Lebih mengejutkan lagi perwajahannya. Sangat menor. Dengan judul-judul besar. Warna-warni. Bombastis. Disertai grafis-grafis, komik dan foto-foto mencolok.
Saya sengaja ke Hong Kong waktu Harian Apel terbit. Saya amati dalam-dalam. Saya pun membeli beberapa eksemplar. Seperti itulah biasanya oleh-oleh saya untuk redaksi kalau saya datang dari luar negeri.
Belum pernah ada koran seperti itu sebelumnya. Maka Harian Apel itu langsung populer. Apalagi misinya jelas: anti Tiongkok.
Sukses di Hongkong itu akan dilebarkan ke Taiwan. Maka dua tahun kemudian terbit pula Harian Apel di Taipei. Dengan format yang sama. Dengan misi yang sama. Dengan pemilik yang sama.
Gagal total.
Mesin-mesin cetaknya sudah telanjur banyak. Sebagian lantas saya beli. Rupanya soal misi anti-Tiongkok sudah bukan barang baru di Taiwan.
Di Harian Apel yang anti Tiongkok bukan hanya isi koran itu, tapi juga pendiri dan bos-nya: Jimmy Lai. Yang kemarin ditangkap itu.
Sewaktu 200 polisi menggerebek kantor koran itu, ada pesan khusus dari komandan mereka: jangan mengganggu ruang redaksinya. Jangan sampai persiapan terbit koran itu terhambat.
Tapi polisi tidak bisa tidak masuk ruang itu. Kantor Jimmy Lai ada di lantai yang sama.
Keesokan harinya Harian Apel tetap terbit. Tetap anti-Tiongkok. Bahkan ketika dilakukan penggerebekan, harian itu membuat siaran live streaming.
Hong Kong rupanya telanjur basah. Sekalian terjun ke air. Apa pun risikonya. Dari pada Hong kong Merdeka.(*)
sumber: disway.id