Ingatkan soal Pengelolaan Air

Ingatkan soal Pengelolaan Air

Perusahaan perkebunan sawit yang menjadi penyebab perubahan air Sungai Segah jadi hijau, diminta menuntaskan persoalan pengelolaan air kebun maupun watergate.

Tanjung Redeb, Disway – Perkembangan kasus perubahan warna air Sungai Segah yang diduga akibat aktivitas pemupukan perkebunan sawit, sudah sampai tahap mediasi.

Perusahaan diminta menuntaskan persoalan pengelolaan air kebun.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau, Sujadi mengatakan, kasus tersebut tidak sampai ke meja hijau.

“Jadi sudah dimediasi,” tegasnya kepada Disway Berau, Senin (6/7).

Sujadi mengatakan, mediasi yang dilakukan oleh pihaknya sudah tepat dan sesuai dengan aturan hukum lingkungan.

Salah satu saran yang diberikan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup adalah pengelolaan air kebun.

“Karena memang yang menjadi masalah di sana adalah belum adanya pengelolaan air kebun. Sehingga bisa mengakibatkan air di paritan itu meluap hingga ke sungai,” katanya.

Sujadi mengungkapkan, perusahaan terkait masih harus melakukan pembenahan watergate. “Kami minta mereka menyelesaikan dokumen terkait pengelolaan air kebun itu,” ungkapnya.

Lanjutnya, saat ini pihak perusahaan perkebunan sedang melakukan koordinasi dengan pihaknya. Namun, jika kasus serupa kembali terjadi, maka DLHK akan mengkaji kembali terkait perubahan air sungai tersebut.

“Nanti kalau berubah lagi jadi hijau, maka akan kami terlusuri kembali,” pungkasnya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi II DPRD Berau, Sujarwo Arif mengatakan, DLHK harus memiliki ahli laboratorium yang benar-benar kompeten.

Sehingga, jika kasus tersebut kembali terjadi, petugas laboratorium DLHK bisa melakukan analisis permasalahan dengan tepat. Atau paling tidak, DLHK punya anggaran untuk mendatangkan profesor atau ahli lingkungan.

Jika nanti kasus itu terulang kembali.

“Cari ahli yang benar-benar kompeten yang hasil penelitiannya bisa dijadikan panduan untuk menempuh jalur hukum,” bebernya.

Selain itu, Jarwo mengungkapkan, DLHK harus lebih memperhatikan perangkat atau komponen yang ada di laboratorium. Sehingga terjadi keseimbangan antara Sumber Daya Manusia (SDM) dan alat yang digunakan.

“DLHK seharusnya memiliki alat yang mumpuni. Jika sekarang belum lengkap, silakan dilengkapi,” katanya.

Lanjutnya, DLHK ini berperan penting. Pasalnya, DLHK adalah satu-satunya garda pertahanan dalam bidang lingkungan. Karena, semua perizinan saat ini telah dilimpahkan ke pemerintah provinsi dan pusat.

“Apalagi saat ini ada perubahan undang-undang minerba.

Banyak kewenangan yang dari provinsi itu ditarik ke pusat.

Maka prosesnya akan semakin jauh lagi,” tuturnya.

Dia mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau harus dibenahi.

Jika tidak diperbaiki, maka dipastikan tidak ada lagi keseimbangan lingkungan.

“Kalau dibiarkan, maka akan terjadi ekploitasi terus menerus,” tegasnya.

Jarwo menyebutkan, jika terjadi ekploitasi lingkungan secara terus menerus dan ditambah minimnya dampak ekonomi dari sektor perkebunan sawit.

“Ini akan berpengaruh terhadap masa depan masyarakat Berau,” tuturnya.

Lanjutnya, itu adalah ‘PR’ yang harus diselesaikan oleh DLHK.

Bukan tanpa alasan, jika kasus yang katanya fenomena alam tersebut kembali terulang. Pemerintah tidak kebingungnan lagi.

“Kalau kemarin kan penelitian sudah dilakukan. Tapi ujung-ujungnya, metode yang digunakan terpatahkan oleh kajian ilmiah,” katanya.

Menurutnya, walaupun metode yang digunakan sudah tepat. Namun hasil kajian ilmiahnya tidak tepat, maka hasilnya tidak bisa diakui.

“Masalahnya hanya disitu. Kalau nanti kasus itu terulang, dan pemerintah sudah siap dengan metode, kajian ilmiah hingga SDM dan peralatannya.

Maka menempuh jalur hukum pun pasti bisa,” ungkapnya.

Jarwo mengungkapkan bahwa dirinya sudah mulai geram dengan situasi sekarang. Perusahaan harus mulai memaksimalakan CSR, karena masih cukup lemah.

“Dampak lingkungan sawit itu sudah pasti ada. Mulai dari dibuka saja sudah ada pengaruhnya dengan lingkungan,” katanya.

Dia menyebut bahwa sawit hingga saat ini tidak ada pajaknya untuk di Berau. “Sawit tidak ada bagi hasil untuk Berau,” tegasnya.

Maka dari itu, Dia mendorong perusahaan sawit untuk memaksimalkan CSR perusahaan. Pasalnya itu sudah tertuang di Undang-Undang Perseroan Terbatas.

“CSR itu bentuknya Wajib bagi perusahaan yang berhubungan atau mengelola dengan lingkungan hidup. Sawit itu termasuk dan Batubara pun demikian,” pungkasnya (*/fst/app)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: