Sehingga para pelaku ini lepas dari jeratan Pasal 158 Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009. Yakni tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kendati demikian, para pelaku penambang hanya dibebankan tanggungjawab. Sesuai perjanjian dan kesepakatan dengan warga. Selain diminta untuk menghentikan kegiatan pengerukan. Mereka diminta untuk menutup lubang bekas galian.
Perjanjian itu tertuang dalam surat mediasi antar kedua belah pihak. Jaminannya alat berat berupa ekskavator yang sebelumnya digunakan untuk menggali lubang, harus disita warga. Baru bisa meninggalkan lokasi kejadian, apabila lubang sudah ditutup dan dikembalikan seperti semula.
Sebelumnya, Rabu (26/8) lalu, ekskavator tersebut dikabarkan sempat tidak berada di lokasi pengerukan. Hingga membuat warga sekitar cemas. Takut perjanjian tidak dipenuhi oleh penambang.
Meski alat berat sempat tak terlihat di lokasi tambang. Namun pada Kamis (27/8) kemarin, pihak penambang dikabarkan telah melakukan penutupan lubang bekas galian. Bahkan warga turut serta mengawasi alat berat melakukan penutupan lubang.
"Sudah ada kok ekskavatornya. Ada pekerjaan di sana, mereka menutup lubang dan dikawal warga," ungkap Lurah Harapan Baru, Heriwati Andi Zainuddin ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, siang kemarin.
Penutupan lubang yang hanya berjarak sekitar 20 meter dari permukiman warga itu diminta untuk segera diselesaikan pada Jumat (28/8) hari ini.
Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Jika tidak sesuai target, maka ekskavator tetap akan ditahan warga. Sampai lahan yang digunakan kembali seperti semula. "Iya, harus dikembalikan seperti posisi semula kan begitu kemauan warga. Setelah itu baru alatnya boleh keluar," tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kasubnit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Satreskrim Polresta Samarinda Ipda Andrean menerangkan, soal perjanjian tersebut sebenarnya telah dilakukan antar penambang dan warga setempat. Perjanjian penutupan seluruhnya diserahkan pihak kelurahan dan warga.
"Kalau dari kami hanya bicara pada perkaranya. Kalau untuk ada dan tidak adanya alat berat itu jadi kewajiban pada penambang dengan masyarakat disana," ucapnya.
Ia menjelaskan, tidak sampainya kasus tersebut ke ranah hukum, lantaran singkapan batubara belum terkeruk atau diproduksi. Atas dasar itulah perkara tambang ilegal itu kini telah dianggap selesai.
"Jadi batu itu belum dikeruk, ditumpuk dan diproduksi atau dijual. Sehingga belum bisa masuk Pasal 158 UU Minerba. Unsurnya belum memenuhi. Di sisi lain juga sudah ada pernyataan damai dari kedua pihak," pungkasnya.