Pembelian BBM Berbasis Elektronik

Pembelian BBM Berbasis Elektronik

TANJUNG SELOR, DISWAY - Kuota jenis BBM tertentu (JBT) jenis solar di Kaltara tidak mencukupi. Makanya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Republik Indonesia menambah 7.115 kilo liter (KL). Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltara, Ferdy Manurun Tanduklagi, belum lama ini mengungkapkan, kebijakan tersebut berlaku untuk tiap daerah di Kaltara. “Apabila kuota JBT tidak ditambah, maka kuota eksisting tidak akan sampai pada Desember 2019,” tuturnya. Sementara terkait dengan rencana kuota BBM jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) premium dan JBT solar 2020, saat ini sedang dalam proses pengusulan ke BPH Migas. Dengan tambahan kuota JBT minyak solar tersebut, maka total kuotanya menjadi 37.676 KL. Dalam pendistribusiannya, akan dikendalikan. Pemprov Kaltara melalui Dinas ESDM akan segera menerapkan sistem informasi monitoring dan pengendalian pendistribusian bahan bakar minyak (Simdali BBM). "Ini dirancang agar ke depan pembelian BBM, baik JBT solar dan JBKP premium akan dibatasi pembeliannya,” urainya. Simdali BBM akan mencegah terjadinya pengisian BBM berulang serta meminimalisir antrean panjang. “Selain PT Pertamina, dalam penerapan Simdali BBM juga akan melibatkan pihak perbankan. Sistemnya berbasis elektronik, modelnya scan barcode tertera pada masing-masing kartu. Semacam kartu ATM dengan saldo yang sudah ditetapkan,” ungkapnya. Realisasi JBT minyak solar per November 2019 di Kaltara sebesar 79,37 persen atau 29.970 KL dari total kuota sebanyak 37.676 KL. Dengan rincian, Bulungan 7.124 KL (88,93 persen), Malinau 2.054 (95,49 persen), Nunukan 6.412 KL (88,52 persen), Tana Tidung 170 KL (33,60 persen) dan Tarakan 14.210 KL (71,60). Sementara untuk realisasi BBM premium, saat ini dari total kuota sebanyak 87.763 KL terealisasi sebanyak 74.607 atau 85,01 persen. Bahkan tiga daerah, seperti Bulungan, Nunukan dan Tana Tidung realisasinya melebihi dari kuota, atau persentasinya di atas 100 persen. “Jebolnya kuota BBM terjadi karena kurangnya pengawasan pendistribusian BBM di Kaltara, dan penyaluran yang tidak tepat sasaran sebagaimana diatur dalam Perpres (Peraturan Presiden) No. 191/2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak,” pungkas Ferdy. Aturan BPH Migas BPH Migas meminta PT Pertamina (Persero) untuk segera meningkatkan pengawasan BBM bersubsidi (minyak solar) dan BBM penugasan (premium) agar tepat sasaran. Hal tersebut sesuai ketentuan Perpres Nomor 191 melalui pencatatan elektronik atau digitalisasi nozzle. Kepala BPH Migas, M Fanshurullah Asa mengatakan pencatatan sistem pembatasan penjualan per pengguna kendaraan dapat diberlakukan di semua SPBU, bukan per transaksi saja. Karenanya, BPH Migas akan mengeluarkan aturan besaran pembatasan pembelian BBM subsidi dan penugasan. "Kami meminta PT Pertamina (Persero) dapat mengimplementasikan sistem identifikasi konsumen dan volume pembelian pada digitalisasi nozzle SPBU dengan nomor polisi ditulis sebelum isi BBM. Apabila dilakukan pembatasan pembelian solar atau premium harian, maka pembelian tersebut otomatis tercatat di seluruh SPBU. Sehingga apabila terjadi pembelian di atas batas maksimum, kendaraan tidak bisa dilayani karena sistem nozzle otomatis terkunci," ujar Ifan. Terlebih, mereka berpesan menggunakan teknologi informasi terpadu yang dipasang di SPBU dapat merekam data konsumen dan volume penyaluran secara online agar dapat diakses dan diterima oleh BPH Migas. "Kami minta agar data digitalisasi SPBU dapat diakses oleh BPH Migas melalui integrasi system-to-system dengan database di BPH Migas," ujar Ifan. Sementara itu, Direktur Pemasaran Retail PT Pertamina (Persero) Mas'ud Khamid menyampaikan terdapat 2.378 dari target 5.518 SPBU tersebar di seluruh Indonesia yang sudah live dan dapat dimanfaatkan datanya. Sementara sisa target akan diselesaikan hingga Juni 2020. "Ada sejumlah 24.346 tangki penyimpanan yang harus diintegrasikan dengan sensor ATG (Automatic Tank Gauge)," jelas Mas'ud melalui keterangannya di Jakarta, Senin (16/12). Kemudian, untuk menerapkan pembatasan penjualan per nomor kendaraan, instalasi EDC harus selesai semua terlebih dahulu dengan target 23.580 EDC yang harus terpasang. "Perlu ada perubahan kultur dari masyarakat untuk membayar terlebih dahulu sebelum mengisi BBM agar profil pengguna dapat teridentifikasi EDC, serta menggunakan cashless agar konsumsi BBM-nya terbatasi," ujar Mas'ud. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: