IKP Kaltim Turun 2 Poin, Ini 3 Penyebabnya
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Kaltim mendapatkan peringkat ke-9 dalam penilaian Indikator Ketahanan Pangan (IKP) nasional pada tahun 2020. Peringkat ini menurun dari 2019, yaitu peringkat ke-7. Ada 3 hal yang membuat kemerosotan ini. Apa saja?
Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Kaltim Profesor Bernatal Saragih menjelaskan, unsur yang membuat nilai Kaltim melorot ada 3 hal. Yakni lama pendidikan perempuan, distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata, kasus stunting yang tinggi, dan akses distribusi pangan.
"Kalau kita ingin memperbaiki IKP di tingkat kota, maka perbaiki tiga masalah itu."
"Selayaknya kabupaten dan kota menjadikan IKP sebagai salah dasar acuan untuk menjalankan program daerahnya," jelas Bernatal dikutip dari laman resmi Pemprov Kaltim.
Salah satu sorotan adalah kasus stunting yang tinggi. Di Kaltim, ada 3 kota besar yang mempunyai angka stunting tinggi. Balikpalan, Samarinda, dan Bontang.
Tim penanganan stunting sendiri dikepalai oleh BKKBN. Salah satu unsur dari tim tersebut adalah Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim. Kepala Dinkes Kaltim Padilah Mante Runa menyatakan, penanganan stunting adalah lintas sektor.
Jika berkaca dari sisi kebersihan, sanitasi lingkungan sang ibu tidak bersih. Sisi sosial dan pangan, kekuatan finansial ibu tidak mencukupi untuk membeli kebutuhan gizi yang benar. Dari segi kesehatan, umur ibu yang masih muda belum siap menghadapi kehamilan.
"Sebenarnya stunting itu multidisiplin ilmu.Termasuk pangan, Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinsos, Departemen Agama, dan banyak stakeholder terkait," terang Padilah.
Padilah membeberkan, salah satu faktor utama penyebab anak stunting ialah ibu hamil yang kekurangan zat besi atau anemia.
"Hamil itu tidak bisa kalau sedang anemis. Pasti melahirkan anak stunting ini. Karena hemoglobin (HB) itu kan mentranfer gizi ke janin," beber Padilah.
Dalam program penanganan stunting, Diskes Kaltim berfokus kepada pencegahan atau sektor hulu. Salah satunya adalah pemberian vitamin kepada siswi SMA.
"Kita sudah mengupayakan semua anak SMA putri dibagikan tablet penambah darah. Kita juga bersama Disdik memberikan edukasi kepada mereka," ujar Padilah.
Selain itu, Diskes juga bekerja sama dengan Departemen Agama (Depag) terkait perempuan yang mendaftar perkawinan. Depag harus memberikan ilmu bahwa perempuan yang berumur sekitar 18 -20 tahunlah yang mampu secara mental dan fisik melangsungkan pernikahan.
Selain itu, pasangan yang mendaftar pernikahan di KUA pun harus dirujuk dulu ke puskesmas dalam rangka pemeriksaan kesehatan lengkap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: