Indonesia Pernah Mengalami Resesi, Apakah Akan Berulang?

Selasa 11-08-2020,10:24 WIB
Reporter : Y Samuel Laurens
Editor : Y Samuel Laurens

Resesi ekonomi akan mengakibatkan terhentinya aktivitas perekonomian. Pada tingkat ekstrem, pengangguran dan kemiskinan akan meningkat tajam. (Int)

Jakarta, nomorsatukaltim.com - Sebanyak sembilan negara telah mengalami resesi akibat pandemi virus corona yang berdasarkan laporan Worldometers pada Jumat (7/8) telah menjangkiti 19.261.406 orang. Negara-negara itu adalah Amerika Serikat (AS), Jerman, Perancis, Italia, Korea Selatan, Jepang, Hong Kong, Singapura, dan Filipina.

Dua kali berturut-turut atau lebih, perekonomian di kesembilan negara tersebut mencatatkan pertumbuhan minus. Sementara itu di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 minus 5,32 persen. Artinya, jika tren minus tersebut berlangsung hingga kuartal III-2020, Indonesia juga bisa masuk ke jurang resesi ekonomi.

Dilansir dari Forbes pada 15 Juli 2020, resesi merupakan penurunan signifikan kegiatan ekonomi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Resesi juga dianggap sebagai bagian yang tak terhindarkan dari siklus perekonomian suatu negara.

PERTUMBUHAN EKONOMI MINUS

Indonesia pernah mengalami resesi. Tepatnya pada 1998.

BPS merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I-1998 minus 12,23 persen dibandingkan semester yang sama pada 1997.

Kepala BPS saat itu, Sugito Suwito mengatakan, hampir semua sektor mengalami pertumbuhan negatif. Kecuali sektor pertanian. BPS mengoreksi pertumbuhan ekonomi untuk periode Januari hingga September 1998. BPS menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi 13,59 persen.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus ini berlangsung hingga akhir tahun. BPS menyebut, secara agregat perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar 13,45 persen dibandingkan 1997. Ada sejumlah sektor yang mengalami kemerosotan. Sehingga membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia terpuruk.

Sektor itu di antaranya sektor pertambangan dan penggalian minus 3,34 persen, industri minus 15,91 persen, dan konstruksi minus 37,49 persen. Kemudian sektor perdagangan, restoran dan hotel minus 19,28 persen. Sektor lainnya adalah pengangkutan dan komunikasi minus 11,84 persen, lembaga keuangan dan persewaan minus 18,24 persen, serta sektor jasa minus 5,51 persen.

Akan tetapi, BPS menyebut, ada beberapa sektor yang masih mencatat pertumbuhan positif selama 1998: sektor pertanian tumbuh 0,43 persen, serta sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 3,28 persen.

RUPIAH TERPURUK

Faktor dominan penyebab minusnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 1998 adalah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Rupiah kala itu terdepresiasi hingga lebih dari 80 persen sejak awal Juli terhadap dolar AS.

Ambruknya rupiah ini disebut menyebabkan beban ekonomi berlebih. Terutama untuk membiayai impor barang dan jasa serta pembayaran kembali utang luar negeri. Indonesia per Maret 1998 memiliki utang luar negeri mencapai 138 miliar dolar AS. Sekitar 72,5 miliar dolar AS adalah utang swasta yang dua pertiganya jangka pendek.

Dari total utang itu, sebanyak 20 miliar dolar AS di antaranya jatuh tempo pada 1998. Padahal saat itu cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 miliar dolar AS.

INDONESIA SAAT INI

Tags :
Kategori :

Terkait