Aren Genjah Kutim, Kaya Potensi Minim Petani

Aren Genjah Kutim, Kaya Potensi Minim Petani

Kutim, nomorsatukaltim.com – Kutai Timur (Kutim) memiliki varietas unggulan dan sudah tersohor di Indonesia. Aren Genjah, tanaman asli Kutim yang penyebarannya cukup luas di Desa Kandolo, Kecamatan Teluk Pandan. Namun sayangnya, kini petani yang membudidayakan tanaman palma itu semakin sedikit.

Sakka dan Hadrah, pasangan suami istri petani Aren Genjah paham betul bagaimana potensi tanaman tersebut. Jika dapat dikelola dengan baik, pohon aren ini bisa menjadi berbagai produk. Semakin sedikitnya petani ditambah tidak adanya penerus, produk olahan pun hanya terbatas dari hasil menyadap tangkai buah saja. “Ya hanya bisa jadi gula merah, gula palem dan minuman jahe instan. Padahal banyak lagi yang dapat diolah,” ucap Hadrah. Buah aren misalnya, bisa dibuat jadi kolang-kaling, sabut dan lidi dari batang daun pun memiliki nilai jual tinggi. Tapi karena tidak adanya sumber daya manusia yang mampu membuatnya, maka luput dari pengelolaan. “Untuk produksi air nira saja kami kewalahan. Karena permintaan dari berbagai tempat cukup banyak,” ungkapnya. Ia menjelaskan, air nira hasil sadap per harinya bisa mencapai 5 hingga 20 liter pada tiap pohon. Air nira sebanyak itu hanya bisa menjadi 2,5 Kg gula merah, atau menjadi 4 Kg gula palem. Harga jualnya per 600 gram dipatok Rp 17.000 saja. “Kami masih menjual di sekitar Kutim dan Bontang saja. Itu saja sudah kewalahan. Bagaimana mau membuat produk lainnya,” ujarnya. Sakka menambahkan, saat ini petani yang masih mau mengelola kebun Aren Genjah ini hanya tersisa yang berumur. Anak mudanya lebih memilih menjual bibit saja, atau lebih memilih kelapa sawit. Bahkan di kelompok tani yang ada, petani aren hanya tersisa 18 orang. “Kalau lebih banyak orang yang terlibat mungkin bisa dikembangkan lagi berbagai produk olahannya,” sebut Sakka. Pria berumur 66 tahun ini bercerita, awal mula dirinya membudidayakan Aren Genjah. Pada awal 2000-an ia coba mengembangkan tanaman kakao. Namun karena kerap diserang hama tupai, hasil pun tidak maksimal. Kemudian mencoba beralih ke pisang dan terserang virus tanaman. “Hingga akhirnya saya coba kembangkan aren ini,” bebernya. Sakka dibantu Dinas Perkebunan Kutim dan peneliti dari Manado. Akhirnya Aren Genjah bisa dibudidayakan. Sebab awalnya hanya sebatas tanaman hutan biasa. Perbedaan utama adalah pohon yang hanya setinggi 4 meter saja dan sudah berbuah pada usia tanam 6 tahun. “Kalau aren tingginya bisa 6 meter dan baru berbuah 8 hingga 10 tahuan,” tuturnya. (bct/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: