Angka Putus Sekolah di Kutim Tertinggi di Kaltim, Bupati Ardiansyah Tidak Sependapat, Katanya....
Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman.-sakiya/disway kaltim-
KUTIM, NOMORSATUKALTIM - Kutim menjadi salah satu kabupaten dengan jumlah anak putus sekolah tertinggi di Kaltim.
Berdasarkan data resmi Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, terdapat 12.802 anak di Kutim yang tidak melanjutkan pendidikannya.
Rinciannya, 9.463 di antaranya sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan. Kemudian 1.451 siswa lulus, namun tidak melanjutkan. Lalu 1.888 siswa terpaksa putus tengah jalan.
BACA JUGA:Penanganan Banjir di Bengalon, DPRD Minta Semua Pihak Bergerak
BACA JUGA:Camat Sangatta Utara Pastikan Tidak Ada Lagi Monopoli Lapak usai STQ Ditata Ulang
Bupati Ardiansyah Sulaiman saat dimintai tanggapannya mengenai data tersebut tampak tak sepenuhnya sepakat.
Ardiansyah menyebut, data tersebut tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, sehingga tampak tak logis.
“Ini agak lucu ya, aku enggak berani komentar lebih jauh. Sejak tahun 2005, Kutai Timur itu pendidikannya sudah diberlakukan gratis, malah sampai perguruan tinggi juga diberi kemudahan biaya. Makanya, logika data yang diberika Pusdatin itu tidak sesuai kenyataan yang ada di lapangan,” ujar Ardiansyah, Rabu (18/06/2025).
BACA JUGA:Kolam Renang Rp9 Miliar di SMK Sangatta Utara Molor, Disdikbud Kaji Sanksi jika Telat Lagi
Selain itu, Ardiansyah juga menekankan bahwa pemerintah daerah juga tengah melaksanakan program wajib belajar 12 tahun.
Dalam penerapannya, siswa diberi kemudahan untuk melanjutkan sekolahnya tanpa diberatkan biaya, sehingga seharusnya tak terjadi masalah putus sekolah yang meluas.
“Masyarakat harus paham, apabila memang terjadi putus sekolah, itu bukan berarti pemerintah tak menyediakan dukungan. Makanya logika data tersebut tampak tak sesuai,” tegasnya.
Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi, juga turut angkat bicara mengenai masalah tersebut. Jimmi menyatakan bahwa masalah putus sekolah memang harus diberi perhatian lebih, bukan diabaikan.
“Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama. Menggratiskan biaya memang penting, tetapi lebih penting lagi ialah menumbuhkan minat masyarakat akan pentingnya belajar dan mencari ilmu,” kata Jimmi
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
