Cengkok Oye!
Rumah sakit untuk Pak Manteb sebenarnya sudah oye!
Jumat pagi kemarin RS di Karanganyar sudah siap merawat dalang terkemuka dari itu. Terlambat. Belum lagi disiapkan untuk berangkat, Ki Manteb Sudarsosno meninggal dunia. Jenazah dimakamkan saat itu juga. Di pemakaman Covid-19.
Di mana beliau terkena Covid?
Tentu misterius. Namun, Jumat pekan lalu Pak Manteb masih makan sop iga di Solo. Lalu berangkat naik mobil ke Jakarta: mobil Alphard warna hitam. Enam orang ada di mobil itu. Termasuk Bu Manteb.
Keesokan harinya Pak Manteb latihan. Lengkap bersama timnya dari Solo. Seperti pentas beneran. Mulai jam 11.00 sampai jam 21.00. Di tempat latihan itulah pentas sebenarnya dilakukan besok malamnya: di Gedung Sasono Utomo Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Gedung utama di situ. Dengan AC sentral yang sangat dingin.
Pak Manteb pentas bukan di lapangan terbuka. Pak Manteb sempat merasa kedinginan. Lakon malam itu adalah Bharatayuda spesial. Disebut spesial karena mulai adegan Durno Gugur sampai Duryudhono tewas. "Lakon itu biasanya dioenggal menjadi 12 atau 13 lakon," ujar Jungkung Setyo Utomo, 30 tahun, keponakan Pak Manteb.
Jungkung adalah lulusan S-1 pedalangan ISI Solo. Ia juga bertugas sebagai admin live streaming Pak Manteb. Menurut Jungkung, sampai sekarang sudah sekitar 50 lakon yang diunggah ke YouTube. Dengan penonton paling banyak 20.000an. Jungkung juga ikut ke Jakarta. Ia berada dalam satu Alphard dengan Pak Manteb dan istri.
Pentas itu selesai jam 03.00. Langsung kembali ke Karanganyar. Naik mobil yang sama. Dengan penumpang yang sama. Cepat sekali. Jam 10.00 sudah tiba di Karanganyar. Sejak itu Pak Manteb tidak lagi oye. Sesak napas. Badan meriang. Namun, masih ada satu pentas lagi. Di rumahnya sendiri di Karangpandan, Karanganyar.
Di pendapanya yang luas. Dengan lakon Srikandi Senopati. Itulah pentas tanpa menonton. Pentas live streaming. Untuk penggemar Pak Manteb yang ratusan ribu di seantero Indonesia. "Saya tidak ikut di pentas live streaming itu. Saya sendiri live streaming dari rumah saya di Sragen," ujar Medhot Sudarsosno, anak sulung Pak Manteb. Saya telepon Medhot kemarin sore. Saya mengucapkan duka cita. Juga wawancara untuk tulisan ini.
Medhot adalah anak tunggal dari istri yang pertama. "Bapak saya kan kawin delapan kali. Saya punya lima adik dari istri-istri berikutnya," ujar Medhot. Meski Medhot tinggal di Sragen, tetapi Sragen yang paling Selatan. Beda kabupaten, tetapi secara geografis tidak jauh dari Karangpandan. Hanya 20 Km.
Setelah live streaming itu kondisi Pak Manteb terus menurun. Melihat kondisi Covid yang gawat Pak Manteb pilih dirawat di rumah. "Pak Untung Wiyono yang minta bapak dan ibu di-swab. Lalu dikirim petugas. Ternyata positif Covid," ujar Medhot.
Untung adalah Bupati Sragen yang sangat terkenal prestasi pembangunannya. Medhot bersahabat dengannya. Hari Kamis sejumlah tabung oksigen didatangkan ke rumah. Habis tiga tabung. Namun, kondisi kesehatan Pak Manteb terus memburuk. Akhirnya dicarikan RS sampai dapat. Telat. Di usia Pak Manteb yang 74 tahun sabetannya (adegan perang yang dimainkannya) masih mengesankan. Di sabetan itulah keunggulan Pak Manteb. Wayang dibuatnya bisa jungkir balik dengan sempurna dan lincahnya. Awalnya dulu Pak Manteb dianggap punya kelemahan mendasar: jenis suaranya. Tidak koong.
Padahal di zaman itu ada dalang Ki Narto Sabdo (alm) dan Anom Suroto. Yang suaranya begitu bulat dan merdu. Dalang adalah juga penyanyi. Pembawa suluk. Pengucap dialog. Suara ki dalang mutlak harus koong. Ki Manteb secara terbuka mengakui kelemahannya itu. Termasuk ketika sedang mengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo. Ia mengajar sebagai dosen luar biasa –karena Pak Manteb bukan sarjana. Juga tidak pernah sekolah formal pedalangan.
"Gunakan sisi kekuatan Anda untuk menutupi kelemahan Anda." Itulah isi kuliah PAK Manteb.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: