Lagi, Ekshibisionis di Samarinda, Kini Teror Penjaja Makanan

Lagi, Ekshibisionis di Samarinda, Kini Teror Penjaja Makanan

Aksi pelecehan seksual dengan memamerkan alat kelamin, atau ekshibisionisme, kembali terjadi di Kota Tepian. Kali ini dialami oleh seorang gadis yang tengah berjualan makanan di Jalan Pangeran Suryanata, Kecamatan Samarinda Ulu.

nomorsatukaltim.com - Peristiwa itu terjadi pada Senin (23/8/2021) pagi, sekitar pukul 07.00 Wita. Tindakan amoral itu dilakukan oleh seorang pria tak dikenal, ketika korbannya berinisial L (21) sedang menjualkan makanan kepada pelaku. Kejadian itu pun sempat direkam L. Dalam video itu pelaku nampak melakukan perbuatan tercelanya dengan mengeluarkan alat kelaminnya di hadapan L. Menurut kesaksian rekan korban berinisial Y, mengatakan, peristiwa pelecehan tersebut sebenarnya sudah terjadi selama 3 bulan lamanya. “Pria tersebut hampir setiap pagi ke warung teman saya beli kue, dan saat korban (L) ini menyiapkan jualannya, di situlah si pria ini melakukan tindakan yang tidak senonoh,” jelas Y saat dihubungi media ini, Senin (23/8/2021) sore. Lanjut Y mengatakan, korban belum berani melaporkan kejadian itu ke polisi, lantaran belum mendapatkan bukti atas tindakan pelecehan yang dilakukan oleh pria yang kerap menggunakan helm tersebut. “Sebenarnya setelah kejadian itu korban (L) sudah trauma berjualan, dan beberapa minggu tidak berjualan, namun waktu tadi pagi, kebetulan orang yang menggantikan tidak berjualan, mau tidak mau dia gantikan menjaga warung,” terangnya. Saat berjualan, korban yang sudah hafal dengan suara kendaraan pria tersebut, langsung mengambil ponsel miliknya lalu merekam tindakan tak senonoh pria tersebut tanpa sepengetahuannya. “Saat direkam, korban ini awalnya takut, namun karena dorongan teman dan rekan kerja, agar kejadian ini bisa dilaporkan ke pihak berwajib, teman saya ini memberanikan diri untuk merekamnya,” ujarnya. Meskipun telah mendapatkan bukti rekaman, Y mengaku, saat ini teman nongkrongnya itu belum berani melaporkan kejadian tersebut. Lantaran masih trauma atas apa yang dialaminya. “Masih trauma, belum berani keluar rumah, tapi kami sebagai teman menginginkan kasus ini segera diselesaikan,” imbuhnya. Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Samarinda, Kompol Andika Dharma Sena melalui Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Iptu Teguh Wibowo, mengatakan pihaknya akan berupaya mengusut kejadian tersebut. “Kalau itu meresahkan masyarakat akan kami tindak lanjuti,” ucapnya. Selain itu, Iptu Teguh meminta agar korban membuat laporan resmi ke Polresta Samarinda, dan bersedia memberikan keterangan agar kasus tersebut dapat diungkap. “Sampai saat ini memang belum ada laporan, jadi kami harap korban bisa membuat laporan kepada kami agar bisa diselesaikan,” pungkasnya. Seperti diketahui, ekshibisionisme merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual. Pengidapnya dengan sadar memamerkan alat vitalnya di depan umum hingga mencapai kepuasan. Belum lama ini, Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com telah membahas mengenai penyimpangan seksual itu dengan Akademisi dan praktisi psikologi klinis, Ayunda Ramadhani. Dijelaskannya, ekshibisionisme adalah kondisi di mana seseorang memiliki dorongan, fantasi dan tindakan untuk memperlihatkan alat kelaminnya pada orang asing tanpa persetujuan orang tersebut. Sehingga, pengidap ekshibisionisme ini akan merasa puas jika respons yang melihat alat kelaminnya itu bereaksi. Seperti kaget, marah, takut, dan syok. Merasa kebutuhan akan perhatian itulah, yang menyebabkan pengidap ekshibisionisme ini terus memperlihatkan kelaminnya. “Tindakan pelaku itu arahnya penyimpangan seksual ekshibisionis. Jadi ciri-cirinya adalah dengan memamerkan alat kelaminnya di depan umum. Dengan tujuan agar korbannya merasa kaget atau syok. Dari itulah pelakunya bisa mencapai orgasme,” terang dosen Psikologi Universitas Mulawarman ini. Lanjut Ayunda menyampaikan, perbuatan ini disebut sebagai penyimpangan seksual, lantaran objek yang menjadi fokus seksual pelaku lebih kepada hal-hal yang tidak lazim. Dengan cara itu dapat memacu adrenalin dan merasa puas hingga orgasme, apabila melihat reaksi syok dari si korban. “Mengapa orang bisa melakukan itu? Yang perlu ditelaah kemudian, apakah pelaku telah melakukan hal tersebut berulang-ulang, atau baru sekali untuk melihat tingkat keparahan gangguannya,” ucapnya. “Kemudian apakah dia sudah beristri atau tidak. Dari latar belakang inilah yang kemudian bisa menjelaskan mengapa seseorang bisa berperilaku seperti itu,” sambung praktisi Psikologis Klinis Klinik Famro. Ayunda mengungkapkan, sebagian besar pelaku penyimpangan seksual ini sudah menikah, tetapi perkawinannya sering terganggu oleh buruknya penyesuaian sosial dan seksual. Orang yang mengalami gangguan ekshibisionis juga dapat memiliki gangguan kepribadian, seperti anti sosial atau melakukan gangguan terhadap orang lain. “Namanya juga penyimpangan ya, biasanya ada penyimpangan pula di pola pikirnya. Jadi dia tidak bisa menyalurkan hasrat seksualnya pada sesuatu yang sifatnya lazim. Dari karakter kepribadian, biasanya para pelaku ekshibisionis adalah orang yang rendah diri dalam arti minder. Tidak percaya diri dan rasa inferioritas,” ungkapnya. Alasan di balik itulah, pelaku mencari kepuasan seksualnya dengan memamerkan alat kelamin dari kejauhan sambil masturbasi. Dengan cara ini, pelaku ekshibisionis tidak perlu menyentuh ataupun menyakiti orang lain. Ayunda mengatakan, jika menjadi korban kasus ekshibisionisme, korban lebih baik tidak berteriak. “Mengapa begitu? Karena itulah yang mereka cari. Mengejar ekspresi takut, malu, merasa dilecehkan, kaget, marah, dan lainnya. Lebih baik kasih wajah enggak ramah atau cueklah minimal,” tandasnya. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: