Suplai Oksigen di Kaltim Berangsur Membaik
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Kalimantan Timur (Kaltim) pernah mengalami kelangkaan tabung oksigen untuk menangani pasien COVID-19. Namun kondisi ini semakin membaik. Tak lama lagi, Benua Etam juga akan memiliki konsentrator oksigen.
Kepastian itu diungkapkan Pelaksana Harian Satgas Oksigen Kaltim Jauhar Efendi dalam Podcast Ngopi Sore, Ngobrol Pintar dan Inspiratif, yang dipandu Leliyana Andriyani. Hadir pula dalam acara mingguan itu seorang relawan oksigen, Hanna Pertiwi. Jauhar Efendi menyebut kondisi Kaltim saat ini bisa dikatakan sedang mengalami kelangkaan, bisa juga disebut tidak. "Jadi memang kita sempat ya mengalami kesulitan untuk mencari oksigen, tetapi pada posisi sekarang sudah berangsur bagus ya, karena waktu itu memang antara suplai dengan demand ini tidak seimbang ketika permintaan oksigen itu meningkat," ujarnya. Kemudian, ada salah satu penyuplai oksigen yakni perusahaan di Balikpapan yang mengalami trouble kerusakan mesin diakibatkan pemadaman listrik di Balikpapan. "Ternyata produksi oksigen ini sangat peka terhadap naik turunnya listrik. Jadi dari satu perusahaan itu saja yang bisa mensuplai 10 ton per hari menjadi 5 ton per hari, sementara permintaan mengalami peningkatan,". Kekurangan tabung oksigen juga diakuinya menjadi kendala. Semuanya impor, regulatornya juga impor. Ketika produksi oksigen ada tetapi tabungnya, kurang itu juga menjadi suatu masalah. "Sekarang alhamdulillah sudah mulai ada langkah-langkah, dari Kementerian Kesehatan juga sudah mengirim konsentrator oksigen, tapi yang kapasitas kecil ya 10 liter per menit itu ada 199 unit," ungkapnya. Pemerintah pusat disebut juga memberikan 50 unit alat yang mampu memproduksi oksigen itu. Selain itu, upaya pemenuhan kebutuhan oksigenjuga sudah dilakukan Gubernur Kaltim Isran Noor yang membuat surat dan diteruskan kepada Gubernur Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, untuk penambahan bahan oksigen. "Tapi hanya kira-kira 1 minggu lah ya, karena ternyata juga proses pengapalan nya itu juga mengalami hambatan. Karena dia lebih mementingkan pelanggannya, lewat perkapalan kan ada SOP-nya juga ya," tukasnya. Untuk saat ini, Jauhar menilai kebutuhan oksigen sudah bisa dikendalikan. Baginya yang sangat penting sekarang adalah bagaimana mencegah jangan sampai terjadi penularan virus corona terutama bagi tenaga kesehatan. "Ya seberapapun hebatnya Rumah Sakit kita siapkan tenaga kesehatan, kemudian fasilitasnya ada, tetapi itu pasti kewalahan," ungkapnya. Menurut Jauhar, yang perlu menjadi perhatian yakni kelangkaan yang terjadi pada tabung oksigen. Lantaran ada saja orang yang tidak sakit, namun karena mampu membeli akhirnya dibeli sebagai cadangannya pribadi. Sementara ada orang yang benar-benar memerlukan dan tidak kebagian oksigen lantaran tidak memiliki tabungnya. "Ada kejadiannya ini di Balikpapan. Masih ada oknum-pknum yang melihat keuntungan dari kejadian seperti ini," katanya. Namun demikian, Jauhar sudah melakukan koordinasi dengan para penegak hukum, termasuk Badan Intelejen Negara (BIN) Daerah untuk mengecek kondisi dilapangan. "Seperti yang saya bilang. Ada yang menjual lagi dua kali lipat, sampai tiga kali lipat," tukasnya. Hanna Pertiwi, salah satu pencetus relawan oksigen yang prihatin dengan kondisi kelangkaan oksigen di Kaltim, khususnya tabung oksigen, menyebut kebutuhan oksigen bulan Agustus sudah berjalan normal, tidak seperti di bulan sebelumnya. Hanna menyebut hal itu bisa diketahui dari menurunnya aktivitas berbagi informasi relawan di tiga grup whatsapp dengan jumlah anggota mencapai 600 orang. "Bulan ini lebih adem ayem dibanding bulan lalu. Kalau sebelumnya itu banyak yang minta pertolongan," katanya. Hanna kemudian bercerita tentang asalnya membentuk relawan oksigen lantaran kesulitan mencari tabung oksigen untuk keluarganya yang sedang membutuhkan, lantaran divonis positif COVID-19. Kala itu, 21 Juli, ia menghubungi rekannya yang seorang relawan lingkungan bernama Mega. Ternyata Mega sudah merekap pengisian ulang tabung oksigen di hampir seluruh wilayah Kaltim, termasuk alamatnya. "Terus saya berfikir. Apakah enggak ada informasi yang menjadi satu, menyatukan beberapa orang yang menyediakan tabung oksigen. Saya sampaikan ke Mega. Akhirnya kita buat, ternyata banyak yang menyebarkan informasi ini,". Sampai saat ini, relawan oksigen mendata ada 22 penyedia tabung oksigen, tapi tidak tahu yang mana saja yang punya stok. "Jadi kegunaan grup itu untuk memberitahukan kepada orang-orang yang membutuhkan,". Selain itu, digrup relawan oksigen juga ada perawat dan dokter. Sehingga warga bisa langsung bertanya terkait penggunaan tabung oksigen yang baik dan benar. "Jadi kita bisa fast respons menjawab. Jadi awalnya keresahan diri sendiri ternyata menjawab keresahan banyak orang," katanya. Ia menyebut yang sudah terbantu percepatan informasi keberadaan tabung oksigen, mungkin sudah ratusan orang. Tapi yang benar-benar dibantu untuk dipinjamkan tabung oksigen, kata Hanna, ada lima orang. "Tabung oksigennya dari mana? Dari donasi yang kita kumpulkan sekitar Rp 8,1 juta, kita kumpulkan dari 22 Juli sampai hari ini masih open donasi. Kita sudah punya 1 tabung ikutan 6 meter kubik. Kita pengen beli lagi 1 tapi uangnya masih kurang Rp 2 juta," urainya. Pada dasarnya, relawan oksigen membantu orang yang sedang isolasi mandiri. Sementara open donasi itu memang dikhususkan untuk membeli tabung oksigen, regulator dan oksimeter. "Harga tabung oksigen itu selangit. Kita sempat mempertanyakan kenapa tidak ada kebijakan untuk mengontrol harga,". Ia membenarkan apa yang disebut Jauhar tentang adanya calo atau oknum yang bermain terhadap kenaikan harga tabung oksigen. Bahkan Hanna mengaku pernah hampir tertipu saat hendak membeli tabung oksigen di suatu daerah di pulau Jawa. "Setelah saya cek. Banyak yang memberi kontak itu, penipu," katanya. Ia menghimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati saat ingin membeli tabung oksigen. Apalagi jika dilakukan melalui online. "Kalau ada yang membutuhkan, kita bisa bantu. Tapi open donasi kita tidak untuk obat-obatan dan vitamin karena kita tidak fokus kesana,". Dari penelusuran Hanna, harga botol oksigen ukuran 1 meter kubik, 1 set dengan regulatornya, awalnya hanya seharga sekitar Rp 600 ribu, sekarang sudah mencapai Rp 5 juta. Sementara untuk ukuran 6 meter kubik, kata Hanna, dia bisa mendapat di kisaran harga Rp 3 juta. Kini harganya lebih murah. "Mungkin sekarang permintaannya sudah menurun. Karena sekarang sudah banyak yang sembuh. Rumah sakit mulai lowong," tukasnya. Hanna melihat, memang masih banyak pasien baru yang masuk rumah sakit namun poin penting yang ingin ia sampaikan yakni, selama masa-masa kelangkaan oksigen, warga Samarinda sudah saling bahu membahu mengatasi kelangkaan tabung oksigen. "Saling membantu memberikan informasi dan memberi donasi," imbuhnya. Selain itu, Jauhar juga menyinggung soal rencana penggunaan Asrama Atlit sebagai tempat Isolasi Terpadu (Isoter) yang bisa menampung 364 orang, cuma persoalannya, ruang yang bisa digunakan adanya di lantai 2, 3 dan 4. Sehingga nanti harus diklasifikasi setiap pasien yang akan menggunakan fasilitas Isolasi Terpadu di Asrama Atlit. "kalau yang mereka masih posisi ringan enggak masalah, kalau yang sudah berat kan enggak bisa, jadi harus dipilah-pilah," katanya. Kemudian penggunaan Asrama Atlit juga tidak bisa dilakukan secepatnya, karena harus ada proses rekrutmen tenaga kesehatan. "Tidak boleh kita ambil lagi dari rumah sakit. Di rumah sakit, sekitar 300 orang yang terpapar itu 80 persen diantaranya itu parparamedis. Sudah capai, kemudian masyarakat juga masih menghujat ya itulah risikonya, ya enggak apaapa," katanya. Sampai saat ini, Jauhar menyebut Isoter yang sudah disiapkan pemerintah masih mengalami kepenuhan. Sementara persiapan penambahan Isoter merupakan kebijakan pusat. Hal yang sama juga berlaku bagi pengadaan vaksin. Sehingga semua upaya yang dilakukan daerah juga bersumber dari arahan pemerintah pusat. Terkait vaksin, Jauhar menilai saat ini stoknya sudah mencukupi. Tapi prioritas sebagai dosis kedua. Menurutnya vaksinasi di Kaltim masih rendah, bahkan jika semua stok vaksin Kaltim saat ini dihabiskan untuk mempercepat vaksinasi. Maka baru bisa menyentuh angka kumulatif sekitar 26 persen. "Masih jauh. Ini yang setiap hari Pak Gubernur sampaikan. Kenapa kita disebut nomor satu di luar Jawa, Bali, Madura. Tapi kenapa vaksin kita terbatas," imbuhnya. *RYN/YOSCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: