Harimuddin Rasyid: Bekas Sopir di Balik Kabupaten Penajam

Harimuddin Rasyid: Bekas Sopir di Balik Kabupaten Penajam

Kabupaten Penajam Paser Utara dikenal di seluruh Nusantara sejak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mengumumkan rencana pemindahan ibu kota negara. Tapi siapa sangka, daerah yang baru berumur 18 tahun ini, lahir dari sosok seorang sopir.  Setiap tahun, pria yang kini menyandang Doktor Kehormatan itu selalu tampil di depan para pejabat dan masyarakat. Membacakan sejarah lahirnya Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) pada setiap peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) daerah itu. Lahir di Balikpapan 66 Tahun silam, melalui pemikirannya, mengalirlah ide membentuk sebuah daerah otonomi baru di Kalimantan Timur (Kaltim). Anak seorang prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)-- saat ini Tentara Nasional Indonesia (TNI), tak pernah berpikir menjadi sosok penting bagi calon ibu kota negara yang baru. "Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya akan memperjuangan sebuah daerah baru," kata Harimuddin Rasyid, saat saya temui, pekan ini. Kisah bermula saat Harimuddin muda bekerja sebagai seorang sopir di sebuah perusahaan kontraktor Unocal Pasir Ridge Balikpapan pada 1977. Seiring waktu, pada 1985 terjadi pengurangan karyawan besar-besaran. Termasuk Harimuddin muda. Terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang membuat dirinya kehilangan pekerjaan. Tak habis akal, pria berdarah Sulawesi ini memutar akal menjadi seorang entrepreneur. Hijrahlah ia ke daerah yang kala itu masih masuk ke wilayah administrasi Kota Balikpapan. Kecamatan Balikpapan Seberang (saat ini Kabupaten PPU). Ia merintis sebuah studio foto dan menjadi juru foto pada tahun 1987. Seiring berjalannya waktu, usahanya berjalan. Kendati tidak begitu besar, ia masih mampu menghidupi seorang istri dan keempat anaknya. Pada tahun 1991, tersebar isu adanya transmigrasi masyarakat ke wilayah Kaltim. Di wilayah Sepaku dan Semoi tepatnya. Saat itu, sebuah kotamadya tidak diperbolehkan menerima warga transmigran. Karena itu, kebijakan politik saat itu menentukan bahwa daerah Kecamatan Balikpapan Seberang ini harus bergabung ke Kabupaten Paser. Singkat cerita, kebijakan itu berimbas kepadanya sebagai pelaku usaha. Pasalnya, kepengurusan administrasi usaha yang sebelumnya hanya perlu menyeberangi teluk, harus berpindah puluhan kilometer. Setiap pengurusan zin harus ke Tanah Grogot, ibu kota Kabupaten Paser. "Saya sebagai pengusaha, saya sangat dirugikan. Yang awalnya dekat, jadi sangat jauh," katanya. Berangkat dari hal itulah kemudian tercetus pemikiran untuk membentuk daerah otonomi baru. Saat ia memusingkan hal itu di sebuah Warung Kopi "Nenek Lesse", terbesit dalam pikirannya untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Datanglah seorang kawan, Ari Arief. Ari Arief merupakan seorang jurnalis yang awalnya merupakan langganan cetak foto di studi miliknya. Yang lama kelamaan menjadi lawan diskusinya dan menjadi pejuang bersama dalam pemekaran wilayah PPU. Diungkapkanlah pemikiran itu kepada Ari. "Ari kan wartawan, saya ngomong ke dia "Eh, kita bikin kota administratif yuk. Saya bilang begitu," kisahnya. Berbekal kawan seorang jurnalis, bergiliran isu pemisahan wilayah tersebut. Yang awalnya merupakan kepentingan pribadi Harimuddin untuk memudahkan pribadinya dalam hal kepengurusan administrasi. "Nah, lalu Ari kembangkan itu menjadi sebuah isu politik. Kami berdua yang menjadi motornya," ujarnya. Lambat laun, gaung pemikiran ini melahirkan kelompok yang berjuluk tim tujuh. Kelompok tim tujuh ini menyandang gelar persatuan sarjana. Harimuddin tidak masuk di dalamnya. Ia hanya menjadi tokoh dibalik layat. Pasalnya, tim ini mesti berisikan orang yang memiliki disiplin ilmu doktorandus (setingkat S-1 saat ini) semua. Sedangkan Harimuddin hanya berbekal ijazah SMP kala itu. Ia baru menyelesaikan SMU persamaan pada tahun 1999. S1 Hukum di Universitas Abdurachman Saleh Situbondo pada 2003. Dan menyelesaikan pasca sarjana Hukum Lingkungan di Universitas Mulawarman pada 2005 Tim ini Firmansyah, Marjani, Syafaruddin, Kamaluddin Sahar, Lamuri Sibolangi, Amiruddin Lambe, dan Darhuddin. Mereka bertugas untuk mendapatkan kesepakan politik antara Bupati Paser dan DPRD Paser. "Ari yang menaikkan eksistensi kelompok tujuh ini melalui tulisan-tulisannya. Ia terus mengulas. Tapi saya motornya dari belakang," jelas Harimuddin. Harimuddin mensupport mulai dari penyandang dananya hingga kebutuhan mobilisasinya. "Yah, biasa. Orang kalau sudah punya keinginan," katanya. Saat itu, lanjutnya, perjuangan mengacu pada UU Nomor 5 tahun 1974 tentang pembentukan kota administratif. belum ada UU Otonomi Daerah. Sampai dengan tahun 1999, aspirasi peningkatan status Kecamatan Penajam menjadi sebuah kota administratif belum mendapatkan respon dari struktur politik. Sehingga, aspirasi tersebut belum pernah menjadi bagian dari agenda politik lokal. Seiring dengan terbitnya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan kota administratif sebagai tahapan persiapan menuju daerah otonom tidak dikenal lagi. Maka tertutuplah kemungkinan Kecamatan Penajam pada saat itu untuk naik status. Arah perjuangan Tim Tujuh limbung. Hal itu dikenal sebagai fase pertama. "Sampai akhirnya, kelompok tujuh belum bisa menembus itu. Gagallah mereka. Karena hanya mampu menggalang dari kemauan masyarakat. Masih membuat gaungan. Belum kesepakatan politik," jelasnya. Fase selanjutnya, Harimuddin berinisiatif melebur bagian dari kelompok tujuh tersebut menjadi Tim Sukses Paser Wilayah Utara Menuju Kabupaten yang selanjutnya menjadi sebuah yayasan. Dengan dirinya sebagai ketua. Perjuangan saat itu juga masih mengalami jalan terjal dan berliku. Banyak menguras waktu, tenaga, moral dan material. "Dalam perjuangan ini, memakan perasaan dan juga harta," katanya. Namun demikian, perjuangan tim sukses membuahkan hasil. Yaitu bisa memasukkan kah dan aspirasi politik pemekaran menjadi salah satu agenda di tingkat lokal dan juga nasional. "Saya mulai kerja, ada proses dan taktik. Yang banyak berperan adalah saya dan Ari," imbuhnya. Pemerintah Kabupaten Paser menyetujui rencana terbentuknya kabupaten di wilayah utara. Yang selanjutnya keputusan turut diikuti DPRD Paser pada 25 April 2000. Kemudian dalam perjuangannya, setiap tokoh masyarakat di empat daerah Babulu, Waru, Sepaku dan Penajam sebagai bagian dari kabupaten yang akan dibentuk ia pegang kuat. "Itu strategi saya. Supaya tidak ada timbul kontra politik, konfilk sosial dari bawah," ujarnya. Perjuangan panjang terus berlanjut hingga ketingkat pusat. Dua tahun setelahnya, pada 11 Maret 2002 lahirlah sebuah Kabupaten termuda kedua di Kaltim, Penajam Paser Utara. DPR RI menetapkan UU Nomor 7 Tahun 2002.  "Seluruh kendala untuk memperjuangkan pemekaran Penajam Paser Utara ini adalah politik," kata Harimuddin.   Menahan Lapar Satu kisah pilu pernah ia rasakan dalam perjuangannya. Saat itu setelah Tim Sukses Paser Wilayah Utara Menuju Kabupaten disepakati memiliki tugas untuk mensosialisasikan aspirasi dalam bentuk seminar di beberapa daerah. Harimuddin berkisah, dirinya bersama kawan-kawan seperjuangan saat itu tengah berada di Ibukota Negara, Jakarta dengan urusan seminar sosialisasi. Suatu ketika, ia bersama yang lain kehabisan bekal. Dirinya tidak bisa membayar hotel. Pun tidak bisa makan. "Saya pernah menangis di Jakarta, kelaparan tidak ada uang," ucapnya. Beruntung dirinya bertemu dengan salah satu pengusaha asal Kaltim yang menolong dirinya. Satu malam, ia belum makan. Kelaparan. Ia menghubungi kawannya, Ari. "Ri kamu sudah makan? Lapar saya eh, nda bisa makan," katanya. Saat itu Ari sedang berada di salah satu hotel, bersama salah satu pengusaha tersebut. Ari bilang, kesini saja. Dapat makan disini," tandasnya. Ikutlah ia ke hotel yang dituju tersebut. Sampai di sana ia pun ditawari makan. "Tapi tidak langsung makan. Gengsilah kita, padahal lapar," tuturnya sembari tertawa. Apa yang Didapat? Sepanjang perjuangannya, Harimuddin menegaskan sama sekali tidak bercita-cita untuk menjadi pemimpin daerah baru ini. Kendati begitu, ia memiliki harapan besar dalam mensejahterakan rakyat setempat. "Sama sekali tidak saya pikirkan menjadi bupati, atau jadi dewan. Tapi, bagaimana hasil keringat perjuangan rakyat Penajam ini, bukan dirasakan orang luar," katanya. Hingga saat ini, ia menuturkan masih miris dengan keadaan PPU. Bagaimana tidak. Ia merasa pembangunan infrastruktur yang harusnya menjadi niat awal pembangunan tak kunjung terwujud dengan baik. "Saya masih sedih kalau memikirkan daerah ini. Kenapa bukan orang daerah sini yang menikmati hasil perjuangan saya," tutur Harimuddin. "Bukan karena saya tidak jadi bupati atau DPR-nya. Sedih jika daerah ini belum dapat mensejahterakan rakyatnya," lanjutnya. Menurut dia, sepanjang 18 tahun ini pembangunan infrastruktur memang cukup baik. Tapi tidak dengan pembangunan sumber daya manusianya. "Memang anggaran kita sejak awal kecil. Tapi jika kita prioritaskan untuk pembangunan infrastruktur manusianya dulu, sekarang pasti kita juga akan dapat membangun gedung tinggi juga," tegasnya. Apalagi dengan ditunjukkannya sebagian wilayah menjadi Ibukota Negara baru. Hal itu merupakan anugrah, yang sekaligus ujian yang luar biasa. "Pemda siap atau tidak? Persaingan kita adalah Sumber Daya manusianya," ujarnya. Karena jika itu tidak dipersilahkan terlebih dahulu, masyarakat PPU juga akan kembali tak menjadi tuan di rumah sendiri. "Ada sekira ribuan PNS yang ada disini itu masih golongan kecil semua. Yang datang nanti eselon atas semua. Kalau tidak siap, kita akan jadi tukang jaga buku tamu di depan. Itu pasti," beber dia. Ia mengingatkan. Ada negara kaya alamnya, kaya juga rakyatnya. Itu Amerika. Ada negara miskin alamnya, tapi kaya rakyatnya. Itu Jepang, itu Singapura. "Kita sumber daya alam kaya, jangan sampai miskin juga rakyatnya. Tambah susah nanti kita," titip Harimuddin. (yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: