Santai 2 T
Sejak Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri minta maaf, heboh sumbangan Rp 2 triliun reda. Tidak ada lagi suara yang menyalah-nyalahkan polisi: kok tidak cek dulu sebelum kebenaran sumbangan itu diumumkan.
Sejak itu Kapolda justru balik mendapat simpati: ia dianggap gentleman. Ia memang kurang teliti. Lalu minta maaf. Selesai.
Saya juga memuji sikap Kapolda itu. Kapolda tidak berbuat salah. Tidak melanggar hukum. Tidak jahat. Tidak kriminal. Tidak korupsi. Ia hanya kurang cermat.
Ketika Pak Menko Polhukam Prof Dr Mahfud MD menghubungi saya, pujian ke Kapolda itu juga saya sampaikan ke beliau. Ternyata Pak menko juga berpendapat yang sama.
Saya pun menghubungi Si Cantik dr Nur –teman dekat Heryanti, putri bungsu Akidi Tio itu. Dokter Nur begitu dekat dengan temannyi itu sampai kalau memanggil Heryanti cukup dengan nama kecilnyi: Ahong.
Saya sarankan agar dr Nur menulis WA ke Ahong. Isinya: Kapolda saja sudah mau minta maaf, tolonglah Anda juga segera minta maaf ke Kapolda dan ke seluruh masyarakat Sumsel.
Dokter Nur benar-benar mengirim WA –entah apa bunyinya, yang jelas seirama dengan misi itu. Ahong sebaiknya memenuhi saran dr Nur itu.
Bahwa Ahong ngotot uang Rp 2 T itu ada, nggak masalah. Urus saja terus. Sampai dapat. Atau sampai menyerah. Tapi minta maaf itu penting. Kalau pun permintaan maaf itu dirasa berat, kelak boleh dicabut bersamaan dengan penyerahan sumbangan yang sebenarnya.
“WA saya itu tidak dijawab. Sampai sekarang masih belum dibaca. Baru ada satu centang,” ujar Si Cantik kemarin sore.
“Tidak masalah…,” jawab saya. “…. yang penting sudah ada orang yang memberi saran seperti itu pada Ahong.”
Ahong sendiri masih belum keluar rumah. Masih sakit. Begitulah keterangan polisi. Yang seharusnya memeriksa Ahong lagi sejak tiga hari lalu.
Dokter Nur berkali-kali telepon Ahong juga tidak direspons. Padahal biasanya tiap hari selalu kontak beberapa kali.
Tentu masyarakat Tionghoa Palembang juga marah pada Ahong. Tapi mau bagaimana lagi. Mereka pun kumpul-kumpul uang. Dapat Rp 2 miliar. Diserahkanlah uang itu ke Kapolda Sumsel. Dua hari lalu. Prof Hardi Darmawan mengirimi saya 46 foto acara penyerahan sumbangan itu. Tanpa papan styrofoam. Berarti Prof Hardi sudah wawuhan dengan saya.
Saya juga memuji media yang tidak menyeret-nyeret kakak Ahong yang enam orang itu. Yang semua tinggal di Jakarta. Mereka memang tidak terkait dengan ulah sensasi Ahong. Tidak selayaknya ikut diseret-seret di media.
Hampir saja itu terjadi. Yakni ketika medsos mulai menampilkan putri salah satu kakak Ahong. Yang mengenakan jam tangan Rp 2,5 miliar itu. Yang berpose di pesawat pribadi itu. Bahkan awalnya disebutkan itulah Ahong. Saya berkewajiban meluruskan itu, karena kebetulan saya tahu siapa dia.
Kakak Ahong yang di Jakarta itu orang baik-baik. Anaknya itu pun kerja di bidang yang terhormat: bisnis di bursa saham.
Sang kakak sendiri boleh dikata telah jadi simbol Bhinneka Tunggal Ika. Ia mengawini gadis Jawa anak transmigran di Desa Kerta Mukti. Perkawinannya pun dilakukan di desa transmigrasi itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: