Beras Organik Indonesia Diminati Pasar Ekspor
Lahan padi di Kecamatan Telang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
DiswayKaltim.com - Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi mengatakan, beras organik Indonesia semakin diminati pasar ekspor, sehingga volume ekspornya dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Buktinya, ekspor tahun 2016 hanya tercatat 81 ton, namun pada tahun 2018 Kementan telah menerbitkan rekomendasi ekspor 143 ton beras organik.
“Kemudian, sampai dengan bulan Juni 2019 ini, sudah 252 ton beras organik yang telah direkomendasikan untuk menembus pangsa pasar luar negeri. Kami optimis diperkirakan akan terus bertambah sampai dengan akhir tahun ini,” kata Suwandi, dalam kunjungan kerjanya meninjau lahan padi di Kecamatan Telang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Jumat (2/8/2019).
Tercatat, ekspor beras organik tersebut sampai dengan bulan Juni 2019 ini berhasil masuk ke beberapa negara, seperti Jepang, Hongkong, Jerman, US, Perancis, Malaysia dan Singapura. Ekspor tersebut oleh CV Shinta Rama, PT Bloom Agro, PT Bumi Subur Sejahtera Lestari dan PT Sejahtera Makmur Semesta.
Suwandi menekankan ekspor beras organik ini segmen pasarnya tertentu. Namun demikian, jelas harga beras organik jauh lebih mahal dibandingkan beras premium.
“Beras organik yang diekspor berupa beras organik putih, beras hitam, beras merah, dan beras cokelat. Beras tersebut diminati kalangan masyarakat tertentu karena beberapa alasan, antara lain tidak menggunakan bahan kimia, non-GMO, cita rasa yang khas dan untuk bahan baku jenis makanan tertentu,” jelas dia.
Berangkat dari membaiknya kinerja ekspor ini, Suwandi menegaskan, peningkatan produksi padi menunjukkan bukan hanya bertujuan untuk konsumsi dalam negeri. Namun juga ke depan diarahkan pada pengembangan beras berkualitas ekspor untuk segmen pasar khusus.
“Terutama beras organik dan beras tertentu yang diminati oleh konsumen mancanegara,” tegasnya.
Suwandi menyebutkan, sentra padi organik saat ini masih spot-spot kecil dan belum di hamparan luas. Sentra padi organik terutama di wilayah Sumbar, Jabar, Jatim dan Sultra dengan luas sekitar 215 hektare.
“Kebanyakan mereka menggunakan varietas seperti Ciherang, Inpari, Sintanur dan selebihnya varietas lokal,” sebutnya.
Adapun produktivitas rata-rata padi organik di lahan sawah tadah hujan sebesar 5 ton gabah kering panen (GKP) per hektare. Bahkan untuk sentra yang sudah lama berkecimpung di pertanian organik lebih dari 5 tahun, seperti di Tasikmalaya bisa mencapai 7 ton gabah kering panen per hektare.
Terkait dukungan pemerintah, Menurut Suwandi, tentunya berperan penuh guna mendorong semakin meningkatnya volume ekspor komoditas pertanian. Salah satunya Kementan telah meningkatkan ekspor beras melalui bantuan sertifikasi beras organik.
“Bantuan alat juga pernah diberikan untuk eksportir beras organik seperti dari Tasikmalaya. Saat itu kami berikan bantuan berupa color sorter, destoner, RMU, packing grading untuk membantu memperluas pangsa pasarnya karena disana sudah skala luas,” katanya.
Selain dari sisi pascapanen, tambahnya, dari sisi hulu pun Kementan memberikan bantuan budidayanya seperti halnya bantuan sarana peningkatan poduksi 1.000 desa organik. Kementan pun memberikan bantuan berupa sertifikasi organik sejak tahun 2015.
“Ke depannya kita optimis beras organik tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri tetapi juga mampu mengisi pasar dunia,” pungkasnya. (srv/dah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: