Melindungi Hak Pemilih dalam Pilkada Serentak di Masa Pandemi
OLEH: ALDY ARTRIAN*
Setelah ditetapkan Pilkada serentak 2020 dilanjutkan kembali, KPU pun telah menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas PKPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Wali Kota dan Wakil Walikota Tahun 2020. Saat ini, tahapan Pilkada sedang berjalan: verifikasi faktual syarat dukungan bakal calon perseorangan serta pemuktahiran dan penyusunan daftar pemilih.
TANTANGAN PENYELENGGARAAN
Pilihan ini tentu telah melalui berbagai pertimbangan. Dalam konsep bernegara, kepentingan bersama harus didahulukan dan dimenangkan. Sederhananya, pemangku kebijakan berani untuk optimistis. Dalam berbagai kesempatan, penyelenggara beserta jajarannya telah menyatakan kesiapan. Kesiapan ini juga harus didukung dengan perlindungan negara. Diwujudkan dengan memfasilitasi kebutuhan dasar penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi.
Apakah penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi akan menurunkan kualitas demokrasi? Kondisi ini dipandang karena beberapa instrumen teknis penyelenggaraan juga harus dilakukan penyesuaian. Tentu ini menjadi pengalaman pertama bagi Indonesia.
Dalam sebuah publikasi Journal of Risk Research pada 13 Mei 2020 yang berjudul Pandemic Democracy: Election and COVID-19 yang ditulis oleh Todd Landman dan Luca Di Gennaro, pandemi COVID-19 menimbulkan risiko yang signifikan terhadap kemampuan negara. Untuk menjamin pemilu yang otentik dan transparan. Pelaksanaan pemilu mungkin berdampak signifikan terhadap perlindungan kesehatan masyarakat dan integritas pemilu.
Ia menekankan, dalam tahapan pemilihan yang memiliki dampak risiko tertinggi ada pada proses pencalonan kandidat, kampanye, pemungutan dan perhitungan suara.
Penyelenggaraan Pilkada pada masa pandemi tentu menjadi tantangan sekaligus ujian. Keadaan yang tidak pernah diprediksi sebelumnya. Sehingga harus diantisipasi dengan alternatif kebijakan yang esensinya tidak mengurangi makna demokrasi. Pelaksanaan Pilkada bukan hanya perkara menjaga tata pemerintahan daerah. Melainkan juga harus mengedepankan proses demokratisasi yang sehat. Maka semangat yang dibangun kini adalah bagaimana memberi jaminan hak politik sejalan dengan melindungi keselamatan warga negara.
HAK PILIH SAAT PANDEMI
Pemberlakuan protokol kesehatan adalah salah satu upaya negara melindungi warganya. Ada kekhawatiran sebagian pihak jika protokol kesehatan dapat menghalangi atau mengurangi hak konstitusional warga negara soal hak pilih. Hak konstitusional warga negara adalah hak memilih dan dipilih. Sehingga hak ini dijamin oleh konstitusi, undang-undang, maupun konvensi internasional.
Pada Pasal 56 dan 57 UU Nomor 10 Tahun 2016, yang memiliki hak memilih adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dengan usia 17 tahun atau sudah/pernah kawin dan terdaftar sebagai pemilih. Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, harus memenuhi syarat: tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya dan/atau tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya, selain dari ketentuan di atas, tidak ada alasan mendasar untuk mengugurkan hak pilih seseorang. Hal ini termasuk melindungi hak pilih bagi pasien terpapar, tenaga kesehatan yang bertugas, orang dalam karantina/ isolasi mandiri, maupun tenaga pendukung lainnya yang karena tugasnya diharuskan “berjarak” dengan masyarakat.
Disadari bersama, dalam kurun waktu ke depan belum dapat dipastikan bahwa kurva paparan COVID-19 ini akan mengalami penurunan atau malah sebaliknya. Siapa pun tidak pernah mengharapkan penyelenggaraan Pilkada dapat menjadi klaster baru.
Para pemangku kebijakan wajib mengambil langkah strategis serta merumuskan berbagai skenario untuk menjaga penyelenggaraan Pilkada tetap demokratis dan bermartabat. Setidaknya menjadi perhatian bersama, antara lain: pertama, KPU menyusun ketentuan dan pedoman penyelenggaraan yang memperhatikan protokol kesehatan. Kemudian dituangkan kedalam peraturan turunan yang tidak bertentangan dengan norma hukum di atasnya. Seperti PKPU keadaan bencana non-alam yang memuat mengenai metode kampanye, desain TPS, dan sebagainya. Bawaslu juga menyertai peraturan. Guna memastikan proses penyelenggaraan serta melaksanakan pengawasan dan penindakan dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Kedua, memastikan akses dan ketersediaan informasi akurat mengenai sebaran COVID-19. Dukungan anggaran dan ketersediaan alat pelindung diri merupakan kebutuhan tambahan yang juga sama pentingnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: