Wacana Samarinda Zona Bebas Tambang, Wali Kota dan Legislator Beda Pandangan
Balikpapan jadi satu-satunya daerah di Kaltim yang ditetapkan sebagai kawasan bebas tambang lewat regulasinya. Bisakah Samarinda mencontoh kota tetangganya? nomorsatukaltim.com - Peraturan Wali Kota Balikpapan Nomor 12 Tahun 2013 tentang Penetapan Kota Balikpapan Sebagai Kawasan Bebas Tambang Batubara, mempermudah Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan untuk menghentikan aktivitas tambang ilegal. Seperti yang terjadi pada 16 November lalu, Pemkot langsung menghentikan pertambangan ilegal di Jalan Soekarno Hatta Km 25, Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara. Pertanyaannya adalah, apakah Kota Samarinda bisa menerapkan aturan tersebut? Bukan rahasia lagi Kota Samarinda dikelilingi tambang ilegal. Menurut Wali Kota Samarinda Andi Harun (AH), aturan itu sebenarnya tidak baru. Aturan itu keluar itu pada saat pemerintah daerah masih mempunyai kewenangan dalam memberikan izin usaha pertambangan (IUP). Baca juga: Pemilik Modal Tambang Batu Bara Ilegal di Balikpapan Masih Dicari “Kalau di media sosial seolah-olah itu prestasi sekarang, kan, padahal sudah ada dari dulu (aturan). Ya kalau di Balikpapan itu sudah lama, jadi mereka (aturan) sudah sejak lama bukan di pemerintahan yang sekarang.” “Jadi saya ulangi di Balikpapan itu, aturan itu muncul ketika kewenangan penerbitan IUP ada di kabupaten/kota. Sekarang (IUP) tambang batu bara sudah diambil semua (pusat) gimana,”ujar Andi ditemui di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Rabu (24/11/2021) lalu, dikutip dari Harian Disway Kaltim - Disway News Network (DNN). Menurut Mantan Wakil Ketua DPRD Kaltim ini, Kota Samarinda sudah terlambat untuk membuat aturan zona bebas tambang, karena kewenangan pemberian IUP dialihkan oleh pemerintah pusat. Serta, sudah banyaknya lubang tambang di mana – mana. “Sudah terlambat, tidak memungkinkan membuat zona bebas tambang ketika semua izin tambang sudah keluar, beda dengan Balikpapan. Tidak bisa dibandingkan.” “Sekarang kita sudah ditambang, sudah habis batu baranya, sangat berbeda,” terang Andi. Padahal menurut Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Anhar menyatakan Kota Samarinda bisa menjadi zona bebas tambang dengan cara mencabut izin atas seluruh usaha yang memicu kerusakan lingkungan dan banjir. Terutama, pertambangan ilegal. “Tanpa surat legal tapi kok bisa dijual secara legal? Ini jual batu bara pakai ponton, semua mata melihat. Dari PT coba dicek produksinya berapa. Itu modus dan saya pikir ASN tidak perlu diajarin, mereka tahu.” “Enggak ada semua retribusi PAD (pendapatan asli daerah) itu masuk ke pusat. Cabut saja semua,” kritik Anhar. Anhar juga mengakui, pihak Komisi III melihat adanya ketidaksesuaian data operasional pertambangan yang ada di Kota Samarinda, dengan fakta yang mereka temukan di lapangan. Politisi PDIP ini mendorong sekali Pemkot Samarinda untuk bisa mencabut seluruh izin tersebut agar Samarinda menjadi zona bebas tambang. Kritikan pedas pun dilontarkan oleh Koordinator LSM Pokja 30, Buyung Marajo. Kata terlambat ini membuktikan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam menyelesaikan persoalan tambang ilegal. Menurut Buyung, sesuatu ilegal yang berada di kawasan administratif harus ditindak. “Kalau bahasa telat itu artinya ketidakmampuan pemimpin daerah menyelesaikan persoalan. Kalau seperti itu, ngapain jadi kepala daerah? Lebih baik telat daripada tidak melakukan apa – apa.” “Kedua, itu kan ilegal . namanya ilegal kan tidak punya izin. Artinya sesuatu yang ilegal yang ada di kawasan administrasi dia, ya ditindaklah. Enggak perlu menunggu aturan,” kritik Buyung. Salah satu aturan yang bisa digunakan oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemkot dan Pemkab adalah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit, dengan turunannya Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit. “Di mana tambang dan kelapa sawit tidak bisa menggunakan jalan umum. Di mana yang boleh menggunakan jalan yang mempunyai izin dari gubernur. “ “Kalau mau nakal-nakalan, ya kalian saja boleh nambang tapi enggak boleh menggunakan jalan umum. Jalan yang ada di wilayah administratif, enggak bisa keluar itu barang (batu bara),” papar Buyung. Jika berbicara aturan di atasnya, terdapat Undang – Undang Lingkungan Hidup yang mampu membuat jera penambang ilegal. Intinya, tegas Buyung, penambangan ilegal ini perlu ditindak tegas berdasarkan payung hukum yang ada. Ia menghimbau langkah pencegahan harus dilakukan. Jangan sampai terjadi ada korban jiwa dan banyaknya kerugian daerah, pemerintah baru turun menangani masalah. “Contoh nyata, yang di Muang Dalam itu. Ini kan masalah antara masyarakat dengan penambang ilegal. Pemerintah kan sekarang bukan mengantisipasi, tapi merehabilitasi,” ujar Buyung. Sekarang, persoalannya adalah kemauan pemerintah bersama legislatif dan aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan kepada penambangan batu bara ilegal. DSH/ZUL
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: