Miliki Bahan Baku Pendukung, Indonesia Layak Jadi Produsen Mobil Listrik

Selasa 28-07-2020,09:53 WIB
Reporter : Y Samuel Laurens
Editor : Y Samuel Laurens

Pelajar berada di Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) saat kunjungan di Puspiptek. (ANTARA)

Jakarta, Nomorsatukaltim.com - Indonesia dinilai telah siap menjadi produsen kendaraan listrik. Meskipun harus bekerja sama dengan negara lain. Yang sudah memiliki teknologi lebih maju.

Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan bahan baku berupa nikel dan kobalt sangat besar. Untuk dikembangkan menjadi industri baterai lithium. Sebagai komponen utama kendaraan listrik.

“Kita tentunya tidak ingin menjadi importir kendaraan terus-menerus. Tapi harus bisa memproduksi kendaraan listrik. Dari sisi teknologi sebenarnya Indonesia sudah bisa menguasai,” kata Penasehat Khusus Bidang Kebijakan Inovasi dan Daya Saing Industri Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Satryo Soemantri Brodjonegoro, Minggu (26/7/2020) lalu.

Pemerintah juga mendorong swasta yang selama ini mengimpor kendaraan listrik. Untuk segera membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia. Dengan menggandeng prinsipal dari luar negeri.

Keinginan dan komitmen Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik dituangkan dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Perpres ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik.

Menurut Satryo, untuk tahap pertama, Indonesia akan mencoba mengembangkan dua hal. Pertama, mengembangkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Kedua, mengembangkan baterai lithium sebagai komponen penggerak utama dari kendaraan listrik. “Harus berjalan paralel. Pengembangan kendaraan dan baterai jalan bersama,” katanya.

Ia menjelaskan, pengembangan industri baterai kendaraan listrik ini perlu segera diwujudkan. Karena sesungguhnya Indonesia memiliki cadangan bahan baku nikel dan kobalt yang sangat besar. Bahkan terbesar di dunia.

“Karena itu, kita tawarkan ke negara yang sudah lebih maju di bidang industri ini untuk bekerja sama. Pemerintah telah membentuk tim untuk menyiapkan pengembangan industri baterai lithium,” bebernya.

Secara paralel, Indonesia juga mengundang investor asing untuk membangun pabrik kendaraan listrik di dalam negeri.

“Sudah ada beberapa yang berminat untuk berinvestasi. Kita tentunya ingin bukan hanya membeli kendaraan listrik saja. Tapi juga bisa mendapatkan manfaat transfer teknologi. Sehingga dalam jangka panjang Indonesia bisa menjadi produsen kendaraan listrik,” ujarnya.

Satryo menyebut, ada tiga aspek yang ingin dicapai dengan penerbitan Perpres itu. Pertama, ingin menciptakan lingkungan bersih. “Kendaraan listrik tidak lagi menggunakan bahan bakar fosil. Tapi pakai baterai lithium. Emisinya nol. Jadi tidak ada pencemaran udara,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah berusaha menekan impor bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah juga ingin Indonesia menjadi negara industri kendaraan listrik. Karena memang memiliki potensi. Dengan dukungan pasar yang luas dan mobilitas yang sangat tinggi.

Asisten Deputi Industri Penunjang Infrastruktur Kemenko Maritim dan Investasi, Firdausi Manti menambahkan, pemerintah mendukung swasta mengimpor kendaraan listrik. Tapi berharap ada alih teknologi dari prinsipal asing.

Ia berpendapat, dalam era seperti saat ini Indonesia tidak mungkin berjalan sendiri dalam mengembangkan teknologi. Harus menggandeng negara lain yang memiliki teknologi kendaraan listrik.

“Indonesia bisa menjadi pemain rantai pemasok global baterai untuk kendaraan listrik. Rantai pasokan global dalam industri kendaraan listrik diperlukan. Di mana sesama negara bisa saling melengkapi suku cadang. Misalnya Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Mengingat nikel bisa menjadi salah satu pembuat baterai mobil listrik,” katanya.

Tags :
Kategori :

Terkait