Eks Karyawan RSHD Samarinda Keluhkan Upah yang Tak Kunjung Dibayar, Manajemen Dinilai Tak Kooperatif
Rapat dengar pendapat DPRD Kaltim dengan eks karyawan RSHD Samarinda.-Mayang Sari/ Nomorsatukaltim-
BACA JUGA: Gaji Tertunggak Karyawan RSHD Samarinda Dijanjikan Cair usai Jual Aset
Sebanyak 11 hingga 12 orang eks karyawan hadir dalam pertemuan hari ini. Mereka sepakat tetap memperjuangkan hak melalui jalur hukum, baik pidana maupun perdata, apabila pembayaran tidak juga dilakukan.
"Harapannya, hak-hak kami segera diselesaikan tanpa harus sampai ke ranah pidana. Tapi kalau tidak ada itikad baik, kami siap menempuh jalur hukum," tutur Rahma.
Kuasa hukum para eks karyawan sebelumnya menyebut akan menunggu proses pelelangan aset milik RSHD sebagai salah satu jalan untuk memastikan pembayaran gaji.
Namun, para pekerja menilai harapan itu kecil, mengingat sebagian aset rumah sakit disebut sudah ditempeli pengumuman penjualan.
BACA JUGA: Pemprov Kaltim Ultimatum Manajemen RSHD, Tenggat Pelunasan Gaji Karyawan Sudah Dekat
Sementara itu, Rahmat Fauzi, kuasa hukum 57 eks karyawan RSHD, menilai manajemen tidak menunjukkan itikad baik sejak persoalan ini mencuat awal tahun.
"Sudah 4 kali dipanggil, tetapi tidak pernah hadir. Bahkan saat mediasi di Disnaker Samarinda pun pihak manajemen tidak pernah hadir sama sekali," ujarnya.
Menurut Rahmat, absennya manajemen membuat DPRD Kota Samarinda sempat menyimpulkan bahwa forum RDP tidak akan dilanjutkan lagi setelah 7 hari ke depan. Meski begitu, ia berharap masih ada ruang kompromi.
"Kalau memang ditambah waktu 7 hari lagi apa salahnya? Harapan kami ada pertemuan antara manajemen, direksi, dan karyawan agar masalah ini bisa diselesaikan," katanya.
Rahmat menegaskan, pihaknya sejauh ini sudah menempuh berbagai jalur non-litigasi. Namun karena tidak ada respons dari manajemen, langkah hukum kemungkinan besar akan diambil.
"Kami sudah koordinasi dengan Disnaker terkait nota penetapan kedua (nota 2). Kalau tidak ada hasil, terpaksa kami lanjut ke upaya hukum. Jalur non-litigasi sudah mentok," jelasnya.
Ia menyebutkan, pelanggaran yang terjadi meliputi keterlambatan pembayaran upah, pemotongan di bawah ketentuan UMK, hingga tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan.
"Kalau total klaim yang harus dibayarkan sekitar Rp1,3 miliar. Itu baru untuk upah dan denda, belum termasuk BPJS serta selisih gaji yang tidak sesuai UMK," terang Rahmat.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
