Dilema Pembangunan Jembatan Besi Tenggarong, Antara Sejarah dan Keamanan

Jembatan Besi Tenggarong.-Disway/ Ari Rachiem-
KUTAI KARTANEGARA, NOMROSATUKALTIM– Rencana proyek peremajaan Jembatan Besi di Tenggarong memicu reaksi beragam di kalangan masyarakat, pemerhati sejarah, dan pemangku kebijakan daerah.
Proyek yang didanai dari APBD 2025 dengan nilai mencapai Rp58,3 miliar ini dinilai perlu untuk menjawab tantangan infrastruktur.
Namun, status Jembatan Besi sebagai Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) menjadi sorotan utama yang menimbulkan perdebatan serius.
Rapat sosialisasi dan koordinasi pembangunan Jembatan Besi dilaksanakan di Ruang Rapat Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Kutai Kartanegara, kompleks Kantor Bupati Kukar, pada Senin (14/4/2025).
Rapat ini menghadirkan unsur Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIV Kaltim-Tara, perwakilan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, serta tokoh masyarakat dari berbagai organisasi kebudayaan.
Kepala Dinas PU Kukar, Wiyono menyampaikan, bahwa rapat ini merupakan bentuk keterbukaan dan komitmen dalam menyerap aspirasi.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada peserta rapat yang telah berkenan memberikan masukan dan saran terkait rencana pembangunan Jembatan Besi ini," ungkap Wiyono pada rapat, Senin (14/4/2025).
Ia menegaskan, bahwa pemerintah tidak berniat menghilangkan jejak sejarah. Namun, pihaknya tetap harus memperhitungkan kondisi struktur jembatan saat ini yang dinilai membahayakan.
BACA JUGA: Wacana Pemprov Kaltim Rancang Jalan Tepi Sungai Mahakam, Hubungkan Jembatan Mahakam hingga Mahkota
"Kami sependapat bahwa aset sejarah harus diperhatikan. Tapi, kondisi jembatan ini sudah sangat memprihatinkan," jelasnya lebih lanjut.
Dalam rapat tersebut, Dinas PU menerima tiga tugas utama. Pertama, membentuk tim kajian cepat yang melibatkan akademisi dan ahli teknis.
"Tim ini akan menyusun opsi terbaik untuk menentukan kelanjutan pembangunan jembatan," katanya.
Kedua, mereka akan menyampaikan hasil rapat kepada bupati dan Sultan Kutai Kartanegara. Ketiga, sementara waktu proyek dihentikan untuk mencegah pelanggaran kontrak atau wanprestasi.
BACA JUGA: Debat Pilkada Kukar: Tiga Paslon Adu Strategi Ciptakan Pekerjaan Adil Gender
"Kami stop dulu kontraknya agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari," tambahnya.
Wiyono juga menyebut bahwa hasil kajian dari Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) menyatakan jembatan itu secara teknis sudah tidak layak.
"Kalau tetap dipertahankan di lokasi itu, harus mempertimbangkan faktor keselamatan dan daya tampung lalu lintas yang meningkat," ujarnya.
Ia berharap hasil kajian dapat keluar dalam waktu dekat agar segera bisa dilakukan tindakan yang menjadi keputusan terbaik terkait menyikapi Jembatan Besi yang sudah berumur ratusan tahun tersebut.
BACA JUGA: APBD Jumbo, Tapi Jalan Tetap Rusak? Ini Kata 3 Paslon PSU Pilkada Kukar
"Kalau bisa dalam satu minggu sudah ada hasilnya. Tapi tentu kami tetap harus koordinasi dengan Polnes, Unikarta, dan pihak akademisi lainnya," sebutnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIV, Lestari, menyampaikan pandangan berbeda.
Ia menegaskan bahwa ODCB memiliki perlakuan yang sama dengan cagar budaya berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2022. "ODCB diberlakukan sama seperti cagar budaya. Itu yang harus kita pegang bersama," tegas Lestari.
Ia menjelaskan, bahwa keberadaan Jembatan Besi merupakan simbol identitas masyarakat Tenggarong dan pilar penting dalam sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara.
BACA JUGA: BMKG Peringatkan Hujan Lebat hingga Akhir April! Warga Kaltim Diminta Waspada Banjir dan Longsor
"Jembatan ini bukan sekadar infrastruktur. Ia bagian dari lanskap sejarah kesultanan yang tak bisa dipisahkan," kata Lestari.
Menurutnya, arsitektur jembatan sangat khas, dengan struktur baja rangkap, teknik revive, dan gaya industrial modern awal.
"Ini bukti kemajuan teknologi masa lalu. Menjadi pelajaran penting dan penguat jati diri masyarakat Kutai Kartanegara," tambahnya.
Lestari menambahkan, bahwa rencana pembongkaran berpotensi melanggar hukum jika dilakukan tanpa mengikuti prosedur pelestarian cagar budaya.
BACA JUGA: Setelah 33 Tahun, Tupperware Resmi Menutup Bisnisnya di Indonesia
"Aturannya jelas. Ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, PP Nomor 1 Tahun 2022, hingga Permen PU Nomor 19 Tahun 2021," paparnya.
Ia menekankan bahwa pelestarian jembatan seharusnya menjadi prioritas, bukan hanya karena nilai teknis, tapi juga karena nilai sosial budaya dan historisnya.
"Kami mendukung agar Jembatan Besi tetap dipertahankan. Nilai pentingnya tidak hanya pada bangunan, tapi pada memori kolektif masyarakat," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: