Tragedi Kemanusiaan di India Merusak Kebhinekaan

Tragedi Kemanusiaan di India Merusak Kebhinekaan

OLEH: YAKUB FADILLAH Bila kita menyebut negeri India, terlintas banyak ciri khas: film, lagu, tarian, hingga bangunan monumental yang mengagumkan dunia. Di Indonesia, kita mengenal Candi Borobudur dan Candi Prambanan sebagai peninggalan sejarah monumental yang dijaga dan dilestarikan oleh jutaan muslim di sekelilingnya. Sebagai tanda bahwa bangsa ini begitu kuat akar semangat keberagaman dan kebersamaannya. Bila kita sebut India dengan bangunan monumental yang penuh dengan filosofi cinta dan kasih sayang, Taj Mahal adalah satu-satunya bangunan monumental yang masuk daftar tujuh keajaiban dunia. Dibangun atas nama cinta. Syah Jahan begitu menghargai pengorbanan sang istri yang melahirkan putranya Bauhara Beghum. Syah Jahan membangun menomen atas nama cinta dan kasih sayang. Ia begitu mengagungkan Mumtaz Mahal. Sang istri yang berkorban untuk kelangsungan keturunanya. Bisa kita telisik, tak ada satu peradaban dunia pada masa lampau yang dibangun atas nama penghargaan seorang raja kepada wanita yang berkorban untuk dirinya. Sejarah ini bila kita baca, setelah Rasulullah SAW, Syah Jahan adalah pria yang patut diteladani dengan seksama cara memuliakan wanita. Karena itu, gagasan dan narasi pembangunan Taj Mahal begitu indah dirasakan sampai ke relung hati. Dari sisi perjalanan peradaban, India bukanlah negeri baru. Dua agama ardi: Hindu dan Budha juga berasal dari negeri ini. Bahkan sebagian para pakar sejarah meyakini Nabi Adam AS diturunkan di puncak Himalaya. Yang kemudian berjalan ke barat selama 40 tahun mencari tulang rusuknya, Hawa. Ada banyak goresan sejarah yang sulit dicabut dari akar peradaban India. Penyebaran Islam di Indonesia tak lepas dari para pedagang Gujarat di masa lampau. Meski abad ketujuh Islam sudah masuk Nusantara, akan tetapi peran orang-orang Gujarat India dalam gelombang besar sangatlah penting. Berdirinya Kerajaan Samudra Pasai banyak dipengaruhi perantau dari India. Pada 1637, Raja Aceh Sultan Iskandar Muda mengangkat seorang ulama sufi dan juga pakar filsafat Nurudin Arraniri dari Ranir India. Dari akar sejarah ini bisa kita simpulkan bahwa dalam peradaban ilmu, India memiliki pengaruh terhadap perkembangan Nusantara. Baik penyebaran agama Hindu, Budha maupun Islam. Bahkan nama Indonesia pun erat dengan kata India. Indos dan nekos. Artinya India Kepulauan. Pada 30 Januari 1948, Mahatma Gandhi, sang maestro perdamaian India, seorang nasionalis yang moderat, ditembak oleh Nathuram Godse. Karena tidak setuju akan misi perdamaian antara Hindu dan Islam yang telah lama bertikai sejak runtuh Dinasti Mughal. Ini pertanda bahwa perdamaian begitu sulit dicapai. Karena memang ada pihak yang menginginkan konflik ini terus melebar. Pada 2002, di Gujarat terjadi pembantaian. Dikabarkan 1.044 orang tewas, 223 orang hilang, dan 2.500 orang (sumber: Wikipedia). Masih dari sumber yang sama, 2.000 orang lebih tewas. Korban tewas dari kedua komunal dan terbanyak adalah korban di komunal muslim: 790 orang. Sementara kerusuhan yang masih hangat ini dikabarkan dengan angka yang berbeda dari media yang berbeda. Korban mencapai 2.000. Tragedi kemanusiaan yang sangat mengerikan. Dengan undang-undang baru yang diskriminatif. Bukan hanya soal imigran masuk. Tapi juga mengancam 200 juta lebih muslim India. Mereka bisa kehilangan status kewarganegaraan. Kini menjadi akar persoalan tragedi kemanusiaan baru. Sebagai negara yang memiliki peran dalam perdamaian dunia, sudah semestinya Indonesia protes dengan konstitusi baru tentang kewarganegaraan. Karena bila ancaman itu benar terjadi, tentu akan ada arus pengungsi besar-besaran ke negara sekitar India. Indonesa berpeluang besar menjadi tujuan pengungsian. Hal ini bukanlah jalan terbaik dari tragedi kemanusiaan. OKI selaku perkumpulan negara-negara yang memiliki pengaruh Islam semestinya tidak tinggal diam. Bersama ulama-ulama dari negara-negara OKI dan organisasi komunitas Hindu di negara masing-masing bisa berkumpul di India. Untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan yang potensi permanen ini. Apa persoalannya? Salah satunya adalah ketidaktahuan para penduduk India bahwa umat Hindu di negeri-negeri muslim itu hidup dalam keadaan aman dan damai. Persoalan yang kedua seperti penyembelihan hewan sapi sangat menyinggung perasaan umat Hindu di India. Ulama-ulama dari negara-negara OKI bisa berijtima mencari konsensus agar diganti dengan hewan lain semisal kerbau. Jika ini disepakati, tensi ketegangan bisa menurun. Tentu juga komitmen pemerintah India agar konstitusi yang dibangun tidak diskriminatif dan bisa berbuat adil dengan menindak dan memproses para radikalis yang antimuslim. Lalu bagaimana dengan sikap muslim terhadap Hindu di Indonesia? Hal terbaik adalah rangkul mereka dalam aksi-aksi protes ke India, berikan kesempatan bertestimoni bahwa mereka di negeri ini aman, damai dan bergandengan tangan dengan semua pemeluk agama termasuk dengan mayoritas muslim. Dengan pola ini, kerukunan umat beragama dan kebhinakan sebagai fitrah berbangsa terus terjaga. Tidak rusak dengan isu tragedi kemanusiaan yang sangat sensitif bagi dunia. Karena umat agama apapun pasti mempunyai solidaritas sesama pemeluk agamanya. Karena ikatan keyakinan tak berbatas teritorial negara. HAM tidak bisa hadir dan dirasakan oleh minoritas di India yang merasakan tragedi kemanusiaan. (qn/Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Kader PW Pemuda Muhammadiyah Kaltim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: