Ruang 48

Ruang 48

SAYA terlalu cepat tiba: 09.15. Kemarin KPK memanggil saya pukul 10.00. Lalu lintas tidak terlalu padat. Dari SCBD ke Gedung Merah Putih hanya 25 menit.

Di depan KPK mobil harus berhenti di pinggir jalan. Hanya mobil khusus yang bisa masuk sampai teras. Saya pun turun di pinggir jalan itu. Saya lihat sejumlah wartawan sudah berkumpul di teras. Siap dengan kamera mereka. Lalu terlihat mobil Kompas TV baru tiba. Wartawannya buru-buru turun dari mobil. Ia bergegas menggotong kamera dan kabel-kabel. Saya memperlambat langkah. Saya pernah merasakan bagaimana wartawan ketinggalan event. Toh jadwal pemeriksaan masih lama.

Saya pun duduk di pembatas kolam. Melayani teman-teman wartawan. Tidak satu pun saya kenal. Generasi sudah berkali berganti. Tentu saya tidak bisa menjawab pertanyaan mereka. Saya kan belum diperiksa.

Meski masih terlalu pagi saya masuk gedung KPK. Mendaftar sebagai tamu di ruang lobi. Meninggalkan KTP dan mendapatkan kalung tanda tamu. Dengan kalung di leher saya naik empat tangga. Saya coba naik sambil berlari. Sekalian tes sepatu baru. "Sambil olahraga ya, Pak," sapa petugas di situ.

Tiba di atas, terlihat dua sofa cukup untuk dua orang. Dua buah. Dua-duanya terisi orang berompi oranye bertulisan tahanan. Yang satu sedang bicara lirih dengan orang berbaju batik. Satunya lagi bisik-bisik tiada henti dengan orang juga berbaju batik di sebelahnya.

Saya tidak tahu siapa yang berompi oranye itu. Masih muda. Yang berbaju batik itu kelihatannya pengacara mereka.
Saya ingin tahu mereka. Tapi saling bisik itu terlihat intens. Saya tidak ingin mengganggu. Saya pun duduk di sisa sofa yang masih cukup untuk duduk mepet.

Petugas menyapa saya: HP, dompet, dan apa pun yang saya bawa diminta dimasukkan loker. Kunci loker saya bawa. Lalu saya mengisi daftar tamu. Petugas di meja tamu itu perempuan berjilbab hitam. Masih muda.

Masih terlalu pagi. Saya diminta menunggu. Sambil memperhatikan rompi oranye: siapa tahu bisa dapat kesempatan bertanya.

Bisa.

"Ini pengacara kalian?" tanya saya sambil menunjuk yang berbaju batik.
"Iya," jawabnya.

"Oh…boleh didampingi pengacara?"
“Hari ini sidang pertama. Sidangnya di Semarang. Pakai sistem online," kata pengacara itu. "Kami akan minta terdakwa dibawa ke Semarang. Belum tahu bisa atau tidak," tambahnya.

"Kenapa sidangnya di Semarang?"
“Perkaranya di Jawa Tengah," jawabnya.

"Perkara apa ya?“
“Pembangunan rel kereta api layang dari Stasiun Jebres Solo ke arah Semarang," jawabnya.

Oh, saya tahu. Perkara yang tersangkanya sekitar 10 orang itu. Yang sebagian besar staf di Kementerian Perhubungan.

Tibalah waktunya saya diperiksa. Yakni sebagai saksi untuk seorang tersangka soal pembelian gas/LNG dalam jumlah besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: