“Kutu Buku” yang Jadi Kepala Humas Angkasa Pura

“Kutu Buku” yang Jadi Kepala Humas Angkasa Pura

Andanina Megasari, Communication and Legal Section Head PT AP 1 Bandara SAMS Sepinggan Balikpapan Garis tangan Andanina Megasari mungkin sudah ditakdirkan bersama PT Angkasa Pura I. Sejak kanak-kanak sudah senang melihat pesawat. Ketika selesai kuliah, langsung diterima bekerja di perusahaan pengelola bandara. Siapa sangka, perempuan semampai yang mengaku ‘agak’ susah bergaul itu, kini menggawangi humas; yang mengharuskannya bergaul dengan banyak kalangan. Ferry Cahyanti, Balikpapan ================================================================ KISAH ‘landing-nya’ Andina Megasari di PT Angkasa Pura I bermula pada 2012. Setelah menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, sulung dari dua bersaudara ini mengirim lamaran ke perusahaan itu. Gayung bersambut. Lamaran pertama itu langsung mendapat tanggapan. Setelah melalui seleksi bersama ratusan pelamar lainnya, dia menjadi satu yang diterima. “Jadi saya tidak pernah berkarir di perusahaan lain. Hanya saja sempat ikut program internship (magang) saat masih kuliah,” tutur kelahiran 22 Mei 1989 ini. Arek Suroboyo ini mendapat penugasan pertama sebagai legal officer yang ditempatkan di Semarang, Jawa Tengah. Latar belakangnya sebagai ‘orang hukum’ membuat perempuan yang karib disapa Ega, menikmati tanggung jawab yang dibebankan. “Awalnya memang butuh penyesuaian, karena latar belakang saya Hukum Internasional. Semasa kuliah yang saya pelajari lebih banyak hubungan antarnegara, politik internasional.   Begitu masuk Angkasa Pura langsung mengurusi perusahaan, bisnis. Memang ada sedikit berubah tapi saya nggak kesulitan,” katanya. Sebagai tim legal, dia tidak hanya menangani hubungan internal atau mengevaluasi kontrak. Posisi itu mengharuskannya bersinergi dengan para penegak hukum seperti kejaksaan, kepolisian, pengadilan dan instansi lain yang berkepentingan. “Tim kami juga menjalin kerja sama dengan TNI , Dinas Perhubungan, BPN, maupun pemerintah daerah untuk menangani kontrak pinjam pakai perluasan Bandara Semarang,” Ega mengisahkan pengalaman pertamanya bertugas di Angkasa Pura I. Memang, pada saat Ega masuk sebagai tim hukum, pemerintah sedang giat-giatnya merencanakan perluasan Bandara Ahmad Yani. Momentum itu rupanya sangat membekas dalam perjalanan karir penyuka kuliner ini. Ega mengaku terlibat mulai awal dalam proses perjanjian pemanfaatan lahan milik TNI. “Seluruh proses perjanjian pemanfaatan ada di pusat, kami sebagai legal di cabang yang berkoordinasi dengan Kodam dan pihak terkait. sampai akhirnya ditandatangani ground breaking,” ucapnya. Ibu seorang putra ini mengaku bangga karena terlibat dalam tim perluasan bandara di atas rawa itu. Enjoy Berpindah Tugas Sebagai karyawan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), apalagi perusahaan yang mengelola bandara, Ega sadar betul, suatu saat akan dikirim ke berbagai daerah. Dan benar saja, setelah bertugas selama tiga tahun lebih di ‘Kota Lumpia’, dia mendapat penugasan ke Bali. Padahal saat itu ia baru saja menjadi pengantin baru. Selama bertugas di Pulau Dewata itu, Ega sempat merasakan hubungan jarak jauh dengan sang suami, Pradipto Bhagaskoro. “Sudah biasa kami yang di BUMN bertugas berpindah-pindah. Saya sempat merasakan LDR (long distance relationship/hubungan jarak jauh) selama setahun,” ungkap ibu dari Lentera Merah Pradna. Meski begitu Ega mengaku menikmati tugasnya. Terbukti, hanya 2 tahun satu bulan, dia mendapat promosi. Ega pun harus berpindah tugas ke Angkasa Pura I di Bandara Sam Ratulangi, Manado sebagai Communication and Legal Section Head.  “Di Angkasa Pura I struktur organisasi humas, hukum dan arsip memang menjadi satu. Kami di cabang, posisi komunikasi dan legal itu bertanggung jawab langsung ke pak GM,” jelasnya. Sedangkan di kantor pusat, bagian legal dan humas terpisah. Kutu Buku yang Kaku “Saya ini sebenarnya orangnya kaku. Kalau orang baru kenal, susah dapat (akrab) nya. Saya belajar banyak dari teman-teman media di Manado. Mereka sangat sociable,” kata Ega menjawab kesannya selama bertugas di humas. Bidang baru ini rupanya menuntut Ega belajar banyak. “Dan itu agak jauh dengan saya,-yang orang hukum. Saya harus belajar bagaimana bisa mendekati dan masuk ke circle mereka,” imbuh perempuan yang gemar mengoleksi buku ini. Bicara soal buku membuat Ega bersemangat. “Saya selalu meluangkan waktu untuk membaca buku. (Tema) Apa saja. Karena saya kurang suka baca lewat HP,” kata penggemar buku - buku Haruki Murakami ini. Bahkan, ia selalu mengambil cuti tiap kali ada pameran buku Big Bad Wolf di Surabaya. Kegemarannya membaca juga didukung suami. “Kami sama-sama suka baca. Kami sering diskusi. Buku ini bagus nggak ? Sudah baca belum ?,” kata dia. Sebab itu, saat pindah tugas, bagasi paling berat berisi buku. Ega mengaku suka dengan buku-buku biografi, dan fiksi. Ada buku yang dibaca berulang ? “Ada. Hary Potter. Hahaha… ,”  jawabnya terkekeh. Buku karangan J.K Rowling itu menjadi salah satu buku favorit selain KUH Perdata. “Khusus yang KUH Perdata ini selalu saya baca. Karena kepakai sampais ekarang,” imbuh Ega. Ega selalu menyisihkan bujet khusus untuk membeli buku. Ia dan suami punya daftar beli selama setahun. Namun kesibukan pekerjaan membuat waktu bacanya berkurang. Jika dulu dalam sebulan bisa menghabiskan tiga buku, saat ini dia hanya bisa melahap satu judul. “Sekarang saya lagi belajar soal keuangan. Karena ini bekal untuk keluarga. Saya nggak suka angka, tapi sekarang harus paham,” ujar dia lagi. Kegemaran Ega membaca berasal dari orangtuanya. Sang ayah, kata Ega, selalu mengajak ke toko setiap akhir pekan. Belajar Banyak di Humas Bekerja di bagian humas yang menuntut keluwesan membuat Ega belajar banyak. Awalnya, dia bilang, posisi humas membuatnya sedikit kerepotan karena harus menyesuaikan. Sebagai seorang yang biasa bergelut di bidang hukum, dia bisa bicara fakta hukum. “Sedangkan di humas, gimana caranya penyampaian saya terdengar positif di mata teman - teman wartawan. Supaya berita yang dihasilkan itu bisa jadi berita positif. Itu dua hal yang sangat berbeda. Itu yang membuat saya belajar dan berubah,” kata penyuka ikan pepes RM Malvinas itu. Awal mula di humas, Ega banyak dibantu para staf. Namun dengan kerja keras dan belajar, ia mulai menyukai bidang ini. “Cuma satu. Saya belum terbiasa selalu memegang HP. Padahal sebagai humas, alat komunikasi mestinya tak boleh lepas ya ?,” jawabnya. Untuk soal yang satu itu, Ega mengaku masih terus berusaha dan menjadikannya kebiasaan. Ketika bertugas sebagai humas Ega punya cerita tak kalah seru. Ia menyadari posisinya menuntut on call 24 jam. Saat peristiwa lampu runway padam di Manado misalnya, dia harus kembali ke lokasi karena masih ada penumpang pesawat yang belum berangkat. Tak hanya harus siap menghadapi pertanyaan berbagai instansi, dia pun wajib on saat dikonfirmasi wartawan. “Saat itu, ilmu crisis media handling saya benar-benar kepakai,” katanya. Ia menyadari hal itu setelah dikontak seorang wartawan yang mengabarkan ada anggota DPR yang meminta pertanggungjawaban AP 1. “Padahal selama tiga jam kami bersama manajemen di bandara tidak ada komplain. Akhirnya saya tanya balik, darimana dapat informasi itu?”  ucapnya. Hanya enam bulan di Manado, Ega kemudian digeser ke Balikpapan. Dia mengaku tak punya bayangan terhadap kota ini. “Saya belum pernah ke sini. Pertama kalinya karena mendapat tugas ini,” katanya. Selama setahun dua bulan, Ega mengaku punya kesan sendiri. “Kota ini cenderung peaceful (tenang) beda pokoknya.  Saya suka,” katanya. Namun kesibukan membuat Ega dan keluarga kecilnya belum menjelajahi tempat-tempat wisata di Kaltim. “Ke Samarinda pun baru sekali aja,” katanya. Untuk membuang kejenuhan, dia dan suami biasanya menyempatkan makan di luar setiap akhir pekan. “Buat refreshing, karena setiap hari masak, saya selalu berusaha  weekend satu hari nggak ke dapur,” kata perempuan yang lagi suka masak lodeh buat si buah hati. (eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: