HAN 2021, Masyarakat Punya Peran dalam Perlindungan Anak

HAN 2021, Masyarakat Punya Peran dalam Perlindungan Anak

PPU, nomorsatukaltim.com - Hari Anak Nasional (HAN) diperingati 23 Juli tiap tahun. Tahun ini, peringatan masih dalam situasi pandemi COVID-19. Namun dipastikan itu tidak menyurutkan semangat perlindungan.

Untuk itu, tema yang diangkat lebih tegas. Anak Terlindungi, Indonesia Maju. Tagline #AnakPedulidiMasaPandemi. Bagi Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Penajam Paser Utara (PPU), momentum ini penting. Untuk menggugah kepedulian dan partisipasi seluruh komponen bangsa. Dalam menjamin pemenuhan hak anak atas hak hidup. Lalu tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara wajar. Tapi tetap dilakukan sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. "Hal ini sebagai motivasi bahwa pandemi tidak menyurutkan komitmen untuk tetap melaksanakan HAN. Seperti yang diucapkan Menteri PPA, I Gusti Ayu Bintang Darmawati," ujar Plt Kepala DP3AP2KB PPU, Siti Aminah usai rakor secara virtual dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA) RI, Jumat (23/7/2021). Hal ini, lanjut dia, dibuktikan lewat komitmen Pemkab PPU, yang meprioritaskan anak sebagai aset bangsa dan pemimpin masa depan negara. Dengan diterbitkannya Perda Nomor 03 Tahun 2021 Tentang Kabupaten Layak Anak (KLA). Bertujuan untuk mengedepankan program-program pemerintahan yang berbasis anak. "Kami juga ikut merayakan HAN dengan membuat flyer/pamflet. Karena masih dilanda pandemi, banyak anak-anak yang dirumahkan. Dibatasi aktivitas di luar rumah, dari kegiatan belajar dari rumah, membantu orang tua dan tentunya menjaga kesehatan," imbuh Kepala Bidang PPA DP3AP2KB PPU, Nurkaidah. Kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak di PPU hingga kini kerap terjadi. Hampir setiap bulannya. Berdasarkan data, kekerasan terhadap anak pada 2018 tercatat 15 kasus, naik menjadi 35 kasus pada 2019, dan 26 kasus pada 2020. Untuk tahun ini, setidaknya sudah ada 7 kasus yang dilaporkan dari Januari - Juli 2020. Untunglah soal penanganan pasca kejadian masih di bawah kontrol. Guna menangani masalah tersebut, dinas selalu bekerja sama dengan berbagai lembaga. Hal itu berkat kerja sama yang baik dengan pihak kepolisian hingga rumah sakit, puskesmas, dan Dinas Sosial (Dinsos). Jadi DP3AP2KB sebagai leading sector selalu dampingi. Adapun dalam mempermudahnya, agar setiap kejadian bisa langsung ditangani, baru-baru ini mereka merilis call center. Pusat aduan dengan nomor yang tertera langsung kontak pribadi Nurkaidah, 0813-4639-6713. Atau di nomor 0852-4669-9545, Kepala Seksi Perlindungan Perempuan, Achmad Fitriady. “Jadi kalau ada kasus dari Puskesmas langsung hubungi kami nanti kami dampingi dan fasilitasi untuk dibawa ke RS, kalau perlu ditempatkan di rumah singgah yang digagas Dinsos, kami selalu bersinergi,” ungkap Nurkaidah. Namun begitu, masalah utama dari isi ini ialah pencegahan. Terus berulangnya kejadian menandakan kurangnya pemahaman masyarakat luas soal arti perlindungan ini. Apalagi kebanyakan kasus yang terjadi di Benuo Taka, dilakukan justru oleh orang terdekat korban. Padahal tindakan preventif terus dilakukan. DP3AP2KB PPU rutin menggelar sosialisasi perihal itu ke berbagai lini. Desa/kelurahan, sekolah-sekolah dan berbagai lembaga hingga menggunakan media sosial. Tidak hanya itu, Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) juga turut dilibatkan. “Ya, PKK kami libatkan juga baik tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa/kelurahan, khususnya Pokja IV. Forum anak di empat kecamatan sudah terbentuk, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) juga sudah berjalan dengan baik,” terang dia. Posko pengaduan pun dibentuk sampai ke desa/kelurahan, bekerja sama dengan puskesmas. Bersama dengan pihak kecamatan diharapkan mampu menangani kasus yang terjadi. Namun, apabila penanganan kasus harus diselesaikan oleh pihak RS bahkan lebih lanjut kepada pihak Polres PPU. DP3AP2KB PPU berperan sebagai pendamping mediasi. Namun perlu disadari bersama, bahwa upaya ini hanya sebagian kecil dari fungsi pencegahan. Utamanya tetap pada kesadaran masyarakat itu sendiri. Tentu dari sisi pemerintah, setiap OPD mempunyai peranan masing-masing. Untuk pencerdasan orang dewasa untuk melindungi itu. Mulai sektor kesehatan, sosial dan pendidikan. Pendidikan ini kompleks, ada pengetahuan secara umum, juga ada pemahaman agama di dalamnya. Yang tidak ada agama di Indonesia yang membenarkan soal kekerasan terhadap anak ini. "Kembali ke situ. Semua punya peran dalam urusan untuk mencegah terjadinya kekerasan anak. Semoga ke depan hal itu bisa semakin dipahami semua orang," tutup Nurkaidah. (rsy/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: